Ombudsman RI : Cium ada yang tidak beres dalam rencana relokasi masyarakat Pulau Rempang


Jembatan IV Barelang di Pulau Galang. (Foto: BP Batam)

BATAM , (Mas Reko)- Ombudsman RI mencium gelagat yang tidak beres dalam upaya relokasi masyarakat Pulau Rempang, yang terdampak rencana investasi pabrik cermin senilai Rp 176 triliun.

Bukan sekadar pabrik kaca suasa

Butuh dikenal pemerintah sudah mencadangkan alokasi lahan di Pulau Rempang kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) seluas 17.000 hektar. Tidak hanya pabrik cermin yang masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) 2023, pulau tersebut hendak dibesarkan selaku kawasan industri, perdagangan, sampai wisata.

Baca yuk : Memandang konflik Rempang melalui kacamata media asing. Bagaimana?

“Terhadap pencadangan alokasi lahan ini tidak cocok syarat sebab belum ada sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Departemen ATR/BPN kepada BP Batam,” kata Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro di Batam, Selasa (19/9/2023).

Menurutnya, penerbitan HPL wajib cocok dengan mekanisme yang berlaku. Salah satunya merupakan tidak terdapat kemampuan serta bangunan diatas lahan yang dimohonkan alias clear and clean. Selama Sejauh belum terdapatnya sertifikat HPL atas Pulau Rempang, hingga relokasi masyarakat jadi tidak mempunyai kekuatan hukum.

Bahwa ada 16 Kampung Tua yang tersebar di Pulau Rempang, ialah Tanjung Kertang, Rempang Cate, Tebing Besar Blongkeng, Monggak, Pasir Panjang, Tepi laut Melayu, Tanjung Kelingking, Sembulang, Dapur 6 Tanjung Banun, Sungai Raya, Sijantung, Air Lingka, Kampung Baru serta Tanjung Pengapit.

Penetapan batas bidang

Dari temuan Ombdudsman di Pulau Rempang, beberapa faktor penetapan kampung tua, ialah patok perkampungan tua, makam-makam tua, pohon-pohon budidaya lama berumur ratusan tahun, dan dokumen lama yang menunjukkan warga sudah lama tinggal di Rempang, apalagi saat sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.

“Sosialisasi yang dicoba pemerintah masih terkategori belum masif serta perlu waktu yang lebih lama buat meyakinkan warga ingin direlokasi ataupun berdialog buat mencari jalur tengah,” paparnya.

Baca yuk : Kereta cepat Jakarta-Bandung Tak seindah cerita para artis, kebun masyarakat rusak akibat proyek itu

Tidak hanya itu, terdapat dugaan bila sosialisasi yang dicoba tidak pas sasaran, sehingga masyarakat Rempang sangat sedikit yang mendaftar untuk relokasi.

Dia pula menentang seluruh berbagai wujud aksi represif dari aparat dalam melaksanakan pengamanan di Rempang. Perilaku tersebut hendak membuat konflik terus menjadi meruncing. Dampaknya warga di Pulau Rempang merasa terintimidasi, sehingga khawatir buat melaksanakan pekerjaan selaku nelayan ataupun anak-anak yang khawatir bersekolah sebab kedatangan aparat di perkampungan mereka.

Menunjang investasi, menolak relokasi

Bersumber pada penelusuran Ombudsman, warga di 10 Kampung Tua yang terdapat di Pulau Rempang menunjang investasi, tetapi menolak relokasi. Mereka lebih menunjang apabila dicoba penataan Kampung Tua dengan pengembangan investasi.

Berikutnya Ombudsman hendak mengklarifikasi kepada BP Batam, Pemerintah Kota Batam, Departemen Investasi/BKKPM, Regu Percepatan Pengembangan Pulau Rempang dan pihak terpaut yang lain Berikutnya hendak diterbitkan Laporan Akhir Hasil Pengecekan (LAHP) berbentuk aksi korektif buat dilaksanakan pihak terlapor. Pengecekan yang dicoba Ombudsman dicoba guna memandang apakah terdapat maladministrasi pada Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang.

“PSN pula butuh mencermati mekanisme serta tahapan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Universal buat itu Ombudsman hendak melaksanakan proses pengecekan apakah pembangunan Rempang Eco City telah dicoba cocok dengan tahapan pada ketentuan tersebut ataupun tidak,” jelasnya.

Baca yuk : Hasil Asian Games 2023, Timnas Indonesia U-24 libas Kirgistan 2-0,

Ombudsman pula akan mendalami mengusai fisik bidang tanah warga yang telah puluhan tahun terletak di Pulau Rempang, apakah terdapat faktor kelalaian negera yang tidak membagikan akses kepada warga buat memperoleh hak kepunyaan di tanah yang telah turun temurun dihuni. (Reko Suroko)

Sumber : Bisnis Indonesia.com

Berita Terkait

Top