Awas, tingkatkan kewaspadaan terhadap virus Nipah
Dalam foto yang diambil pada 12 September 2023 ini, para petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung sedang memindahkan jenazah seseorang yang meninggal karena infeksi virus Nipah di satu rumah sakit swasta di Kozikode, di Negara Bagian Kerala, India. (foto: AFP)
JAKARTA, ( Mas Reko)—Pemerintah Indonesia “meningkatkan kewaspadaan” terhadap virus Nipah, menyusul temuan lima kasus di negara bagian Kerala, India, yang menyebabkan kematian dua orang.
Tingkatkan kewaspadaan
Langkah kewaspadaan itu mencakup pemantauan di pintu masuk negara serta di dalam negeri apakah ada kasus sakit atau kematian dalam jumlah banyak dan secara tiba-tiba, kata seorang juru bicara Kementerian Kesehatan.
Nipah adalah salah satu virus yang dikhawatirkan akan menjadi pandemi berikutnya.
Indonesia termasuk negara yang berisiko terinfeksi, menurut WHO, karena bukti-bukti virus telah ditemukan pada kelelawar di sini
Namun, sejauh ini belum ditemukan kasus infeksi virus Nipah pada manusia maupun hewan ternak.
Seorang mantan pejabat WHO mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan dengan virus Nipah selagi pemerintah di Kerala berusaha menangani wabah tersebut pada sumbernya.
Baca yuk : Pasca Gema Maroko : Mengkhawatirkan perdagangan wanita muda lewat medsos
Virus Nipah dinamai berdasarkan nama desa di Malaysia tempat virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1999.
Wabah pertama menewaskan lebih dari 100 orang dan mendorong pemusnahan satu juta ekor babi sebagai upaya untuk membasmi virus tersebut.
Kasus virus ini juga pernah ditemukan di Singapura, Bangladesh, dan secara berkala terdeteksi di India.
Pernahkah virus Nipah terdeteksi di Indonesia?
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Veteriner – sekarang Pusat Riset Veteriner BRIN – dan dipublikasikan pada 2013 menemukan materi genetik virus tersebut di spesies kelelawar Pteropus vampyrus di Sumatera.
Baca yuk :Mengharukan, gelar perkawinan satu desa selamat dari gempa Maroko
Lebih jauh, materi genetik virus Nipah yang ditemukan di Sumatera sangat mirip dengan yang ditemukan di Malaysia sehingga ada kemungkinan kelelawar P. vampyrus yang membawa virus ini terbang melintasi perbatasan negara.
Sebelumnya, survei serologi terhadap 610 babi dan 99 kelelawar di Kalimantan Barat tidak menemukan paparan virus Nipah pada babi namun menemukan antibodi virus Nipah pada 19% dari 84 sampel kelelawar P. vampyrus.
Meski begitu, hingga saat ini belum ditemukan kasus virus Nipah pada manusia maupun hewan ternak di Indonesia
Belum ditemukan virusnya
“Materi genetiknya saja yang ketemu jadi tidak virus utuhnya. Itu pun kemudian kita lakukan lagi surveilans di Sulawesi, di mana beberapa itu juga negatif,” kata Prof. Indi Dharmayanti, kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kepada BBC News Indonesia.
Mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan penemuan materi genetik virus pada hewan belum tertentu berkembang jadi epidemi pada manusia.
Itu tergantung pada seberapa banyak hewan yang terkena dan seberapa besar potensi menularnya ke manusia, imbuhnya.
Baca yuk :Konflik di Rempang masih membara, batas waktu penggusuran semakin dekat
“Yang penting adalah kalau sudah ditemukan pada binatang, melakukan kegiatan yang namanya One Health – kegiatan bersama antara kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan,” ujarnya.
Mungkinkah menyebar ke Indonesia?
Prof. Tjandra menilai terlalu dini bila kasus Nipah di Kerala dihubungkan dengan kemungkinan virus tersebut menyebar ke luar negeri, termasuk Indonesia.
“Biarlah pemerintah Kerala meng-contain at the source (menangani pada sumbernya) sehingga mudah-mudahan tidak menyebar,” ujarnya.
Baca yuk :Koalisi Anti-Proyek Strategi Asing Demo di Depan Kedubes China, Tolak Gusur warga Rempang
Wabah terbaru di Kerala adalah yang keempat sejak tahun 2018. Negara bagian itu berhasil membasmi wabah sebelumnya dalam hitungan minggu melalui pengetesan secara luas dan isolasi yang ketat terhadap mereka yang pernah berkontak dengan pasien.
Prof. Tjandra memahami bahwa kesadaran masyarakat akan pandemi meningkat setelah melalui Covid-19. Namun demikian, dia tetap berharap masyarakat tidak menjadi paranoid dengan temuan kasus virus Nipah di India.
Epidemiolog Universitas YARSI itu sepakat bahwa Indonesia berisiko terinfeksi virus Nipah karena lokasinya dekat dengan Malaysia, tempat virus tersebut pertama kali ditemukan, namun “enggak bisa dengan begitu mengatakan pasti ada virus Nipah di Indonesia”.
Akankah virus Nipah menjadi pandemi?
WHO telah mengatakan ada tiga penyakit yang kemungkinan akan menjadi pandemi berikutnya — influenza, zoonosis atau penyakit yang ditularkan hewan ke manusia (termasuk virus Nipah), dan yang disebut dengan Disease X atau patogen yang belum diketahui.
Bagaimanapun menurut Prof. Tjandra, terlalu cepat untuk mengatakan suatu penyakit akan menjadi pandemi berikutnya hanya karena terjadi di satu tempat.
Baca yuk :Kereta cepat Jakarta-Bandung Tak seindah cerita para artis, kebun masyarakat rusak akibat proyek itu
Dia menjelaskan tahapan-tahapan sebelum penyakit dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO. Wabah penyakit menular yang berpotensi mengkhawatirkan biasanya masuk dalam Disease Outbreak News (DONS) WHO.
Jika situasinya semakin berat, statusnya akan berkembang menjadi public health emergency of international concern (darurat kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan secara internasional). Jika jadi lebih berat lagi, baru ia akan dinyatakan sebagai pandemi.
Tetapi tidak semua penyakit yang mendapat status public health emergency of international concern berakhir jadi pandemi, jelas Prof. Tjandra. Contohnya virus Zika yang disebarkan oleh nyamuk dan bukti-buktinya pernah ditemukan di Indonesia.
“Sekali lagi, [kasus Nipah] yang di India saat ini belum masuk DONS,” dia menekankan.
Apa yang dilakukan ?
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memahami bahwa Indonesia berisiko tinggi mengalami kejadian luar biasa (KLB) virus Nipah, mengingat letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Pada 2021, Kemenkes merilis Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Virus Nipah di Indonesia yang menjabarkan prosedur untuk surveilans epidemiologi, pemeriksaan laboratorium, hingga pengendalian faktor risiko.
Baca yuk :Banjir Bandang Libya: Pihak berwenang meminta penyelidikan soal pemicu ribuan kematian
Peningkatan kasus virus Nipah di Kerala pada 2023 ini menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, kata Kepala Biro Komunikasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.
“Jadi begitu kita mendengar ada kasus penyakit nipah di India dan juga di Bangladesh kemudian kita meningkatkan alarm kita, kewaspadaan kita,” ungkapnya kepada BBC News Indonesia.
Langkah-langkah kewaspadaan itu meliputi pengawasan atau surveilans terhadap gejala penyakit dan faktor risiko virus Nipah pada pendatang di pintu-pintu masuk negara.
“Orang-orang yang masuk ke dalam [perbatasan] kita kemudian kita edukasi kalau punya gejala-gejala, apalagi dia punya riwayat berisiko tadi, untuk segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan,” Nadia menjelaskan.
Perkuat pengawasan
Penguatan surveilans juga dilakukan di dalam negeri dengan memantau apakah terjadi kasus kematian atau sakit dalam jumlah banyak secara tiba-tiba.
Selain memperkuat pengawasan, Kemenkes juga memastikan bahwa petugas di fasilitas kesehatan memahami gejala-gejala pasien yang terinfeksi virus Nipah.
“Karena kita tahu gejala daripada virus nipah ini tidak khas ya — bisa demam, sakit badannya, tapi tiba-tiba terjadi infeksi pernapasan hebat, kejang-kejang, bahkan sampai radang otak yang berakhir pada kematian,” kata Nadia.
Dia menjelaskan pasien yang terinfeksi virus Nipah tidak memerlukan ruangan isolasi khusus. Hanya saja, hingga saat ini penyakit tersebut belum ada obat maupun vaksinnya.
Baca yuk :Banjir Libya : Ditemukan mayat-mayat yang membusuk di laut
Bagaimanapun epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman menilai surveilans dan deteksi dini penyakit menular di Indonesia masih lemah. Pemerintah kerap dikritik lamban dalam menangani wabah, misalnya pada kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Covid-19.
Ini membuat beberapa kasus penyakit menular yang ditemukan “ibarat puncak gunung es”, menurut Dicky, sehingga bila terjadi wabah di India atau Bangladesh itu mencerminkan kekhawatiran yang serupa di beberapa wilayah di Indonesia.
Di sisi lain, Dicky mengakui bahwa mendeteksi penyakit seperti virus Nipah ini tidaklah mudah.
“Memang ada PCR tapi kemampuan, alat untuk begitu tidak ada di daerah-daerah kita yang ada di zona merah; dan ini yang akhirnya membuat kita buta, padahal kita ada dalam situasi atau posisi yang rawan,” dia menjelaskan kepada BBC News Indonesia.
Nadia menekankan bahwa Indonesia sudah memiliki sekuensing materi genetik virus Nipah sehingga mampu mendeteksinya dengan PCR.
Dia menjelaskan bahwa surveilans penyakit menular dilakukan dengan memantau tren peningkatan kasus pada manusia maupun pada hewan — untuk hewan liar, ranahnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); untuk hewan ternak, ranahnya Kementerian Pertanian; dan untuk manusia, ranahnya Kemenkes.
Namun hingga saat ini belum ditemukan kasus infeksi. (Reko Sutoko)
Sumber : BBC News