Kendati Pulau Rempang urung dikosongkan, masyarakat tetap tak percaya


Nurita, warga Kampung Pasir Panjang, mengaku resah dengan rencana relokasi warga. 9foto : BBC News.com)

Rempang, (Mas Reko)—Meski Pulau Rempang batal dikosongkan pada Kamis (28/9) seperti rencana awal pemerintah, masyarakat di Kampung Pasir Panjang, Sembulang, mengaku masih cemas dan waspada.

Sebab sampai saat ini, pemerintah maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam memperpanjang tenggat waktu pendaftaran dan belum membatalkan rencana pemindahan masyarakat dari kampung-kampung tua.

Diberi waktu lebih

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada Senin (25/09) lalu menyatakan bahwa rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City tetap berjalan, namun pemerintah “memberi waktu lebih” untuk sosialisasi.

Baca yuk : Putri Ariani Juara 4, Hasil Final America’s. Got Talent 2023, Pemenangnya Adrian Stoica

Wartawan BBC News Indonesia, Muhammad Irham, datang ke Pulau Rempang untuk melaporkan langsung bagaimana sikap warga terdampak terhadap rencana pemindahan kampung-kampung tua demi PSN.

Warga Kampung Pasir Panjang berkumpul di posko bantuan hukum yang didirikan oleh sejumlah LSM untuk menunjukkan eksistensi dan kekompakan mereka untuk menolak direlokasi

Lalu lintas di Jalan Trans Barelang nampak lengang. Mobilitas masyarakat berjalan seperti biasa. Namun sejumlah warga berkumpul di beberapa posko di kampung-kampung yang diprioritaskan untuk direlokasi.

Di Kampung Pasir Merah, Sembulang, ratusan warga berkumpul dan membentangkan spanduk bahwa mereka “menolak keras relokasi”.

Menolak keras relokasi

Sedangkan di Kampung Pasir Panjang, warga berkumpul di posko bantuan hukum yang didirikan oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Sejumlah warga mengatakan bahwa dengan berkumpul, mereka ingin menunjukkan eksistensi sebagai masyarakat kampung tua Melayu yang “kompak menolak keras” untuk direlokasi.

Warga Kampung Pasir Panjang berkumpul di posko bantuan hukum yang didirikan oleh sejumlah LSM untuk menunjukkan eksistensi dan kekompakan mereka untuk menolak direlokasi. (foto; BBC News.com)

Di situ, Samah, 50, bersama ibu-ibu lainnya menyiapkan masakan untuk warga yang berkumpul.

“Dengan berkumpul ini, warga lebih percaya diri,” kata Samah ketika ditemui.

Bagaimanapun, rasa cemas terhadap rencana penggusuran masih terpancar dari wajahnya, sebab pemerintah memperpanjang tenggat waktu pendaftaran relokasi. Itu berarti, pemerintah tetap berencana merelokasi warga meski tidak tahu kapan.

Baca yuk : Ombudsman : Bahlil memainkan kata, masyarakat Rempang dimainkan nasibnya

“Buat kami, [tenggat waktu diundur] belum aman juga berarti kami. Makanya kami jaga-jaga, waspada lah. Entah kapan mereka mau gusur kami, kami tidak tahu,”tutur Samah.

“Pokoknya kami berkeras, kami tidak akan mau digusur.”

Keresahan yang sama juga dirasakan oleh Nurita, seorang ibu rumah tangga di Kampung Pasir Panjang.

Kenapa ditambah hari lagi?

Kenapa ditambah hari lagi, ditambah tanggal lagi? Jadi kami, masyarakat di sini macam takut, tidak senang kan. Hari demi hari, resah dan gelisah kami tidak menentu.

Mau cari makan susah, berkomunikasi dengan tetangga luar susah, mau wirid susah, semua serba susah,” tutur Nurita dengan nada berapi-api.

“Ini dia minta tanggal 7, nanti tanggal berapa lagi? Apakah tidak bisa stop masalah penggusuran ini?”

Nurita mengatakan dia ketakutan setiap kali ada kendaraan masuk ke kampung mereka, entah itu aparat atau bukan.

“Dia mengatakan itu aman, tapi bagi itu tidak aman, kenapa, karena kami diusir dari kampung ini,” katanya.

Pulangkan 200 personel

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Kepulauan Riau, Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan”akan mengedepankan upaya-upaya yang lebih preventif dan humanis”.

Sebanyak 200 personel Brimob dari Polda Riau telah dipulangkan, setelah sempat dikerahkan untuk operasi di Pulau Rempang.

Baca yuk : Pulau Rempang urung dikosongkan 28 September, pemerintah sibuk sosialisasi relokasi

Dikutip dari kantor berita Antara, Pandra mengatakan aparat masih akan hadir di Pulau Rempang, namun “bukan untuk mengintimidasi atau penekanan-penekanan tertentu”.

Suasana di Dapur Umum yang juga menjadi posko bantuan hukum bagi warga di Kampung Pasir Panjang, Sembulang, Rempang, Kepulauan Riau pada Kamis (28/9/2023)

Di sisi lain, posko gabungan yang dibentuk oleh BP Batam dan aparat sebagai tempat pendaftaran relokasi, nampak tutup pada Kamis (28/09). Penutupan posko kemungkinan karena tanggal merah.

Tetapi dalam pantauan BBC News Indonesia pada Rabu (27/8), posko ini didatangi oleh belasan warga yang mendaftar.

Suasana di Dapur Umum yang juga menjadi posko bantuan hukum bagi warga di Kampung Pasir Panjang, Sembulang, Rempang, Kepulauan Riau pada Kamis (28/9/2023). (foto: Muhammad Irham/BBC Indonesia)

Sebagian menolak diwawancarai karena khawatir mendapat “tekanan” dan “dihujat” di media sosial.

Salah satu warga Sembulang Tanjung, Angga Mitran Beratama, 25, mengaku bersedia direlokasi tanpa tekanan karena sejak awal dia telah berencana untuk pindah dari kampung itu.

“Sudah enggak ada alasan sebenarnya, saya pindah karena proyek ini sudah jelas. Kedua, pekerjaan saya, jauh. Kalau di sini lebih dekat,” kata Angga.

“Kalau dibilang sedih ya sedih, orang tua saya meninggal di sana, nenek saya semua di sana.”

Angga mengaku keputusannya untuk pindah membuat tetangga-tetangganya menganggap dirinya “tega” hingga dicap “pengkhianat”.

Baca yuk : Kenapa dekade selanjutnya Indonesia tidak bisa sekadar jadi kaya

“Mereka bilang, ‘kenapa sih saya tega?’. Tapi dengan saya pindah pun tidak berpengaruh dengan perjuangan mereka. Saya sendiri yang pindah tidak akan mengubah perjuangan mereka,” kata Angga.

Penolakan masyarakat untuk direlokasi membuat BP Batam belum bisa mengantongi sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau Rempang karena status lahan yang belum “clear and clean”.(Reko Suroko)

Sumber: BBC NEWS.com

Berita Terkait

Top