Ketika Sepi Menyergapku, Akupun Bersyukur
ilustrasi :Ketika sepi menyergapku, Akupun bersyukur. (istimewa)
—————————
Oleh: Reko Suroko
SOLO, Mas Reko. com– Ketika sepi menyergapku, padahal aku sudah berusaha menepisnya. Hampir setiap pagi hari saya ngeteh, itu pun membeli di lapak Pak Sawal. Agar aku bisa berbincang dengan siapa pun di lapak itu.
Lantaran berbincang dengan orang yang tak dikenal, terkadang kita terlihat bloon, atau terkadang menguasai materi perbincangan.
Baca juga : Penjelasan Goenawan Mohamad tentang sikapnya terkini terhadap Jokowi
Karena cukup asyik berbincang dengan materi dari sepak bola hingga piaraan burung Pak Sawal yang ditawar pembeli Rp 2 juta. Burungnya jenis Cicak Hijau.
“Akh, jangan aku kecewakan. Masih muda juga, eman-eman memeliharanya,” kata Pak Sawal, sebelum Pak Sawal meninggalkan kami/
Ketemu dengan banyak orang dengan banyak karakter. Indah bisa merasakan pagi yang penuh dengan berbagai cerita. Tak ada kecongkakan diri, atau kesombongan bau parfum kelas jalanan. Semuanya tumpah ruah di lapak Pak Sawal.
Beli Cemilan Kucing
Selepas ngeteh saya melanjutkan membeli cemilan untuk keempat kucingku. Biasanya kubelikan ikan asin di dalam besek.
Baca juga : Lansia Juga Manusia, Lansia Juga Butuh ‘Cinta’
Kadang juga bandeng. Dengan duit Rp 10 ribu sudah dapat 12 ekor ukuran kecil. Kalau bandeng, uang Rp 10 ribu dapat empat ekor bandeng presto ukuran kecil.
Hampir setiap pagi kulepas uang Rp 15 ribu. Yang Rp 10 ribu untuk cemilan kucing, sedangkan Rp 5 ribu untuk ngeteh di Pak Sawal.
Kadang pengeluaran pagi bisa lebih dari Rp 15 ribu, aku beli pisang raja Rp 20 ribu, kadang juga Rp 15 ribu.
Saya tidak pengalaman memilih pisang raja, karena kalau luput yang tebal hanya kulitnya, ukurannya kecil. Akhirnya aku percaya kepada penjualnya saja.
Atau kalau tidak pisang satu lirang, saya membeli makanan. Ini bisa Rp 10 ribu, kadang juga Rp 5 ribu, tergantung jajanan yang kubeli. Kadang beli jadah dan gendar, ini cukup Rp 5 ribu.
Baca juga :Butuh perhatian untuk merawat otak lansia
Siapkan Cemilan Kucing
Sesampai di rumah keempat kucingku sudah menunggu cemilannya. Untuk induknya kusediakan piring besar, sedangkan ketiga anaknya piring kecil.
Saya lupa kalau mereka itu kucing, tidak bisa membedakan induk atau anak kucing. Namun, anak-anak kucing cukup tahu diri, mereka tidak berani mengambil bagian induknya.
Karena pernah mengambil jatah induknya, induknya langsung menamparnya. Sekarang cukup gereng, maka anak-anaknya sudah tahu.
Cuci Piring
Sudah hampir empat tahun, istriku telah berpulang, Tepatnya 28 Nopember 2018.Lantaran didera penyakit jantung, salah satu katub jantungnya bocor.
Baca juga : Saya pasien gagal jantung
Allah menitipkan memakamkan tiga orang anak, yang pertama cewek, sekarang sedang menempuh perjalanan S-2 di Australia. Anak perempuanku ini bekerja di Dirjen Imigrasi. Dulu merupakan alumni Fakultas Sastra Inggris, UNS.
Anakku kedua sudah bekerja di Persis, sebagai Tim Kreatif. Sembari kerja freelance sebagai desainer grafis. Dia spesialis sebagai ilustrator yang digelutinya.
Anakku yang bungsu masih kuliah di jurusan Ilmu Lingkungan Fakultas MIPA UNS Surakarta. Alhamdulillah ketiga anakku diberi kesempatan oleh Allah untuk menimba ilmu di UNS.
Saat ini di rumah ada anak nomor dua dan nomor tiga. Maka saya memposisikan diri di bagian bersih-bersih rumah dan mengurus kucing. Walaupun profesi itu tidak diberikan oleh anak-anak. Justru aku yang menginginkannya. Boleh jadi untuk isi kegiatanku.
Baca juga :Obat Gagal Jantung yang berisiko bagi pasien Gagal Jantung
Aku teringat kisah ustadz Novel, Pasar Kliwon, Solo, bahwa ayahnya marah ketika dilarang mencuci piring. Ternyata melalui cuci piring bisa melakukan sedekah.
Ketika sepi menyergapku, saat aku tak melakukan apapun, termasuk HP utama. Ketika sepi menyergapku, saat aku mengontrol ke dokter sendirian.
Segera kutepis sendiri dengan segera mengambilnya cucian dari mesin cuci. Terima kasih Ya Allah. ***