Tren Peningkatan Kasus DBD di Indonesia
Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti.(Shutterstock/nechaevkon)
Langkah Intervensi Inovatif dalam Penanggulangan DBD di Tanah Air
Jakarta, (Mas Reko)–Sejak awal 2024, kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Kenaikan ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk dampak dari fenomena iklim El Nino dan La Nina.
Baca juga : Ratusan Anak Idap Gangguan Ginjal Akut
El Nino dan La Nina adalah fenomena iklim yang sering terjadi di negara tropis seperti Indonesia. El Nino ditandai dengan pemanasan berkala suhu muka laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur, sedangkan La Nina adalah kebalikannya, dengan suhu muka laut di daerah yang sama mengalami pendinginan di bawah kondisi normal.
Kedua fenomena ini berpengaruh terhadap krisis kesehatan, termasuk peningkatan kasus DBD. Suhu yang lebih hangat akibat El Nino membuat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama penyebar DBD, menjadi lebih agresif. Pada suhu di atas 30 derajat Celcius, frekuensi gigitan nyamuk ini bisa meningkat 3-5 kali lipat. Sementara itu, La Nina, dengan curah hujan yang tinggi, juga mempengaruhi penyebaran dan perkembangbiakan nyamuk tersebut.
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa hingga minggu ke-18 pada tahun 2024, terdapat 91.269 kasus DBD dengan 641 kematian, meningkat drastis dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 yang mencatat 28.679 kasus dengan 209 kematian. Lima kabupaten/kota dengan kasus terbanyak hingga minggu ke-17 pada 2024, termasuk Kabupaten Bandung yang mencatat 29 kematian.
Baca juga : Mengungkap Manfaat Luar Biasa Jinten Putih
Kota Bandung mencatat 3.468 kasus
Pada awal 2024, beberapa wilayah di Indonesia mencatat angka kasus demam berdarah dengue (DBD) yang tinggi. Kota Bandung mencatat 3.468 kasus, diikuti oleh Kabupaten Tangerang dengan 2.540 kasus, Kota Bogor dengan 1.944 kasus, Kota Kendari dengan 1.659 kasus, dan Kabupaten Bandung Barat dengan 1.576 kasus. Kabupaten/kota dengan kematian DBD tertinggi meliputi Kabupaten Bandung dengan 29 kematian, Kabupaten Jepara 21 kematian, Kota Bekasi 19 kematian, Kota Subang 18 kematian, dan Kota Kendal 17 kematian.
Kasus DBD di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2023, kasus DBD turun menjadi 114.720 kasus dari 143.266 kasus pada tahun sebelumnya. Namun, lonjakan kasus di awal 2024 menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk meninjau kembali faktor-faktor yang mempengaruhi tren DBD di negara ini.
Baca juga :Awas, tingkatkan kewaspadaan terhadap virus Nipah
Lonjakan ini menyebabkan sejumlah rumah sakit, terutama yang merawat banyak anak-anak, mengalami peningkatan okupansi pasien.
Contohnya, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor telah menangani 259 pasien sejak awal tahun, dengan tingkat keterisian tempat tidur mencapai 96 persen. Di RSUD Tamansari, Jakarta Barat, tingkat keterisian tempat tidur hampir mencapai 100 persen sepanjang Maret 2024. Peningkatan bed occupancy rate (BOR) hingga 80-90 persen di rumah sakit tersebut merupakan dampak dari kenaikan kasus DBD.
Menghadapi lonjakan kasus ini, peningkatan kewaspadaan dan strategi yang tepat sangat diperlukan untuk mengatasi DBD. Kasus ini tidak boleh diabaikan karena berdampak langsung pada keselamatan masyarakat di Indonesia. Tren peningkatan kasus DBD ini bukanlah yang pertama kali terjadi dan telah terbukti memberikan beban yang cukup besar.(RS)
Sumber : Kompas.com