Gelombang PHK di Sektor Pabrik dan Perkantoran
Foto: Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidak terpakai pada salah satu pabrik garmen di kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Salah satu kasus terbaru adalah pengumuman PHK oleh perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop yang dikelola oleh ByteDance. Meskipun jumlah pasti pekerja yang terdampak tidak dipublikasikan, Bloomberg melaporkan bahwa 450 dari 5.000 karyawan ByteDance di Indonesia terkena PHK.
Jakarta,(Mas Reko) – Ekonomi Indonesia sedang menghadapi masa sulit dengan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. Dari buruh pabrik hingga pekerja kantoran, ancaman PHK semakin nyata di tengah tantangan ekonomi yang kian kompleks.
Baca juga : Pabrik Tekstil Besar di Jawa Tengah Tutup, 8.000 Pekerja Terkena PHK
Salah satu kasus terbaru adalah pengumuman PHK oleh perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop yang dikelola oleh ByteDance. Meskipun jumlah pasti pekerja yang terdampak tidak dipublikasikan, Bloomberg melaporkan bahwa 450 dari 5.000 karyawan ByteDance di Indonesia terkena PHK.
Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan ShopTokopedia, Nuraini Razak, menyatakan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk mendukung strategi pertumbuhan perusahaan. “Kami harus melakukan penyesuaian yang diperlukan pada struktur organisasi sebagai bagian dari strategi perusahaan agar dapat terus tumbuh,” ujar Nuraini.
PHK di Sektor Pabrik
Di sektor manufaktur, khususnya tekstil, garmen, dan alas kaki, PHK telah melanda berbagai pabrik karena berhentinya operasional. Salah satu yang terdampak adalah pabrik garmen di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ribuan mesin jahit yang biasanya beroperasi kini terhenti, dan 3.000 buruh kehilangan pekerjaan mereka. Pemilik pabrik mengaku tidak mampu bertahan akibat sepinya order dan meningkatnya beban upah minimum setiap tahun.
Baca juga: Tren PHK Industri Tekstil: Apakah Benar Relokasi dan Automasi Menjadi Penyebabnya?
Pabrik garmen ini sebelumnya memasok pakaian dalam untuk pasar ekspor. Namun, tekanan dari isu geopolitik, resesi global, dan kenaikan upah yang tinggi membuat pabrik tidak dapat bertahan.
Dampak Kenaikan Upah
Desi Sulastri, Anggota Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Bidang Hukum, menyoroti bahwa kenaikan upah yang signifikan tanpa diimbangi dengan peningkatan permintaan order menyebabkan banyak pabrik tekstil tumbang. “Penetapan upah dengan otonomi daerah (Otoda) dalam 10 tahun terakhir membuat industri mengalami tekanan dalam penetapan upah. Kenaikan upah seharusnya diiringi dengan peningkatan order atau produktivitas, tetapi ini tidak lagi menjadi perhitungan,” jelas Desi.
Baca juga :Klaim Ekonomi RI Membaik, Pabrik Tutup dan PHK Meluas
Komentar Menteri Ketenagakerjaan
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengakui bahwa banyak pabrik melakukan PHK karena operasional yang berhenti atau tutup. Ida menekankan bahwa PHK seharusnya menjadi jalan terakhir setelah upaya efisiensi dan dialog dilakukan. “Jika ada perusahaan yang melakukan PHK, kami dorong agar PHK itu benar-benar sebagai jalan terakhir,” kata Ida.
Ida juga memprediksi bahwa gelombang PHK ini belum akan berakhir dalam waktu dekat. Ia menilai bahwa perusahaan di luar industri tekstil juga berpotensi melakukan PHK karena berkurangnya produksi akibat menurunnya ekspor dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Isu geopolitik, seperti konflik Palestina-Israel, turut mempengaruhi produksi perusahaan.
Kesimpulan
Baca juga : Bukan Halusinasi! Ini Bukti Ekonomi Indonesia Sedang Dalam Masalah
Gelombang PHK di Indonesia mencerminkan betapa sulitnya kondisi ekonomi saat ini. Berbagai sektor, mulai dari manufaktur hingga perkantoran, harus menghadapi realitas pahit ini. Pemerintah dan perusahaan perlu mencari solusi bersama untuk mengatasi tantangan ini, guna memastikan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan para pekerja.(RS)
Sumber : CNBC Indonesia