Dugaan Korupsi Impor Beras Segera Ditangani KPK
Jakarta-(Mas Reko)–Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut dugaan korupsi terkait impor beras yang melibatkan Kepala Badan Pangan Nasional (Kabasarnas), Arief Prasetyo, dan Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Dirut Bulog), Bayu Krisnamurthi.
Baca juga: Merugikan Negara, APH Didorong Periksa Bos Bapanas-Bulog terkait Demurrage Impor Beras
Khudori menekankan pentingnya tindakan cepat untuk mengklarifikasi apakah kedua lembaga tersebut sengaja menolak penawaran yang lebih murah dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group, demi mendapatkan keuntungan lebih tinggi dari perusahaan lain. Khudori menyatakan bahwa dokumen tender yang lengkap bisa membuktikan kebenaran kasus ini.
Kasus ini telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Khudori berharap KPK dapat membuktikan apakah ada mark-up yang merugikan negara.
Desakan serupa juga datang dari Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, yang menyatakan perlunya investigasi lebih mendalam terhadap dugaan korupsi ini. Ia juga menyoroti kemungkinan adanya mark-up tidak hanya pada harga impor beras, tetapi juga pada biaya distribusi dan penyimpanan.
Baca juga:Demurrage Beras Bulog Dianggap Ngawur
Menurut Nailul, praktik mark-up ini sudah lama terjadi dan menjadi sumber keuntungan bagi oknum pejabat dan mafia impor. Ia mengungkapkan bahwa harga impor beras menggunakan metode CIF seharusnya hanya Rp8.595 per kilogram, tetapi dalam dokumen realisasi impor tercatat Rp9.900 per kilogram, dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) mencapai Rp10.900 per kilogram.
Laporan ke KPK menyebutkan bahwa Arief Prasetyo Adi dan Bayu Krisnamurthi terlibat dalam dugaan mark-up impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun, serta dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Baca juga:Mungkinkah beras singkong jadi solusi krisis pangan?
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, yang melaporkan kasus ini, menemukan indikasi praktik tidak sehat dalam penentuan harga oleh Bapanas dan Bulog, sehingga terdapat selisih harga yang signifikan.
Hari Purwanto mengungkapkan bahwa perusahaan Vietnam, Tan Long Group, memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras dengan harga 538 dolar AS per ton (FOB) dan 573 dolar AS per ton (CIF), tetapi harga realisasi impor jauh di atas penawaran tersebut.
BPS mencatat bahwa pada Maret 2024, Indonesia mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton senilai 371,60 juta dolar AS, dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton, yang menunjukkan adanya dugaan mark-up senilai 82 dolar AS per ton. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, estimasi selisih harga mencapai Rp2,7 triliun.
Baca juga:Harga beras masih tetap tinggi, kendati harga gabah turun
Hari juga menyoroti dugaan kerugian negara akibat demurrage sebesar Rp294,5 miliar karena tertahannya 490 ribu ton beras impor di pelabuhan pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.
Hari mendesak KPK untuk segera memeriksa Arief Prasetyo Adi dan Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengadaan impor beras ini.(RS)
sumber : Inilah.com