PHK Berdampak Besar bagi Para Pekerja
Jakarta , (Mas Reko)–Olyvia, seorang pekerja perempuan di Jakarta, merasa kesal dan menyesal karena hanya diberi waktu dua minggu untuk mempersiapkan diri sebelum terkena PHK. Ia masih jengkel saat menceritakan bagaimana dirinya diberhentikan dari perusahaan lamanya di industri kecantikan.
Baca juga: Penurunan Manufaktur dan PHK di Indonesia
Menurutnya, pemberitahuan H-14 terlalu mendadak dan tidak memberinya cukup waktu untuk mencari pekerjaan baru.
“Banyak hal yang tidak mengenakkan hati, seperti cuti yang tidak bisa diuangkan, gaji yang tidak diterima penuh, dan belum ada persiapan untuk pekerjaan baru,” ujar Olyvia kepada BBC News Indonesia.
Dengan keadaan yang mendesak seperti itu, dia merasa bingung harus bagaimana, terutama untuk merencanakan langkah selanjutnya atau mencari pekerjaan dalam waktu singkat. Olyvia sebenarnya sudah dua kali mengalami PHK—pertama kali pada tahun 2022 di sebuah startup pendidikan online dan terakhir pada Juli 2024.
Saat PHK kedua, ia dipanggil atasannya untuk berbicara empat mata dan diberitahu bahwa perusahaannya sedang melakukan efisiensi sehingga ia termasuk dalam daftar karyawan yang harus diberhentikan. Ia hanya bisa diam mencoba memahami situasi hingga akhirnya menandatangani surat PHK.
Baca juga: Gelombang PHK di Sektor Pabrik dan Perkantoran
“Orang bilang, seharusnya PHK kedua lebih siap, tapi menurut saya kondisi sekarang berbeda,” ungkap Olyvia. “Saat PHK tahun 2022, saya merasa ada dukungan karena banyak yang mengalami hal serupa. Tapi sekarang saya merasa sendirian karena teman-teman di kantor mengira saya resign, bukan kena PHK. Kurangnya keterbukaan ini yang saya sesali.”
Selain Olyvia, ada lima pekerja lain di perusahaannya yang terkena PHK. Namun, menurutnya, tanda-tanda PHK sudah terlihat sejak akhir tahun 2023, seperti bonus tahunan yang biasanya besar dipotong setengah dan beberapa rekan kerja yang tiba-tiba keluar tanpa penjelasan.
“Jadi saya mulai curiga, apakah mereka benar-benar resign atau kena PHK?” tambahnya.
Baca juga:Pabrik Tekstil Besar di Jawa Tengah Tutup, 8.000 Pekerja Terkena PHK
Olyvia hanya menerima pesangon sebanyak dua kali gaji ditambah upah yang dihitung secara proporsional. Ia berencana menyimpan uang tersebut sebagai cadangan jika belum mendapatkan pekerjaan baru dalam beberapa bulan ke depan. Ia harus lebih berhemat sekarang, seperti mengurangi nongkrong bersama teman dan mengurangi uang bulanan yang diberikan kepada orang tua.
Nabila, pekerja perempuan di Jakarta lainnya, mengalami nasib serupa. Ia di-PHK dari sebuah startup e-commerce besar di Indonesia pada awal Agustus lalu dengan alasan perubahan arah bisnis. “Saya termasuk dalam gelombang pertama PHK, dan tiga minggu kemudian ada gelombang kedua,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Dalam tim Nabila, sebanyak 14 orang terkena PHK. Menurutnya, PHK massal atau pemutusan kontrak sudah terjadi sejak akhir tahun 2022. Menyadari situasi seperti ini, Nabila yang sedang mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) merasa was-was namun pasrah jika sewaktu-waktu di-PHK lagi.
Baca juga: Klaim Ekonomi RI Membaik, Pabrik Tutup dan PHK Meluas
“Di setiap bulan pasti ada PHK diam-diam, diberhentikan tapi statusnya resign,” ujarnya, menjelaskan fenomena yang sering terjadi di startup lain juga.(RS)
Sumber : BBC Indonesia.