Ekspor Pasir Laut Tak Mendongkrak Pendapatan Negara


Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah/Ist

 


Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah/Ist/rmol)

J AKARTA, (Mas Reko )–Pemberlakuan Permendag Nomor 20 Tahun 2024 yang menjadi dasar hukum legalisasi eksploitasi pasir laut dianggap sebagai langkah yang salah. Sebelumnya, selama dua dekade, ekspor pasir laut dilarang karena merusak lingkungan laut dan memicu bencana alam.

Baca Juga :  Proyek Pulau Rempang: Masyarakat Pasir Panjang Senantiasa Tolak Relokasi

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, menyarankan pemerintah untuk menahan diri dalam mengizinkan penambangan pasir laut.

“Ekspor pasir laut sudah dilarang sejak awal tahun 2000-an karena berdampak negatif terhadap lingkungan, perluasan wilayah Singapura, dan masalah di perairan kita,” ungkap Prof. Didik kepada Kantor Berita RMOL, Senin (16/9).

Menurutnya, kebijakan sebelumnya hendaknya tetap dipertahankan mengingat alasan-alasan tersebut. Ia juga menambahkan bahwa Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tampaknya merupakan upaya pemerintah untuk mencari alternatif pendapatan di luar pajak dengan mengeksploitasi sumber daya alam. Hal ini dilakukan guna menutupi defisit utang negara yang signifikan.

lustrasi pengerukan pasir laut. Shutterstock/Tempo.co

Namun, Prof. Didik berpendapat bahwa legalisasi penambangan pasir laut tidak akan secara signifikan meningkatkan pendapatan negara yang mampu menutup utangnya.

Baca Juga : Timah Ilegal Gagal 4 Ton Diselundupkan

“Pendapatan dari ekspor pasir tidak cukup untuk melunasi utang yang sangat besar,” ujar Prof. Didik.

Kebijakan yang Kurang Tepat

Di samping itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, yang kembali membuka peluang ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang.

“Saya berharap pemerintah tidak sembarangan dalam membuat kebijakan ini. PP tersebut perlu dikaji ulang atau bahkan dibatalkan,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Jumat (9/6).

Luluk mengingatkan bahwa Indonesia seharusnya belajar dari pengalaman masa lalu terkait ekspor pasir laut yang menuai banyak penolakan. Pembukaan ekspor pasir laut berisiko melegalkan kembali praktik ilegal di masa lalu.

Politikus PKB ini juga menegaskan bahwa dampak negatif dari ekspor pasir laut lebih besar daripada manfaatnya.

Baca Juga : Nasib Proyek 300 Pulau Buatan Senilai Rp195 Triliun yang Terbengkalai di Dubai 

Kekhawatiran Atas Kebijakan Ekspor Pasir Laut

Sementara itu Politikus PKS dan anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, menyoroti ketidaktransparanan PP Nomor 26 Tahun 2023. Ia menekankan perlunya ruang diskusi terbuka mengenai kebijakan ini, karena ada kekhawatiran bahwa oknum-oknum tertentu bisa memanfaatkan kebijakan ini untuk keuntungan pribadi.

Ilustrasi pasir laut. (foto > Tribun jabar/Bangka Pos)

“Kami mendukung jika kebijakan ini benar-benar memberikan kontribusi signifikan terhadap PNBP,” kata Slamet, Rabu (14/6).

Slamet juga menyimpulkan apakah kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mencapai target PNBP sebesar Rp 6 triliun yang diusulkan Menteri Sakti Wahyu Trenggono.

Baca Juga :  Anak Bidaya Terdampak Polusi Tambang di Buluri

Ia diperingatkan agar jangan sampai sampai kepentingan ekonomi merusak keseimbangan ekologi, yang berpotensi menghancurkan lingkungan laut Indonesia.( RS)

 

sumber : rmol.id

Berita Terkait

Top