Deflasi Indonesia: Stabilitas Harga Pangan dan Dampaknya pada Ekonomi
Jakarta, (Mas Re)–Indonesia baru saja mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, yang memunculkan berbagai pandangan mengenai kondisi ekonomi saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa deflasi ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga pada komponen harga bergejolak, terutama terkait dengan komoditas pangan.
Baca juga : Ekonomi RI dalam Masalah: Tanda-Tanda Baru Muncul
Hal ini membuat harga makanan di pasar menjadi lebih stabil, yang dianggap sebagai perkembangan positif, terutama bagi masyarakat dengan pengeluaran dominan pada kebutuhan pangan.
Pengaruh Deflasi pada Masyarakat Menengah Bawah
Menurut Sri Mulyani, stabilitas harga pangan di pasar memberikan keuntungan bagi masyarakat, terutama bagi kelompok menengah ke bawah yang pengeluarannya banyak didominasi oleh belanja makanan. Dengan menurunnya harga pangan, daya beli masyarakat untuk kebutuhan pokok menjadi lebih baik, yang juga didukung oleh kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan berbagai program bantuan sosial (bansos).
Baca juga :Bukan Halusinasi! Ini Bukti Ekonomi Indonesia Sedang Dalam Masalah
Namun, pakar ekonomi dan kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengingatkan bahwa deflasi juga bisa menjadi indikasi penurunan daya beli masyarakat. Ia menekankan bahwa kondisi ini memperlihatkan adanya ketimpangan ekonomi antara kelas menengah ke atas dan kelas menengah ke bawah, di mana kelompok bawah semakin kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Kondisi Ekonomi Indonesia Menurut Bank Indonesia
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, menegaskan bahwa deflasi selama lima bulan berturut-turut ini belum tentu mencerminkan pelemahan ekonomi Indonesia. Ia menjelaskan bahwa inflasi Indonesia tetap berada dalam rentang target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni 2,5% ± 1%.
Baca juga :Klaim Ekonomi RI Membaik, Pabrik Tutup dan PHK Meluas
Stabilitas inflasi ini menunjukkan bahwa perekonomian masih terkendali dan tidak memerlukan intervensi kebijakan yang drastis.
Meskipun demikian, beberapa ahli menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap deflasi yang terus berlanjut. Fenomena ini, menurut Muhammad Andri Perdana dari Bright Institute, bisa menjadi tanda bahwa masyarakat kelas pekerja semakin kesulitan dalam berbelanja. Kondisi ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri, yang berdampak langsung pada penurunan daya beli.
Dampak Deflasi pada Sektor UMKM
Efek dari penurunan daya beli masyarakat juga dirasakan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Eli Kamilah, pemilik kedai kopi di Subang, Jawa Barat, menyatakan bahwa bisnisnya mengalami penurunan pelanggan secara signifikan. “Biasanya bangku penuh, sekarang yang beli cuma lima orang,” ungkapnya, seperti dikutip BBC Indonesia.
Deflasi yang dialami Indonesia dalam beberapa bulan terakhir memberikan dampak yang beragam pada perekonomian. Di satu sisi, stabilitas harga pangan membawa manfaat bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Baca juga :Waspadai krisis ekonomi, ditengah klaim ekonomi baik-baik saja
Namun di sisi lain, ketimpangan ekonomi dan penurunan daya beli menjadi isu yang harus diwaspadai oleh pemerintah dan pelaku ekonomi. Meski inflasi masih dalam kendali, tantangan bagi pemulihan ekonomi pasca-pandemi tetap ada, terutama dalam memastikan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.(RS)