Bambang Susantono Mundur sebagai Ketua Otorita IKN, Pengamat: Ini Sinyal Masalah Finansial IKN
“Pengunduran diri ini mengirim sinyal bahwa kondisi finansial IKN bermasalah dan serius. Tekanan besar dirasakan karena pemerintah belum bisa mencari dana selain mengandalkan APBN,” kata Bhima dalam diskusi media daring di kanal YouTube Sahabat ICW, Rabu, 5 Juni 2024.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira usai diskusi mengenai hasil survei persepsi publik terhadap JETP di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2023. TEMPO/Amelia Rahima Sari.
Jakarta, (Mas Reko) – Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyatakan bahwa pengunduran diri Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe sebagai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN mencerminkan adanya tekanan terkait kondisi finansial IKN. Menurut Bhima, masalah finansial IKN terkait dengan ketidakmampuan pemerintah menarik investor dan ketergantungan pada APBN.
Baca juga : Kepala Otorita IKN Mundur, Basuki: Presiden Tak Perlu Kemping Lagi
“Pengunduran diri ini mengirim sinyal bahwa kondisi finansial IKN bermasalah dan serius. Tekanan besar dirasakan karena pemerintah belum bisa mencari dana selain mengandalkan APBN,” kata Bhima dalam diskusi media daring di kanal YouTube Sahabat ICW, Rabu, 5 Juni 2024.
Kesulitan mencari investor membuat pemerintah harus menggunakan APBN, yang memiliki keterbatasan. Bhima khawatir pemerintah akan mengambil langkah lain agar proyek IKN tidak membebani APBN, seperti mengikat Otorita IKN dengan Indonesia Investment Authority (INA) untuk mencari dana dalam bentuk utang.
“Ini sebenarnya bukan investasi, melainkan utang. Jadi IKN dibiayai bukan oleh investasi langsung, tetapi oleh surat utang yang meningkatkan risiko,” ujar Bhima.
Baca juga : Mundur dari Jabatan Wakil Kepala Otorita, Dhony Rahajoe: Saya Dukung Keberhasilan IKN Sesuai Tujuannya
Bhima juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait program Tapera, yang dianggap sebagai solusi mudah pemerintah untuk mendanai IKN melalui pengumpulan dana publik. Ia mencatat bahwa pengumpulan dana publik yang tidak transparan biasanya hanya menjadi surat utang negara.
“Jika IKN masih akan dibiayai oleh APBN dalam jangka panjang, maka dana publik akan ditempatkan dalam surat utang pemerintah, yang kemudian digunakan untuk berbagai proyek, termasuk IKN,” jelas Bhima.(RS)
Sumber: Tempo.co