Cerita WNI yang menanti evakuasi dari Jalur Gaza di tengah ‘pengepungan total’ Israel


Warga Palestina yang membawa barang- barang mereka melarikan diri ke daerah yang lebih aman di Kota Gaza pada 13 Oktober 2023, setelah serangan udara Israel. Israel telah menyerukan relokasi segera bagi 1,1 juta orang di Gaza di tengah pemboman besar-besaran yang dilakukan Israel sebagai pembalasan atas serangan Hamas, dan PBB memperingatkan konsekuensinya yang “menghancurkan”.(AFP/Mahmud Hams

Jalur Gaza , (Mas Reko)—Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan rencana evakuasi ratusan warga Indonesia yang berada di wilayah Gaza maupun di Israel. Namun, upaya itu menghadapi berbagai tantangan di tengah misi ‘pengepungan total’ Israel terhadap Jalur Gaza, rumah bagi 2,2 juta warga sipil.

BBC News mengabarkan tentang kisah WNI yang menanti evakuasi dari Jalur Gaza. Bukan sekadar kisah biasa saja, melainkan kisah yang luar biasa di tengah kepungan Israel. Saya berbagi kisah ini kepada pembaca yang mungkin menginspirasi pembaca. Selamat menikmati dan carilah sumber inspirasinya

38 WNI yang menetap

Di Israel, terdapat 38 WNI yang menetap dan 94 pelajar atau mahasiswa yang sedang pelatihan. Mereka rencananya akan dievakuasi melalui jalur darat menuju wilayah Yordania.

Pada Jumat (13/10) pukul 15.31 WIB, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, mengatakan empat WNI berhasil dievakuasi dari beberapa titik di Israel menuju Yordania.

Baca yuk Kamar mayat di rumah sakit terbesar di Gaza penuh sesak

“Empat WNI tersebut saat ini telah aman dan selamat berada di wilayah Yordania setelah melakukan perjalanan darat sekitar dua jam melalui perbatasan Jordan River Crossing/Sheikh Hussein,” kata Judha

Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Yordania dan Palestina, Ade Padmo Sarwono, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa evakuasi menghadapi tantangan “karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel”.

Sementara itu di Jalur Gaza, terdapat 10 WNI yang mayoritas menjadi relawan kemanusiaan, dari total 45 WNI di Palestina.

Belum bisa dievakuasi

Upaya untuk mengevakuasi mereka yang ingin meninggalkan wilayah itu masih belum memungkinkan karena pintu perbatasan di Rafah, jalan satu-satunya ke Mesir, ditutup akibat serangan udara oleh Israel, lanjut Ade Padmo.

Suar yang digunakan tentara Israel di Jalur Gaza [Mahmud Hams/AFP]

Ditambah lagi, kata seorang WNI yang menjadi relawan di Gaza, Abdillah Onim, situasi belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan. “Bom sana sini dan akses jalan hancur, rusak,” katanya.

Pengamat Timur Tengah menganalisis, eskalasi perang antara Israel dan kelompok Hamas yang mengendalikan wilayah Jalur Gaza akan semakin memanas ke depannya.

Ditambah lagi, ujarnya, adanya potensi intervensi dari pihak ketiga dalam konflik yang telah berlangsung selama enam hari itu, seperti kelompok Hizbullah, Iran, hingga terpecahnya sikap negara besar dunia.

Evakuasi WNI akan semakin sulit

Mengapa WNI hingga kini belum dievakuasi dari Gaza?

Baca yuk : Apa yang dipikirkan Hamas?

Serangan yang dilakukan oleh Israel ke wilayah Jalur Gaza telah berlangsung hampir sepekan, sejak Sabtu 7 Oktober 2023 lalu.

Aksi itu merupakan respons atas serangan ratusan milisi Hamas ke wilayah bagian selatan Israel.

Korban jiwa dari kedua pihak telah mencapai hampir 2.500 orang.

Kini Jalur Gaza berada dalam ‘pengepungan total’ oleh militer Israel. Mereka memutus aliran listrik serta memblokade bantuan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.

Fikri Rofiul Haq, seorang WNI yang menjadi relawan medis MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) di Rumah Sakit Indonesia, di Jalur Gaza, merasakan dampak besar dari pengepungan total Israel.

Fikri mengatakan dia dan rekan WNI lainnya hingga kini belum bisa dievakuasi.

“Kami sudah dikontak KBRI Amman, KBRI Kairo, dan Kemlu untuk segera evakuasi. Kami juga belum bisa mengevakuasi diri karena pintu perbatasan di Jalur Gaza masih ditutup,” kata Fikri.

Israel telah menutup penyeberangan Erez di bagian utara Jalur Gaza tanpa batas waktu.

Lalu, Penyeberangan Rafah, yang merupakan pintu keluar utama dari Gaza ke Mesir telah ditutup sejak Selasa (10/10) setelah pemboman Israel.

Onim belum bisa keluar

Warga Palestina dengan harta bendanya mengungsi dari rumah mereka menyusul serangan udara Israel di Kota Gaza pada 13 Oktober 2023. Mahmud Ham | AFP | Gambar Getty image)

WNI lain yang menjadi relawan, Abdillah Onim, juga masih belum bisa keluar dari Jalur Gaza.

“Saya dan keluarga memilih keluar dari Gaza menuju Mesir untuk menyelamatkan diri. Tapi sampai saat ini masih tertahan di dalam rumah,” kata Onim yang memiliki istri warga Palestina dan telah tinggal sekitar 13 tahun di Jalur Gaza.

Baca yuk :Nasib warga Gaza :’Di mana kami bisa bersembunyi ketika kematian datang dari langit?’

Onim mengatakan, dia kini tengah menunggu koordinasi lanjutan dari Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan juga Kemlu RI terkait rencana evakuasi itu.

“Tapi kendalanya sampai saat ini kantor ICRC belum beroperasi sampai saat ini. Lalu situasi di luar sana belum memungkinkan bagi kami untuk melakukan perjalanan. Bom sana sini, akses jalan raya hancur total,” kata aktivis kemanusiaan dari Nusantara Palestina Center itu.

“Dan pihak Israel melontarkan rudal ke kantor imigrasi perbatasan antara Gaza dan Mesir, namanya pintu Rafah, dan kini tidak beroperasi. Jadi sampai saat ini masih menunggu, semoga kami dilindungi,” kata Onim.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengatakan hingga saat ini pemerintah belum mengevakuasi WNI di Jalur Gaza karena situasi belum aman.

“(Kapan akan mulai menyelamatkan WNI dari Gaza) nggak tahu. Begitu situasi dinilai aman. Yang menilai aman bukan hanya kami, tapi komunikasi kami dengan banyak pihak. Kami akan menggerakkan,” kata Retno di Bali, Rabu (11/10).

Pemerintah sudah siapkan segalanya

Meski begitu, Retno menegaskan bahwa pemerintah sudah menyiapkan segala yang dibutuhkan untuk penyelamatan para WNI di Gaza. Antara lain, berkomunikasi dengan Presiden Palang Merah Internasional, rencana penyelamatan, hingga daftar nama para WNI.

“Jadi, data sudah ada dan rencana penyelamatannya sudah ada. Masalahnya, situasinya masih belum memungkinkan untuk dilakukan pergerakan,” kata Retno.

Bagaimana kondisi WNI di Jalur Gaza

Fikri dari MER-C menjelaskan, kini hampir 80% pasokan listrik di Jalur Gaza telah padam. Pasokan makanan dan bahan kebutuhan dasar lain juga semakin menipis.

Baca yuk : NCW temukan kejanggalan dari Xinyi Glass, investor proyek Rempang Eco City

“Para WNI di Jalur Gaza mengalami kesulitan pasokan pangan dan air yang sudah sedikit dan juga tentunya kesulitan berkomunikasi karena jaringan internet hampir semua terputus, dan hanya bisa mengandalkan kartu lokal yang berkecepatan 2G,” kata Fikri.

Sekitar 80% populasi di Gaza menggantungkan kebutuhan pokok mereka dari bantuan internasional.

Sementara untuk pasokan listrik, hampir dua pertiganya berasal dari Israel, dan sisanya berasal dari Pembangkit Listrik Gaza (GPP). Namun, pasokan gabungan listrik tersebut hanya memenuhi kurang dari setengah permintaan.

Senada, Onim mengatakan, kelangkaan pasokan bahan makanan, air, dan obat-obatan itu disebabkan oleh aksi Israel yang memblokade masuknya bantuan dari luar.

Perempuan mengungsi di jalanan Jalur Gaza pada Rabu (10/11/2023).

Dia pun menyebut kondisi di Jalur Gaza seperti “kota mati, tidak ada pergerakan. Reruntuhan rumah dan bangunan menutupi jalan raya membuat evakuasi korban yang tertimpa reruntuhan semakin sulit,” kata Onim.

“Kami tidak bisa ke mana-mana karena di luar seperti hujan bom,” ujar Onim.

Setidaknya 200.000 orang telah mengungsi karena takut nyawa mereka terancam atau karena sudah kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel. Sebagian besar mengungsi sementara di bangunan sekolah-sekolah yang didirikan PBB.

Baca yuk : Hasil laut Pulau Rempang melimpah, warga bisa untung hingga jutaan rupiah dari teripang

Secara umum, lebih dari 75% populasi Gaza – sekitar 1,7 juta orang – terdaftar sebagai pengungsi, menurut PBB. Lebih dari 500.000 di antaranya tinggal di delapan kamp penuh sesak yang terletak di seluruh Jalur Gaza.

Bagaimana kondisi Rumah Sakit Indonesia di Gaza?

Kondisi Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza disebut mengalami kerusakan parah, namun terus memberikan pelayanan kesehatan.

Fikri menjelaskan banyak plafon bangunan itu yang hancur akibat suara dentuman rudal di sekitar RS.

Selain bangunan yang rusak, Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad, mengatakan, RS Indonesia juga mengalami kekurangan bahan medis di tengah membeludaknya jumlah pasien yang berdatangan.

“Rawat inap tidak ada lagi tempat. Pasien di selasar RS, yang penting masuk saja. Yang meninggal tidak lagi bisa masuk ke kamar mayat karena sudah penuh semua. Obat bius, alat bedah, infus, dan segala obat semakin menipis,” kata Sarbini.

Baca yuk : Bermukim di negeri resesi, lantas…

“Apalagi sekarang pasokan listrik mati, bahan makanan kurang. Jadi pasien cari makan sendiri. Ini sangat memprihatinkan,” lanjutnya.

Bagaimana eskalasi konflik ke depan?

Pengamat politik Timur Tengah, Hasibullah Satrawi, mengatakan, eskalasi konflik antara Israel dan Hamas berpotensi semakin meningkat ke depannya.

Konflik ini akan mencapai titik puncak jika Israel melancarkan serangan darat, walaupun hal itu tidak akan mudah dilakukan.

“Israel ini melakukan serangan balasan dengan nama apapun. Sesi puncaknya adalah serangan darat. Artinya jika serangan darat dilakukan berarti mencapai puncak konflik karena Israel masuk ke dalam wilayah Hamas,” kata Hasibullah.

Sementara itu, pengamat politik timur tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menganalisis, perang Israel dan Hamas ini akan berlangsung lebih lama dari konflik-konflik sebelumnya.

Ditambah lagi, Yon melihat ada potensi pihak eksternal yang akan terlibat dalam konflik ini. Siapa mereka?

Baca yuk : Banjir Libya : Ditemukan mayat-mayat yang membusuk di laut

Pertama adalah kelompok Hizbullah yang salah satunya berada di Libanon, berbatasan langsung dengan Israel.

Dilansir dari Reuters, Israel telah menembakan rudal-rudal ke wilayah selatan Lebanon yang berbatasan dengan Israel, yang menewaskan beberapa anggota Hizbullah. Pihak Hizbullah juga telah menembakan rudal sebagai respon atas terbunuhnya anggotanya itu.

Hizbullah adalah kelompok milisi Syiah yang mendapat sokongan dari Iran.

Dua wanita Palestina di Gaza pada hari Sabtu setelah salah satu putra mereka terbunuh.Kredit…Samar Abu Elouf untuk The New York Times

Kedua adalah Iran “karena Hamas sebagai kekuatan perlawanan mendapat banyak dukungan dari pelatihan hinggan finansial dari Iran,” kata Yon.

Sebuah laporan yang diterbitkan surat kabar Wall Street Journal mengutip anggota Hamas yang tidak disebutkan namanya dan gerakan gerilya Hizbullah di Lebanon mengatakan bahwa Iran memberi lampu hijau pada serangan Sabtu (07/10) itu.

Ghazi Ahmad, juru bicara Hamas, berkata pada BBC bahwa kelompok itu mendapat dukungan langsung dari Iran – yang berjanji untuk “berdiri bersama pejuang Palestina hingga pembebasan Palestina dan Jerusalem – untuk melakukan serangan.

“Selain Hizbullah dan Iran, ada juga milisi di Suriah hingga milisi Houthi di Yaman yang berpotensi memperluas dan memperpanjang perang ini,” kata Yon.

Selain itu, terpecahnya sikap negara-negara besar dunia juga turut mempengaruhi penyelesaian konflik ini.

Baca yuk : Pasca Gema Maroko : Mengkhawatirkan perdagangan wanita muda lewat medsos

“Amerika dan beberapa negara Eropa pro dengan Israel. Tapi Rusia dan China mengkritik dan menyalahkan dunia barta atas apa yang terjadi,” ujar Yon.

Jika konflik semakin luas dan berkepanjangan, Yon menilai, proses evakuasi WNI akan semakin sulit. Dia pun meminta pemerintah Indonesia untuk bergerak cepat menyelamatkan WNI tersebut. (Reko Suroko)

Sumber : BBC News

Berita Terkait

Top