Kepala BP Batam diam, ketika dituding bekingi dalam konflik Pulau Rempang


Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam Muhammad Rudi ketika ditemui di Komplek DPR RI, Rabu, 13 September 2023. Tempo/Riri Raha yu

Rempang, ( Mas Reko ) —-Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengingat ketika dimintai tanggapan ihwal tudingan komisioner Komnas HAM adanya dugaan lembaga jadi beking pengusaha dalam kasus konflik di Pulau Rempang. Rudi justru meminta bukti pernyataan Komnas HAM berupa berita.

“Ini buktinya, tanggapannya seperti apa?” tanya jurnalis Tempo kepada pimpinan BP Batam itu usai Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Bahlil Lahadalia dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala BP Batam Muhammad Rudi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023.

Baca yuk :  Presiden meresmikan kereta berkecepatan tinggi, bagian dari Belt and Road Tiongkok

Namun, Rudi tidak menjawab pertanyaan dan bukti yang sudah diberikan kepadanya. Kepala BP Batam itu baru saja keluar ruang rapat Komisi VI DPR di belakang Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.

Komnas HAM menduga ada beking

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo menduga pemerintah menjadi beking pengusaha di proyek Rempang Eco-City. Proyek ini tentang warga dan menimbulkan konflik yang belum selesai hingga kini.

“Bekingnya adalah pemerintah sendiri, BP Batam-nya ini,” kata Prabianto saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 September 2023.

Prabianto mengatakan, dugaan ini dapat dilihat dari kebijakan proyek Rempang Eco-City yang lebih berpihak kepada investor dengan mengorbankan hak-hak warga. Ketika Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi untuk memindahkan lokasi proyek, Prabianto mencontohkan, mereka kukuh untuk menggunakan lahan warga di sana dengan berbagai alasan.

Dalam konflik di Pulau Rempang, Komnas HAM mengatakan sudah mengetahui bagaimana kiprah Tomy Winata selaku pemilik perusahaan pengembang PT Mega Elok Graha yang memiliki hubungan pemerintah dan aparat yang sangat kuat. “Itu sudah menjadi rahasia umum,” kata dia.

Baca yuk :  NCW menemukan kejanggalan dari Xinyi Glass, investor proyek Rempang Eco City

Perusahaan pengembang PT Mega Elok Graha (MEG) yang merupakan anak perusahaan milik Tomy Winata akan membangun di kawasan Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Pulau digadang-gadang ini akan dijadikan sebagai Kawasan Rempang Eco-City untuk lokasi berbagai industri, mulai dari pariwisata, jasa, hingga perumahan.

Penyerobotan tanah

Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid mengatakan, keppres itu berpotensi dinilai sebagai penyerobotan hak-hak tanah rakyat oleh negara. “Kecuali kalau mereka tinggal di tanah atau hutan yang kosong,” kata dia

Warga Rempang, kata dia, sudah tinggal di pulau itu sebelum ada Keppres Nomor 28 Tahun 1992. “Bahkan sebelum ada pemkot, sebelum Indonesia merdeka bahkan mereka rela menyerahkan kedaulatannya kepada Indonesia,” ujar Nusron Wahid.

Pemerintah, ucap dia, harus memilih tanah yang sudah dan belum ditempati oleh warga. “Tidak kemudian itu dianggap sebagai wilayah otorita Batam,” kata Nusron Wahid.

Kok mirip VOC

Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid menyebut Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau BP Batam mirip dengan VOC karena mengklaim tanah di Pulau Rempang secara sepihak.

Baca yuk : Ketika APBN dijaminkan utang cepat, maka ketidakadilan sedang terjadi 

“Sebelum terbitnya Keppres Nomor 28 Tahun 1992 di lokasi Pulau Rempang yang hektare sudah ada penduduknya apa yang belum?” ujaran dia dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Kepala BP Batam Muhammad Rudi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2022.

Bangunan milik warga, menurut Nusron, sudah berdiri di Pulau itu sejak tahun 1830. “Terus di mana logika dan nilai kemanusiannya hanya lembaran Kepres Nomor 28 Tahun 1992, wilayah penduduk tanahnya yang sudah dijajah kemudian dianggap menjadi tanah negara,” ujar politikus Golkar itu.

Jika diklaim secara pihak, kata dia, tak ada bedanya BP Batam dengan VOC. “Kalau cara berpikir seperti itu, apa bedanya BP Batam itu dengan VOC yang hanya mengukir garis panjang lalu dianggap wilayahnya,” ujar dia.

Menurut dia, VOC mengklaim tanah secara sepihak tanpa memedulikan warga juga memiliki hak di sana.

Baca yuk :  Banjir Libya : Ditemukan mayat-mayat yang membusuk di laut

“Apa jangan-jangan BP Batam pun masih memandang mereka adalah inlander yang tidak punya hak sama dengan warga negara lain,” tanya Nusron.( Reko Suroko )

Sumber: Tempo.co

Berita Terkait

Top