Kereta cepat Jakarta-Bandung Tak seindah cerita para artis, kebun masyarakat rusak akibat proyek itu
Ade Supriatna (62) mencongkel urukan material proyek kereta cepat yang menutupi area kebunnya di Kampung Ciganda, RT 2 RW 6, Desa Rende, Kecamatan Cikongwetan, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (16/9/2023). Urukan proyek tersebut membuat warga tak bisa lagi menanami sawah dan kebunnya. /Pikiran Rakyat/Bambang Arifianto)
Bandung, (Mas Reko) – Ade Supriatna, 62 tahun, saat ini mesti mencongkel bebatuan serta material urukan proyek kereta cepat yang menutup kebunnya. Posisi kebun dengan luas 460 m persegi itu terletak di dekat tempat tinggalnya, Kampung Ciganda, RT 2, RW 6, Desa Rende, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.
Hal tu dikerjakannya untuk mengembalikan lagi lahan produktifnya yang semenjak 2019 terserang proyek sepur kilat itu. Lahan itu disewakan buat jalur pembuangan proyek terowongan sepanjang 2 tahun.
Kembalikan urukan
Awal mulanya Ade enggan menyewakan kebunnya sebab harga sewa dinilai rendah ialah Rp50.000 per m “Ka dieu naek Rp55 ribu. Nembe dipasihkeun (Penawaran sewa kesimpulannya naik Rp55 ribu. Baru aku berikan),” ucap Ade di kediamannya, Sabtu, 16 September 2023.
Baca yuk: Rupanya Aku Tak Muda Lagi, Aku Lansia
Ia juga menerima duit sewa senilai Rp62 juta. Tidak hanya sewa lahan, duit tersebut pula berasal dari penggantian tanaman-tanaman Ade. Walaupun begitu, dia mengaku pernah memohon pihak kontraktor proyek supaya lahannya dikembalikan seperti semula, setelah usai.
Tetapi permintaan itu ditolak dengan alasan lahan-lahan lain yang terkena proyek lebih dahulu semacam di daerah Dangdeur pula tidak dikembalikan wujudnya semacam saat sebelum proyek. Lahan produktif Ade yang awal mulanya ditanami pala serta cengkeh berganti sehabis ditimbun tanah serta material buat jalan pembuangan terowongan.
Sehabis masa sewa rampung, ia telah tidak dapat lagi menanami kebunnya yang sudah tertimbun tersebut. “Teu acan aya nu kapelakan (Belum terdapat yang dapat ditanami),” ucapnya.
Walaupun susah ia mengakalinya dengan mencongkel material urukan itu demi mengembalikan kebunnya semacam dahulu “Cul kitu we teu dikembalikan semacam biasa (Pihak proyek meninggalkan begitu saja, tidak mengembalikan semacam semula),” tuturnya. Sebagian material semacam pasir serta batu yang dapat dicongkel pula dimanfaatkannya buat dijual.
Baca yuk:Berwisata Dengan Keluarga Besar
Ade yang saat sebelum proyek mempunyai pemasukan selaku petani di lahannya, berganti jadi penggarap lahan orang lain. Dia kesimpulannya menggarap lahan pamannya sebab kebunnya tidak dapat ditanami. Dikala ditanya lebih banyak khasiat ataupun rugi dari menyewakan lahan, dia mengaku lebih banyak mudaratnya. “Teu tiasa dipelakan (Kebun aku tidak dapat ditanami lagi),” ucapnya
Pahit seragam
Cerita pahit seragam pula dirasakan sebagian masyarakat Kampung Pasirsalam, Desa Sempur, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta. Material proyek menimbun sawah-sawah masyarakat di situ
Salah satu masyarakat yang terkena akibat itu adalah Suparman, 45 tahun. Sawahnya seluas 841 m persegi tertutup urukan tersebut. Dia mengatakan penumpukan terjalin sekira 2018. Pihak kontraktor proyek kereta kilat itu menghadiri masyarakat Pasirsalam dengan maksud mengontrak sawah buat pembuangan urukan.
Sawah itu dihargai Rp50 ribu per m dikala itu. Total masa kontrak, tutur Suparman, menggapai 2 tahun. Pada periode dini kontrak berlangsung setahun. Setelah itu diperpanjang 2 kali, masing-masing 6 bulan.
Selepas masa kontrak kelar, sawah juga berganti jadi gunungan material pembuangan semacam tanah serta coran beton. Bentang sawah yang lebih dahulu berbentuk legok ataupun miring ke dasar berganti jadi datar.
Timbunan proyek apalagi hampir sama besar dengan tumbuhan kelapa yang terletak di bawah zona persawahan itu. Suparman sama sekali telah tidak dapat menanami lahannya. “Dipelakan cau teu jadi. Tanahna ge panas da namina batu (Ditanami pisang pula tidak berkembang Tanahnya pula panas, namananya pula urukan batu),” ucapnya di Pasirsalam, Pekan 30 Juli 2023.
Baca yuk:Di Cina terjadi panas yang ekstrem dan banjir yang hebat
Suparman juga telah tidak dapat memperoleh beras hasil dari sawahnya. “Nya meser we sehari-hari mah (Beras buat kebutuhan sehari-hari, saat ini jadi membeli),” ucapnya
Masyarakat Pasir Salam
Nasib yang sama dirasakan masyarakat Pasir Salam yang lain Hasanudin, 42 tahun. Dia pula menyewakan sawahnya seluas 1.291 m persegi. Total durasi sewanya pula 2 tahun dengan sebagian kali perpanjangan.
Dia mengaku nilai sewa per m sawah yang diterima masyarakat cuma Rp45.000. Dia mengaku ingin menerima kontrak sebab sawahnya sudah rusak akibat urukan proyek. Bila bertahan juga ataupun tidak melepas sawah guna disewa, nasibnya sami mawon. Soalnya, sawah-sawah masyarakat lain di dekat sawah Hasanudin sudah dikontrakkan.
“Ari nu abdi di tengah, sami oge turun sebaliknya posisi sawah aku ditengah, senantiasa saja terserang urukan dari sawah yang sudah disewa),” tuturnya.
Hasanudin pula memperlihatkan pesan Perjanjian Konsumsi Lahan antara dirinya dengan High Speed Railway Contractor Consortium Project Team PT Wijaya Karya (Persero) Tbk bertarikh Senin 18 April 2022 dengan durasi sewa 6 bulan.
Apabila menilik penjelasan Hasanudin, pesan kontrak tersebut ialah sewa periode ketiga ataupun terakhir. Jumlah duit sewa menggapai Rp35.502.500. Sebaliknya harga sewa per m perseginya, tertera Rp27.500.
Yang menarik dalam pesan perjanjian tersebut tercantum pada Pasal 4 Penggunan. “Pada dikala berakhirnya masa sewa, PIHAK Kedua hendak mengembalikan lahan Kepada PIHAK KESATU dengan keadaan lahan apa terdapatnya serta tanah.” Yang diartikan pihak kesatu merupakan Hasanudin sendiri selaku penyewa tanah. Sedangkan pihak kedua, ialah Sudiyatmoko sebagai Deputy Project Manager High Speed Railway Contractor Concortium.
Walaupun begitu, Hasanudin melaporkan terdapat statment lisan dari pihak proyek menimpa pertanggungjawaban mengeruk urukan. “Engke beres mah satungtung aya perlengkapan dibeberes (Nanti sehabis beres, selama sejauh terdapat perlengkapan bakal dibereskan),” ucapnya.
Baca yuk:Memandang konflik Rempang melalui kacamata media asing. Bagaimana?
Dia mengaku pernah pula memohon ke pihak proyek supaya urukan di sawah itu dikeruk. Tetapi permintaan itu tidak diluluskan. “Majarkeun teh alatna tos teu araya (Alsannya, alatnya telah tidak ada),” kata Hasanudin.
Di balik keceriaan serta taburan pujian para pesohor kala uji coba bersama Jokowi, terdapat pahit masyarakat di dekat jalan kereta kilat yang dilintasi mereka. Kesengsaraan semacam itu barangkali tidak bisa jadi dialami oleh mereka yang tinggal di Istana ataupun kerap nongol di tv
Ataupun bisa jadi pembangunan proyek cuma buat kebanggaan elite yang berkuasa, namun menyengsarakan mereka yang jelata. Serta yang papa belum pasti dapat menaiki sepur tersebut semudah para pesohor serta pejabat berkuasa.(Reko Suroko)
Sumber : Pikiran-Rakyat. com