Pembelian beras di toko ritel dibatasi 10 Kg per hari
Indonesia impor beras. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA/ CNN Indonesia)
Jakarta, (Mas Reko)–Pembelian beras di toko ritel dibatasi , seorang pembeli hanya diperbolehkan membeli 10 kg per hari. Pembatasan itu terjadi di toko ritel di bilangan Jakarta Selatan. Tampak jelas setiap pembeli diperkenankan membeli dua kantong beras isi 5 kg/ kantong pada Senin (2/9/2023).
“Iya sekarang semua jenis beras lagi dibatasi pembeliannya, sekali transaksi cuma boleh bawa pulang 2 pcs ukuran 5 kg. Sudah dari awal September (2023) kemarin kalau tidak salah, semua Super Indo sama aturannya,” beber salah satu kru toko ritel tersebut.
Baca yuk : Kiamat Beras , Siapa pegang kuasa?
“Dibatasi karena kan stoknya sedikit, ada El Nino itu kan. Stoknya tipis sekarang, jadi dibatasi. Kalau sudah banyak lagi pasti tidak dibatasi,” sambungnya.
Pembatasan serupa juga terjadi di toko ritel lain, seperti Alfamart hingga Indomaret. Para petugas toko kompak mengatakan pembatasan ini berlaku sudah sejak satu hingga dua minggu belakangan.
Ada pembatasan di toko ritel
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey membenarkan pembatasan ini. Ia menyebut pembatasan dilakukan demi mengantisipasi aksi panic buying yang terjadi akibat mahalnya harga beras belakangan ini akibat imbas El Nino.
Akan tetapi, Roy berjanji pembatasan pembelian beras tak permanen. Peritel akan mencabut batas maksimal pembelian beras jika stok sudah melimpah, termasuk melalui pasokan dari impor.
“Ya, setelah impor tiba, pembatasan akan dicabut. Pembatasan ini sesuai arahan pemerintah untuk mencapai pemerataan. Rencananya, setelah impor 400 ribu ton, akan ditambah 1 juta ton pada awal 2024,” katanya saat dikonfirmasi.
Pasokan beras kian terbatas
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai langkah ritel membatasi pembelian beras menunjukkan pasokan beras kian terbatas. Ia yakin akar masalah sengkarut beras tak berubah, yakni terbatasnya produksi domestik.
Baca yuk : Perencanaan Pemerintah Soal Beras Kacau
Hal itu membuat Bulog tidak optimal menyerap beras dalam negeri untuk menjaga cadangan beras pemerintah (CBP).
Yusuf mendesak pemerintah serius mengatasi permasalahan ini. Terlebih, ia melihat harga beras naik konsisten sejak Agustus 2022-Agustus 2023.
Menurutnya, kenaikan itu menjadi pertanda masalah struktural beras yang serius.
Tak ada tendensi harga turun
“Pola kenaikan harga beras dalam setahun terakhir ini mengkhawatirkan karena tidak terdapat tendensi harga turun meski pemerintah telah mengimpor beras 500 ribu ton sejak akhir 2022,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
“Kemudian kita melalui panen raya dari Maret 2023-Juni 2023 dan tidak turun juga (harga beras) meski pemerintah di tahun ini telah menetapkan impor beras 2 juta ton dan cadangan beras Bulog kini telah di kisaran 1,5 juta ton,” imbuh Yusuf.
Menurutnya, kenaikan harga beras yang liar bisa merambat ke pangan lain. Terlebih masih ada ancaman El Nino.
Jika dibiarkan katanya, gejolak harga pangan ini akan merembet ke inflasi Indonesia yang berpotensi terdorong ke kisaran 4 persen.
Data pemerintah bohong
Analis Kebijakan Pangan Syaiful Bahari mempertanyakan keabsahan data pemerintah soal stok beras saat ini, termasuk hasil impor. Pasalnya, ia meyakini pembatasan pembelian beras di toko ritel jadi bukti kelangkaan.
Ia menyebut kelangkaan beras sudah terjadi sejak tahun lalu karena produksi nasional turun. Penurunan diperparah banyaknya gagal panen di awal 2023 ini.
Baca yuk :Larangan ekspor CPO dan Migor, Belum Ngefek ke Harga Migor
Di tengah kegagalan itu katanya, solusi pemerintah hanya impor dan impor.
Syaiful menyebut impor kali ini tidak mudah karena para negara eksportir beras membatasi diri dan bahkan menutup ekspor. Pada akhirnya, ketersediaan beras nasional di ujung tanduk karena defisitnya cukup serius.
Menutup keran impor
“Kondisi ini terbukti karena pemerintah menetapkan kembali untuk impor 1 juta ton beras di 2024 yang menandakan kondisi belum kembali normal di tahun depan. Pertanyaanya, jika sekarang terjadi pembatasan pembelian beras di ritel, benarkah stok beras impor yang disampaikan pemerintah ada 2 juta ton? Jangan-jangan memang jumlah realisasi impor tidak sebesar yang disampaikan,” tuturnya.
Baca yuk : Harga Gandum Menggila, Ancaman Pangan Bagi Global
“Sampai sekarang India tidak ekspor berasnya, Vietnam dan Thailand hanya kasih sedikit. Terakhir mau impor dari China, itupun masih dipertanyakan,” imbuh Syaiful.
Curiga permainan swasta
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian paham pembatasan beras di toko ritel demi mencegah panic buying. Namun, ia menaruh curiga pada swasta yang diduga bermain dalam suplai beras.
Eliza meminta pemerintah mengidentifikasi terlebih dahulu akar masalah lonjakan harga hingga pembatasan ini guna mengetahui apakah masalah itu terjadi karena produksi beras anjlok atau ternyata ada indikasi spekulasi.
Meskipun pemerintah mengklaim stok beras di Bulog ada 1,6 juta ton dan dalam perjalanan 400 ribu ton, Syaiful menilai jumlah tersebut tidak akan menutupi kelangkaan beras di pasar. Harga beras tidak akan turun karena defisit kebutuhan nasional terlalu dalam.
“Hampir 90 persen suplai beras itu dikendalikan oleh swasta, termasuk di dalamnya rumah tangga petani, penggilingan kecil, dan penggilingan besar. Sayang, datanya itu tidak tersedia. Kurang lebih hanya 10 persen saja yang dipegang Bulog, di mana datanya bisa kita telusuri karena di-update berkala,” jelas Eliza.
Baca yuk :Diduga impor janggal, ikan salem asal Tiongkok disegel KKP
“Memang perlu dibuat dulu database suplai beras. Selama ini kita cuma tahu produksi gabah di berbagai wilayah, namun belum ada data beras yang dikendalikan swasta per wilayah. Ini yang semestinya diperbaiki dulu. Jika tidak ada basis data yang akurat, sampai kapanpun persoalan beras ini akan terus berulang. Konsumen menjadi korban,” kritiknya.
Kelemahan tata niaga
Yusuf Wibisono juga ikut menyoroti titik ini. Menurutnya penurunan kapasitas produksi nasional diperburuk oleh kelemahan tata niaga beras.
Ia melihat ada perubahan besar dalam 5 tahun terakhir. Dalam perubahan ini, jalur distribusi dan pemasaran beras yang dulu dikuasai Bulog serta penggilingan kecil hingga menengah, kini didominasi penggilingan dan pabrik beras besar.
Baca yuk :Kepala BP Batam diam, ketika dituding bekingi dalam konflik Pulau Rempang
“Pemain besar yang memiliki jalur pemasaran langsung ke ritel modern dan cenderung memproduksi beras premium berani membeli GKP di tingkat harga yang lebih tinggi dari penggilingan kecil hingga menengah. Jadi, harga beras telah meningkat sejak di tingkat GKP sekaligus menjelaskan mengapa Bulog kesulitan menyerap beras domestik karena tingkat harga GKP jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP),” ungkapnya. (Reko Suroko)
Sumber: CNN Indonesia