Anak Bidaya Terdampak Polusi Tambang di Buluri


Membaca Proyek IKN (3 habis)

“Setahun setelah bekerja, Amil mulai mengeluh sakit dada. Suatu hari di rumah, dia tiba-tiba batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya,” cerita Bidaya.

IKN berdampak buruk bagi msyaarkat Palu, baik polusi maupun ikan. (foto :M Taufan/BBC.com)

Jakarta, (Mas Reko)–Sebelum penyakit ISPA menyerang cucunya, anak Bidaya, Amil Safar, lebih dulu mengalami dampak buruk dari polusi udara yang dihasilkan oleh tambang galian C di Buluri.

Baca juga : Akibat Proyek IKN, Warga Palu Terpapar Debu dan Tangkapan Ikan Nelayan Terganggu

Putra bungsu Bidaya yang berusia 25 tahun ini sudah dua tahun bekerja di sebuah perusahaan tambang sebagai pencatat material yang diangkut truk dari lokasi tambang ke kapal tongkang di dermaga.

Kadang-kadang, Amil juga membantu di divisi lain di perusahaan tersebut.

“Setahun setelah bekerja, Amil mulai mengeluh sakit dada. Suatu hari di rumah, dia tiba-tiba batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya,” cerita Bidaya.

Baca juga : NCW temukan kejanggalan dari Xinyi Glass, investor proyek Rempang Eco City

Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa Amil mengalami batuk darah akibat infeksi tenggorokan, yang diduga kuat disebabkan oleh menghirup debu tambang. Ketika sakit, Amil melapor ke perusahaan, namun tidak mendapat tanggapan.

“Kami terpaksa mengobati Amil sendiri tanpa bantuan perusahaan.”

Setelah menjalani pengobatan rutin selama sekitar seminggu, Amil akhirnya sembuh. Setelah gejalanya mereda, Amil memutuskan untuk kembali bekerja.

“Saya tidak bisa berbuat banyak. Amil adalah tulang punggung keluarga, jadi saya izinkan dia kembali bekerja meskipun tahu risikonya terhadap kesehatan,” ungkap Bidaya.

Baca juga : Dikhawatirkan sulut konlik, Proyek Eco City Rempang minta ditunda hingga Pemilu 2024 usai

Gaji Amil sebesar Rp3 juta per bulan digunakan setengahnya untuk membayar cicilan motor, sementara sisanya untuk kebutuhan rumah tangga.

“Kalau Amil berhenti bekerja, kami tidak tahu bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup,” jelas Bidaya.

Pengukuran kualitas udara oleh Kantor Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Lore Lindu Bariri di Poso pada Rabu (01/05) menunjukkan peningkatan partikel debu halus PM2,5 dengan nilai 69 µgram/m3, masuk kategori “tidak sehat”. Namun, Asep Firman Ilahi, kepala SPAG Lore Lindu Bariri, mengatakan pengukuran ini tinggi akibat aktivitas Gunung Ruang.

Baca juga :Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung meredakan polemik, menyenangkan warga

“Biasanya, partikel PM2,5 di Palu berkisar di bawah 5 µgram/m3, dalam kategori Baik-Sedang,” jelas Asep pada Rabu (12/06).

Nilai ambang batas PM2,5 yang normal untuk kesehatan adalah 15 µgram/m3. Asep menambahkan, paparan jangka pendek PM2,5 pada batas ambang bisa menyebabkan penyakit jantung, paru-paru, bronkitis, ISPA, dan serangan asma, terutama bagi bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang lebih tua.

Asep juga menjelaskan bahwa pengukuran partikel polutan udara dilakukan dalam radius satu kilometer dari tempatnya.

“Jika ada aktivitas yang menghasilkan PM2,5 di luar wilayah kami, perlu studi dan pengukuran lebih lanjut dengan peralatan yang memadai agar data bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

Baca juga: Proyek Pulau Rempang: Masyarakat Pasir Panjang Senantiasa Tolak Relokasi

Pada Rabu (12/06), Asep menyebutkan peningkatan juga terjadi pada partikel PM10 dengan nilai 46 µgram/m3, masih dalam kategori baik meski lebih tinggi dari biasanya. Ambang batas PM10 adalah 40 µgram/m3. Dampak jangka pendek PM10 dapat memicu gangguan pernapasan seperti ISPA, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

ISPA adalah peradangan akut pada saluran pernapasan atas dan bawah yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme atau bakteri, virus, dan rakitis, dengan atau tanpa radang parenkim paru.

Dokter Spesialis Paru dari Divisi Paru Kerja dan Lingkungan FKUI – Pusat Respirasi Nasional RS Persahabatan Jakarta, dr. Efriadi Ismail, Sp.P (K), menyatakan polusi udara sangat berdampak pada kesehatan manusia. Polusi dari aktivitas pertambangan, misalnya, dapat berdampak negatif pada paru-paru pekerja dan masyarakat sekitar tambang.

Baca juga: Proyek KCJB jauh dari janji-janji awal

Penyakit pernapasan umum akibat paparan partikel debu termasuk penurunan kualitas udara hingga tingkat yang membahayakan kesehatan, yang pada akhirnya meningkatkan gangguan penyakit pernapasan seperti ISPA.

Partikel debu halus seperti PM2,5 atau partikel yang lebih kecil, ultrafine particle, sangat mudah masuk ke saluran pernapasan.

“Jika terhirup dalam jumlah banyak dan terus menerus, dapat menyebabkan iritasi atau peradangan saluran pernapasan mulai dari hidung hingga saluran pernapasan bagian bawah,” jelasnya.

Selain itu, partikel debu halus seringkali disertai virus, kuman, bakteri, dan jamur. Jika terhirup oleh individu rentan – seperti bayi, balita, ibu hamil, lansia, serta penderita penyakit pernapasan bawaan – dapat menyebabkan gejala ISPA.

Baca juga: Koalisi Anti-Proyek Strategi Asing Demo di Depan Kedubes China, Tolak Gusur warga Rempang

“Balita, pekerja tambang, dan warga sekitar sangat rentan menderita ISPA akibat paparan debu ini. Hal ini harus menjadi perhatian perusahaan tambang, pemerintah setempat, serta instansi terkait untuk meminimalkan paparan polusi debu ini,” pungkas Efriadi. (RS)

 

Sumber : Materi artikel ini dari BBC News.com

Berita Terkait

Top