Belajar Menjadi Tua Untuk Sadar Diri
Ilustrasi : Belajar Menjadi Tua agar Nyadar Diri (fot:o: qureta.com)
Oleh : Reko Suroko
Mas Reko.com –Boleh jadi banyak orang bertanya, menjadi tua kok belajar? itu satu kepastian, bahwa setiap orang akan menua, tidak mungkin akan terus muda.
Sungguh benar pertanyaan itu, tua dalam pengertian umur serta phisik yang menua. Namun, perlu belajar, karena semuanya berubah. Mulai dari mengangkat barang yang berat, perlu diperhatikan agar tidak terjadi otot kejepit. Ini perlu pengetahuan, pengetahuan dari membaca, membaca dari belajar.
Tak lama
Salah satu artikel di situs qureta. com ditulis meski detik demi detik terus mengalami penuaan, namun seringkali kita tidak menyadarinya. Atau tak ingin menyadarinya.
Baca Juga : Narasi Polisi Baku Tembak Bakal Ambyar?
Dalam hal usia, kita lebih sering hidup di luar waktu. Peringatan tahun itu hanya seremonial saja bagi sebagian orang. Bahkan banyak juga yang tak peduli dengan hari ulang tahunnya.
Tapi bukan gejala seperti yang dimaksud Kundera. Dalam novelnya yang jenaka itu, ia sampai pada kalimat tersebut melalui karakter utamanya, Agnes. Seorang perempuan setengah baya yang tengah memasuki fase puber kedua.
Bahasa tubuh Agnes yang menggelegak gairah, kerling manja mata yang diperhatikan, bertahan seperti gadis mekar di usia 20an yang haus cinta dan pujian.
Agnes penuh dengan dorongan merasa cantik. Meski tidak keseluruhan kecantikan menyerah pada kulitnya yang tak lagi kencang. Gelambir lemak yang dengan sadis dipertontonkan oleh bikininya, kontras dengan senyum mesranya yang ditanggapi sehingga bebas dari sang pemuda.
Baca Juga : Kematian Brigpol J Kisah Seksi Yang Menggoda
Satir Kundera tentang manusia yang lupa usia itu bisa diakses melalui berbagai layanan. Ia bisa saja merupakan sindiran keras terhadap manusia yang tak mau lepas dari unsur kekanakkan dalam dirinya, meski menyadarinya untuk melakukan sedikit dewasa.
Atau, bisa juga ditujukan untuk mereka yang masih genit-genitan, sementara banyak mata memandang was-was dan iba atas perilakunya itu.
Setiap jalan di mall atau nongkrong di cafe, saya sering menemukan bapak-bapak genit macam itu. Usianya beragam, tapi bisa diperkirakan antara 40-70 tahun.
Di cafe-cafe, biasanya banyak sosialita berkumpul pada jam-jam lewat makan. gadis-gadis tajir yang kenes dan menggemaskan, para wanita karir yang bertemu dengan klien, ibu-ibu muda. Semuanya bening. Mereka inilah yang sering mencuri perhatian bapak-bapak setengah baya yang terlambat puber itu.
Baca Juga : Jendral Jatuh Dalam Kematian Seorang Brigadir
Bapak-bapak (mungkin sudah uzur dan tak mampu bereproduksi), mereka tampak seperti pemuda gagah yang siap memuaskan para perempuan bening itu. matanya jelalatan, senyumnya sering mengundang.
Bukannya mengingat umur, mereka malah seperti tertantang ketika perempuan yang dijadikan sasarannya hanya tersenyum atau sedikit sedikit bengal.
Kumpul Teman Sebaya
Kalau kebetulan berkumpul dengan teman sebayanya, bahan obrolan mereka kembali ke masa-masa saat di SMA: tentang perempuan. Tentang bagaimana menaklukkan perempuan, bagaimana cara bersenang-senang, bagaimana mendekati seorang bintang.
Baca Juga : Kucingpun membutuhkan Toilet Lho
Di media sosial, ertebaran juga yang macam begini. Perempuan-perempuan (atau foto?) cantik, tambah sebanyak-banyaknya. Begitu di-confirm, buru-buru deh kirim inbox. Kalau sudah kirim inbox, bahasanya selalu tendensius, penuh dengan puja-puji. Ujung-ujungnya minta ketemuan. Nah, lho!
Memang tidak perlu ditanggapi terlalu serius juga perilaku orang-orang yang oleh Anggun dalam lagunya disebut “Tua-Tua Keladi” itu. Mungkin akan jadi masalah jika mereka mengarahkannya pada tindakan yang nyata. Selamanya sikapnya wajar-wajar saja, hanya memuji sambil memuaskan fantasinya tentang masa muda, tidak apa saya kira.
Nyadar Diri
Ketika mulai merambat tua, maka kesadaran pikir dan perilaku sebanding dengan umur. Jika lupa akan proses penyadaran, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidup.
Baca Juga : Polisi Saling Tembak , Glock 17 Milik Siapa?
Maka hidup perlu belajar tua, agar tidak perlu berlagak sok bisa, padahal besar keinginan, tapi kenyataan tidak mampu membuatnya. ***
Sumber : www.qureta.com