Dampak Pertambangan Terhadap Nelayan


Bidaya berjalan seusai menengok cucunya yang tinggal di sebuah rumah yang masuk dalam kawasan pertambangan bebatuan di Kelurahan Buluri, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu 25 Mei 2024.

Membaca Proyek IKN ((2-bersambung)

“Dulu sekali melaut bisa mendapatkan sampai Rp1 juta. Namun dalam lima tahun terakhir, pendapatan turun menjadi Rp200.000, bahkan terkadang hanya Rp50.000,” kata Yongga.

Jakarta, (Mas Reko)–Aktivitas tambang yang masif di Buluri, Sulawesi Tengah, tidak hanya mengancam lingkungan dan kesehatan, tetapi juga berdampak buruk pada mata pencaharian para nelayan setempat.

Baca Juga : Pengumuman Pengunduran Diri Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN: Misteri dan Spekulasi

Desa Buluri dihuni oleh 1.308 kepala keluarga, dengan total penduduk sekitar 4.057 jiwa, banyak di antaranya berprofesi sebagai nelayan. Salah satu nelayan tersebut adalah Yongga, yang telah melaut sejak kecil.

Yongga mengungkapkan bahwa sebelum kehadiran perusahaan tambang, hasil tangkapan ikan sangat melimpah. Namun, seiring bertambahnya perusahaan tambang dan intensitas aktivitas tambang galian C dalam lima tahun terakhir, pendapatan nelayan semakin menurun drastis.

“Dulu sekali melaut bisa mendapatkan sampai Rp1 juta. Namun dalam lima tahun terakhir, pendapatan turun menjadi Rp200.000, bahkan terkadang hanya Rp50.000,” kata Yongga.

Baca Juga : Alwi Farhan Siap Tampil Habis-Habisan

Penurunan Hasil Tangkapan Ikan

Saat ini, hanya sekitar 200 nelayan yang tersisa di Buluri, termasuk Yongga dan tiga menantunya. Penurunan hasil tangkapan ikan disebabkan oleh reklamasi pantai untuk pembuatan dermaga kapal tongkang yang mengangkut material perusahaan tambang. Akibat reklamasi ini, habitat ikan rusak sehingga nelayan harus melaut lebih jauh untuk mendapatkan ikan. Selain itu, alat tangkap nelayan sering rusak karena tergilas kapal yang melintas di pesisir pantai.

Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu-Donggala menggelar unjuk rasa di lingkar tambang bebatuan di Kelurahan Buluri, Palu, Sulawesi Tengah, pada 21 Mei 2024

Yongga menyebutkan bahwa ia beberapa kali mencoba memasang pukat di pesisir pantai dekat dermaga, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan. Bahkan, memancing di sekitar area tersebut juga jarang memberikan hasil yang baik.

Baca Juga : Petualangan Gemilang Chico Aura Dwi Wardoyo di Australian Open 2024

Keuntungan dan Dampak Tambang

Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang (ASPETA) Sulteng, Kamil Badrun, tidak menyangkal bahwa banyak pengusaha tambang di Palu dan Donggala mendapatkan keuntungan dari pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Namun, ia menegaskan bahwa Palu dan Donggala bukan satu-satunya pemasok material untuk IKN.

Peningkatan aktivitas tambang turut menyumbang pada kenaikan pendapatan asli daerah Sulawesi Tengah, yang naik dari Rp900 miliar pada 2022 menjadi Rp2 triliun pada 2023. Kenaikan ini sebagian besar berasal dari sektor pertambangan.

Baca Juga : Tragedi Kecelakaan Pesawat Merenggut Nyawa Calon Presiden Potensial Malawi

Masalah Lingkungan

Menurut data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, terdapat 34 izin operasi produksi tambang di Kota Palu. Koordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, menyatakan bahwa peningkatan izin usaha pertambangan baru menyebabkan aktivitas tambang galian C menjadi masif di Palu dan Donggala. Pada 2019, hanya ada 20 perusahaan tambang di Palu, tetapi jumlah ini kini bertambah menjadi 34, sementara di Donggala meningkat dari 33 menjadi 54 perusahaan.

Taufik menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan tambang tersebut menyuplai material untuk pembangunan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Namun, aktivitas tambang ini menyebabkan kerusakan lingkungan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat Palu.

Polusi dan Risiko Bencana

Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng, Wandi, mengungkapkan bahwa pengelolaan pertambangan yang buruk telah menyebabkan polusi udara yang parah. Debu dari tambang batu beterbangan ke pemukiman dan lingkungan sekitar, menyebabkan kualitas udara menurun.

Baca Juga : Iuran BPJS Kesehatan Kelas 3 Berpotensi Naik, Bakal Gaduh?

Selain itu, pegunungan yang gundul akibat eksploitasi tambang meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor, yang berpotensi membahayakan masyarakat yang tinggal di sekitar area tambang.(RS)

 

 

Materi artikel ini dari BBC News.com

 

 

Berita Terkait

Top