Goenawan Mohamad Menangis di MK: Kita Revolusi Saja, Bubarkan DPR


Goenawan Mohamad mengungkapkan kegeramannya pada DPR yang mengakali putusan MK dengan merevisi UU Pilkada. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Jakarta, ( Mas Reko)–Penulis dan sastrawan Goenawan Mohamad (GM) tidak bisa menahan tangis saat menyatakan kekesalannya terhadap DPR karena mereka dianggap telah memanipulasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan merevisi Undang-Undang Pilkada.

Baca Juga : Gunung Ibu Erupsi, Pemkab Halmahera Barat Siapkan Lokasi Pengungsian

Kekesalan ini diungkapkannya dalam audiensi dengan perwakilan MK, Fajar Laksono, dan anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK), Yuliandri, di Gedung MK pada Kamis (22/8).

“Saya bisa saja mengatakan kita harus revolusi kalau tidak bisa menahan diri,” ucap GM sambil menangis.

Meskipun terpikir untuk revolusi, GM menyadari bahwa biayanya akan sangat besar. Namun, dia merasa sudah tidak tahan lagi dengan situasi di Indonesia yang dianggapnya sudah sangat parah.

Menurut GM, pemerintah dan DPR telah melanggar konstitusi dengan memaksakan revisi UU Pilkada. Dia berpendapat bahwa DPR mencoba memanipulasi UU Pilkada agar tidak sesuai dengan keputusan MK.

Baca Juga : Bisnis Harvey Moeis, Suami Sandra Dewi yang Kena Kasus Korupsi Menggurita

GM juga berpendapat bahwa DPR seharusnya dibubarkan jika terus melanggar konstitusi.

“Saya paham bahwa biaya revolusi sangat besar dan kita tidak tahu siapa yang akan menanggungnya,” ujarnya.

“Tapi situasi sudah sangat parah. DPR yang melawan konstitusi seharusnya dibubarkan,” tambahnya.

Aksi ini merupakan reaksi terhadap langkah pemerintah dan DPR yang telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat pencalonan kepala daerah.

Baca Juga : Penjelasan Goenawan Mohamad tentang sikapnya terkini terhadap Jokowi

Revisi UU Pilkada dilakukan sehari setelah MK mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pencalonan pilkada. Namun, DPR tidak sepenuhnya mengakomodasi putusan tersebut.

Badan Legislasi (Baleg) DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada, termasuk perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari partai, yang hanya berlaku bagi partai tanpa kursi di DPRD. Partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pada pemilu sebelumnya.

Baca Juga : Kegaduhan Itu Namanya BPJS Kesehatan

Selain itu, terkait batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7, Baleg memilih untuk mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) daripada MK, sehingga batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih. (RS)

 

Sumber : CNN Indonesia 

Berita Terkait

Top