Jeritan Peternak Sapi Ditengah Idul Kurban


Jeritan Peternak Sapi Ditengah Idul Kurban. (foto: Suara.com)

Mas Reko.com —-ADALAH Bagoes Cahyo, seorang peternak sapi perah, saat memperhatikan air liur yang keluar dari mulut sapi-sapinya, hati trenyuh.

Dia langsung menduga, 70 ekor peternak sapi perah Friesian Holstein miliknya merupakan korban terbaru penyakit mulut dan kuku yang melanda Indonesia sejak Mei lalu.

Baca Juga :  Lebih dari 60 Kota di Cina Hadapi Gelombang Panas

Dalam beberapa hari, lesu dan luka muncul di sekitar mulut dan hidung sapi. Pada akhir minggu, semua 70 kawanannya sakit.

“Saat sakit, produksi ASI turun drastis hingga sekitar 10 persen,” kata Cahyo yang berdomisili di Kota Malang, Jawa Timur, seperti dikutip Al Jazeera, Selasa, 12 Juli 2022.

Terserang penyakit, sapi-sapi kesulitan makan, kata Cahyo, secara drastis mempengaruhi suplai susu mereka yang biasa sebanyak 15 liter (4 galon) per hewan per hari.

Bahkan jika susu mereka berlimpah, Cahyo tidak akan mampu menjualnya, karena sapi-sapinya harus antibiotik untuk membantu pemulihan mereka.

Pernah Berhasil Tangani

Negara Asia Tenggara ini berhasil memberantas virus di balik penyakit ini pada tahun 1986 dan dinyatakan bebas PMK oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia pada tahun 1990.

Baca Juga :  Belajar Dari Boris Johnson, Machiavellikah Kita?

Penyakit ini menyerang hewan berkuku seperti sapi, domba, kambing, babi, dan rusa, serta sangat menular. .

Sejak Mei, lebih dari 300.000 kasus telah dicatat di 21 provinsi, yang mendorong pemerintah Indonesia untuk meluncurkan program vaksin yang bertujuan menginokulasi ternak yang sehat terhadap penyakit tersebut.

“Ini adalah penyakit yang paling ditakuti di dunia untuk industri peternakan,” kata Deddy Kurniawan, Ketua Gabungan Dokter Hewan Indonesia Jawa Timur II, seperti dilansir Al Jazeera.

“Tidak ada virus lain yang begitu mengerikan baik secara ekonomi maupun sosial.”

Sejumlah peternak dan pakar menyebut penyebaran kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak, khususnya sapi, “dalam situasi darurat atau SOS”, pemerintah didesak menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) yang mengakui bahwa telah terjadi secara nasional.

Baca Juga :   Balada Mi Instan Hingga Ke Ukraina

Satu bulan sebelum Iduladha, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Robi Agustiar menuturkan bahwa penyebaran PMK “kian memburuk”.

“Kita sudah SOS ini kalau boleh saya bilang. Kalau bisa dikatakan peternak menangis, ini peternak menangis saat ini,” kata Robi kepada BBC News Indonesia, Selasa (7/6).

Rapat Kerja DPR

Dalam rapat kerja Komisi IV DPR dan Kementerian Pertanian, pada Kamis (2/6), para anggota DPR tampak menghujani kementerian dengan kritik atas kunjungan yang mereka lakukan ke Brazil baru-baru ini.

Berdiskusi dengan Brazil mengenai penyakit mulut dan kuku (PMK), yang kini menyerang sejumlah besar hewan ternak di Indonesia, dinilai sebagai sebuah langkah yang sia-sia oleh para anggota DPR mengingat negara di Amerika Selatan tersebut belum terbebas dari PMK.

Baca Juga :  Presiden Berkepentingan Impor Gandum, Saat Lawatan ke Ukraina dan Rusia

Namun, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bersikukuh bahwa perjalanan itu penting dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap wabah PMK yang tengah melanda di dalam negeri.

Hasilnya ada komitmen-komitmen, yang pertama ada vaksin. Yang kedua, konsistensinya jika ada tantangan-tantangan terkait dengan kelangkaan pasokan dari Australia terkait, kita bisa tetap ter-back up, tentu dengan protokol yang telah ditetapkan,” kata Syahrul di depan Komisi IV DPR, seperti ditulis VOA Indonesia, 3 Juni 2022 .

Jeritan Peternak Di Saat Idul Kurban

Alasan ini menjadi setidaknya jumlah pedagang hewan kurban di sejumlah wilayah di Indonesia alasan terjadinya pembelian.

Maryono, pedagang hewan kurban dari Klaten, Jawa Tengah, mengaku terjadi penurunan pembelian dari tahun lalu, di mana ia bisa menjual penjualan hewan kurban hingga 50 ekor. Tapi tahun ini hanya berani mengadakan 20 ekor sapi.

“Peminatnya kurang. Stoknya enggak ada. Ada, cuma sedikit,” katanya.

Sementara itu, peternak sapi Munahar asal Sleman, Yogyakarta, mengatakan tahun lalu, jelang Iduladha ia bisa menjual sampai tujuh ekor sapi. Tapi tahun ini “Cuma empat”.

“Ini belum dikirim ke pembeli. Harus ada surat keterangannya ke dokter,” katanya.

Sementara itu, Yatno, pedagang sapi asal Boyolali, Jawa Tengah, sudah menelan kerugian, bahkan sebelum hari-hari menjelang Iduladha.

Baca Juga :  Kini Anggota Keluargaku Bertambah

Akibat penyakit tersebut harga jual sapinya menjadi turun drastis. Dari yang sebelumnya harga Rp 20 juta per ekor, kini dijual rugi dengan harga Rp10 juta – Rp11 juta per ekor.

Ia mengaku punya kredit hingga Rp300 juta di bank dengan sertifikat rumah satu-satunya. Kini ia sedang berjuang untuk mengatasi utang tersebut, salah satu caranya dengan menjual sapi yang tersisa dengan video panggilan.

“Ini harusnya panen tetapi kita prihatin,” kata Yatno.

Di luar Jawa, tepatnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, salah satu pedagang hewan kurban, Ahmad mengakui minat masyarakat untuk membeli kurban masih, bahkan pembelian kurang dari tahun lalu karena isu virus PMK.

“Tahun lalu H-4 (Iduladha) itu sudah seratusan sapi terjual, tapi sekarang baru 40an,” katanya.

Ahmad menambahkan, meskipun sudah dipastikan sapi sehat, dan didukung dinas Peternakan, masih sulit bagi pembeli. Bahkan dengan jaminan dapat ditukarkan jika tidak sesuai.

Baca Juga :  Tiba-tiba Bicaraku Pelo, Strokekah Aku?

“Isu itu yang masih berbekas di masyarakat, untuk mengedukasi mereka bahwa sapi kita sehat masih perlu waktu,” katanya.*** (Reko Suroko)

 

 

 

Berita Terkait

Top