Jika Gibran jadi cawapres Prabowo, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam Pilpres 2024?


Sejumlah kendaraan melintas di dekat baliho bergambar Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka di Jalan Pemuda, Kota Medan, Sumatera Utara, Minggu (15/10) (ANTARA FOTO/FRANSISCO CAROLIO)

Jakarta, (Mas Reko)— Pengantar Redaksi : Media BBC News Indonesia, Selasa (17/10/2023), menyoroti implikasi yang muncul akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi pintu masuk bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres Prabowo.

Menurut media ini, potensi penyalahgunaan wewenang, terbajaknya sistem demokrasi, hingga ancaman suburnya politik dinasti dinilai oleh pengamat politik akan mewarnai jalannya Pilpres 2024, menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia.

————————–

Putusan yang beri ruang

Penilaian itu muncul karena putusan MK terkait uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu memberi ruang bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) saat bapaknya, Joko Widodo, masih menjabat dan berkuasa sebagai presiden pada waktu pemilihan, yaitu 14 Februari 2024.

Baca yuk : Saldi Isra: Ada keanehan sikap hakim MK setelah paman Gibran ikut rapat

Dalam putusannya, MK menyatakan seseorang yang di bawah usia 40 tahun bisa menjadi capres maupun cawapres asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.

Gibran telah mengungkapkan bahwa Prabowo memintanya berkali-kali agar dia menjadi pendamping Menteri Pertahanan itu pada Pilpres 2024 mendatang.

Siapa yang diuntungkan dari putusan MK ini?

Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan, pihak yang paling diuntungkan oleh putusan MK itu adalah Gibran Rakabuming Raka.

Firman menilai, putusan MK itu membuka pintu bagi Gibran untuk menjadi cawapres, terutama mendampingi Prabowo pada Pemilu 2024.

Pihak kedua yang diuntungkan adalah Prabowo Subianto karena akan mendapatkan dukungan penuh dari Jokowi yang masih menjabat sebagai presiden saat pemilihan pada 14 Februari mendatang.

“Gibran anak presiden yang sedang berkuasa, yang punya sumber-sumber kekuasaan yang berlimpah yang dapat digunakan,” ujar Firman.

Baca yuk :Pakar hukum: MK beri karpet merah Gibran berkiprah dalam Pilpres

Pihak terakhir adalah Jokowi, kata analis politik dari Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago.

“Jika Gibran menjadi cawapres bahkan terpilih menjadi wapres, maka estafet kekuasaan Jokowi terus berlanjut setelah dia tidak lagi menjadi presiden,” ujarnya.

Dan, siapa yang dirugikan?

Firman dari BRIN menegaskan, pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat akibat terbajaknya sistem demokrasi Indonesia oleh dinasti politik.

Sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra membacakan deklarasi mendukung Prabowo-Gibran di Kantor DPC Gerindra, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (11/10).(ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO)

Firman melihat ada upaya atau proses untuk menggolkan seseorang untuk dapat menjadi capres maupun cawapres dengan cara mengakali mekanisme demokrasi.

“Menjadi naif kalau ini [putusan MK] tidak dikaitkan dengan proses untuk mengegolkan seseorang. Karena ini satu tarikan nafas sebagai upaya dalam rangka pencapresan. Akhirnya ada nuansa kehidupan demokrasi kita semakin terbajak. Sudah terbajak sama oligarki, sekarang terbajak dengan dinasti politik,” ujar Firman.

Politik dinasti menurut Firman adalah proses konsensi kekuasaan yang tidak didasarkan pada kapabilitas (merit system), melainkan pada hubungan darah atau kekeluargaan. Dampaknya, kontestasi demokrasi menjadi tidak objektif dan adil.

“Jokowi, nanti lanjut anaknya jadi wapres, nanti berikutnya jadi presiden, berkutat di situ saja, dan saya yakin Indonesia tidak maju-maju kalau begitu,” kata Firman.

Suburkan dinasti politik

Senada, Pangi dari Voxpol Center melihat putusan MK yang memuluskan peluang Gibran menjadi cawapres itu akan semakin menyuburkan dinasti politik.

Baca yuk :Gugatan usia minimal capres-cawapres 35 tahun ditolak MK

“Kalau presiden mengizinkan anaknya besar kemungkinan terjadi penyalahgunaan wewenang [abuse of power] karena Jokowi masih presiden saat pemilihan,” ujarnya.

Mengapa Gibran begitu menarik?

Dalam survei Populi Center pada Mei 2023, elektabilitas Gibran berada di angka 3,8%, jauh di bawah Ridwan Kamil 19,3% dan Sandiaga Uno 16,5%.

Sejumlah pengunjuk rasa membawa poster berisi pesan tuntutan dalam aksi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Minggu (15/10).(ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

Kemudian di awal Oktober, hasil survei Poltracking Indonesia menunjukkan elektabiltas Gibran hanya 3,1% di Jawa Barat, jauh di bawah Ridwan Kamil (30,4%) dan Erick Thohir (14,5%).

Begitu juga di Jawa Timur, survei yang sama menyebut bahwa elektabiltas Gibran berada di angka 6,1%, di bawah Erick Thohir (19,8%) dan Mahfud MD (15,2%).

Analis politik dari lembaga survei Kedai KOPI Hendri Budi Satrio mengatakan sosok Gibran tidak akan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan elektabilitas Prabowo, jika dibandingkan nama-nama lain, seperti Erick Thohir, Khofifah Indar Parawansa, dan Mahfud MD.

Lalu mengapa Prabowo terlihat ingin menggaet Gibran? Hendri menganalisis bahwa Prabowo ingin mendapatkan relasi kuasa yang dimiliki Jokowi.

Baca yuk :Ketika APBN dijaminkan utang kereta cepat, maka ketidakadilan sedang terjadi

“Tahun 2024 ini menarik. Biasanya capres melobi rakyat untuk mendapatkan suara. Di 2023 ini, capres melobi penguasa supaya kekuasaan yang dimiliki penguasa saat ini diberikan untuk mendukung dirinya supaya dirinya menjadi penguasa nanti.”

“Ini aneh, jadi dia melobi penguasa dibandingkan melobi rakyat. Seolah-olah, kalau melobi penguasa, penguasa oke, dia bisa menjadi penguasa lagi nanti. Ini fenomena baru,” kata Hendri.

Senada dengan itu, Firman mengatakan, secara rasional seharusnya Prabowo tidak melirik Gibran karena elektabilitasnya masih jauh dibandingkan nama-nama cawapres yang lain.

“Tapi ketika bicara Gibran itu bicara Jokowi, dan Jokowi memegang banyak tools yang bisa dia gunakan untuk memenangkan kontestasi. Apalagi presidennya masih mau cawe-cawe dan dia ingin legacy-nya berlanjut sehingga pasti punya keinginan kuat.”

“Artinya, campuran antara keinginan dan kemampuan sebagai presiden merupakan suatu modal dalam pertarungan politik yang tidak sembarangan. Kalau digunakan dengan baik bisa menjadi modal dasar kemenangan,” ujarnya.

Baca yuk : Raksasa China mau bangkrut lagi, sebut sulit bayar utang

Pangi Syarwi Chaniago dari Voxpol Center Research & Consulting juga menilai bahwa upaya menggaet Gibran adalah untuk mengikat Jokowi agar tidak mendua atau setengah hati dalam mendukung Prabowo.

Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyapa relawan Projo dalam Rakernas VI Projo di Indonesia Arena GBK, Jakarta, Sabtu (14/10)(ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR)

“Kenapa Prabowo begitu percaya diri dengan Gibran, apa alasannya? Itu bukan karena Gibran, itu karena Jokowi-nya, karena kalau Gibran tidak berpasangan dengan Prabowo, Jokowi mendua, tidak all out habis dukung Prabowo.”

“Tapi kalau anaknya di tangan Prabowo, apa coba yang membuat Jokowi tidak dukung Prabowo? Elektabilitas mah masa bodoh,” kata Pangi.

Akan ke mana dukungan Jokowi bermuara?

Organisasi relawan Pro Joko Widodo (Projo) telah mendeklarasikan dukungannya ke Prabowo Subianto di Pilpres 2024, pada Sabtu (14/10). Dalam deklarasi itu, Jokowi dan Gibran pun hadir.

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam Rakernas VI Projo di Indonesia Arena GBK, Jakarta, Sabtu (14/10(ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR)

Sebelumnya, Relawan Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi) juga telah mendeklarasikan dukungan kepada Rabowo.

Di balik sikap relawan yang telah terbuka menyatakan dukungannya, Jokowi masih bersikap abu-abu, kata Pangi.

Baca yuk :Waspada, jeratan Kereta Cepat Jakarta -Bandung bikin sengsara

Namun, tambahnya, sikap Jokowi akan menjadi nyata dan dia mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki ketika Gibran resmi berpasangan dengan Prabowo.

“Jokowi akan all out dukung Gibran. Tapi jangan lupa, dia tradisi Jawa, main gimik nanti. Seolah-olah main dua kaki padahal dia sedang merancang bagaimana Prabowo Gibran jadi [menang],” kata Pangi.

Lalu apa dampaknya bagi kubu Anies dan Ganjar?

Firman Noor menganalisis, keputusan MK itu tidak memiliki efek besar bagi koalisi pasangan Anies Baswedan danMuhaimin Iskandar.

Namun, tambahnya, putusan itu berdampak besar bagi PDI Perjuangan dan bacapresnya Ganjar Pranowo.

“Pendukung Ganjar dan PDI Perjuangan akan terpecah di akar rumput. Suara Ganjar berpotensi tergerus karena ada arsiran kuat antara pendukung Jokowi dengan pendukung Ganjar,“ kata Firman.

“Artinya, Jokowi dan Gibran juga berpotensi membawa gerbongnya di PDI Perjuangan untuk keluar memilih bukan Ganjar,“ katanya.

Baca yuk : Ketika APBN dijaminkan utang kereta cepat, maka ketidakadilan sedang terjadi

Wilayah yang akan merasakan perpecahan secara signifikan berada di dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, area yang menjadi lumbung suara terbesar di Indonesia.

Pada pemilu 2024 mendatang, jumlah pemilih terbesar berada di Jawa Barat dengan 35,7 juta suara, lalu Jawa Timur dengan 31,4 juta pemilih, dan 28,2 juta di Jawa Tengah. Totalnya hampir 50% dari 204,8 juta pemilih di Indonesia.

Bagaimana sikap KPU?

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan kajian atas putusan MK itu. KPU juga akan melakukan penyesuaian norma di dalam Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pendaftaran capres dan cawapres.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, lembaganya akan menyusun draf perubahan PKPU itu, lalu bersurat ke DPR dan pemerintah untuk melakukan konsultasi.

“Kami sampaikan perkembangan putusan MK tersebut dengan merujuk pada norma yang ada pada amar putusan MK, dan kami sampaikan pada pemerintah dan pada DPR dalam rangka untuk bagaimana sikap untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut,” kata Hasyim.

Apa respon kubu Ganjar, Prabowo dan Anies?

Politikus senior PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, mengatakan, keputusan dari MK tersebut tidak bisa langsung diterapkan karena memberikan norma baru dalam UU Pemilu, yaitu syarat sedang atau pernah menjadi kepala daerah.

Baca yuk : Penjelasan Goenawan Mohamad tentang sikapnya terkini terhadap Jokowi

“Ada norma baru yang diterima oleh MK, meskipun juga ada dissenting opinion [berbeda pendapat]. Artinya, norma ini harus diundangkan dulu oleh DPR bersama pemerintah, sebelum diturunkan menjadi PKPU [peraturan KPU]. Karena pembuat UU hanya DPR dan pemerintah, bukan MK, atau penggugat,” kata Andreas.

Andreas menambahkan, PKPU dibuat berdasarkan UU Pemilu yang hingga kini belum berubah.

“Sehingga norma baru yang diterima oleh MK itu harus dimasukan dalam UU Pemilu melalui revisi atas UU Pemilu sehingga berdasarkan itu KPU menyusun PKPU,” kata Andreas.

Berbeda, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan partainya menghormati putusan MK itu, dan mengatakan “tentunya apa yang diputuskan oleh MK ini bersifat final dan mengikat dan tentunya langsung dilaksanakan,” tegas Dasco.

Baca yuk : Masyarakat Rempang: Pemerintah Harus Dengar, Kedaulatan di Tangan Rakyat

Lalu, seberapa besar peluang Gibran mendampingi Prabowo usai putusan MK itu? Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokman mengatakan, “Jadi kan ada tiga hal Gibran menjadi cawapres. Pertama, regulasi, kalau regulasi memungkinkan. Kedua, kalau Pak Prabowo dan ketum parpol pendukung menyetujui. Ketiga kalau yang bersangkutan (Gibran) berkenan,” jelas Habiburokman.

Sementara itu, Anies Baswedan belum mau berspekulasi terkait dengan putusan MK itu. “Kita belum tau, yang kita sudah tau keputusan MK. Tentang siapa yang nanti menjadi pasangan kita belum tau sekarang,” kata Anies, Senin (16/10).

“Jadi sebelum ada kepastian saya juga tidak mau berspekulasi maka itu kita fokusnya pada pendaftaran,” jelasnya. (Reko Suroko)

Berita Terkait

Top