Kembalikan Keadilan Dua Putriku, TGIPF Berakhir
Tragedi Kanjuruhan itu perih dan pedih bercampur. Banayk orang tercinta dan terkasih meninggal dunia di depan mata. (foto: BBC News Indonesia.com)
Mas Reko.com, MALANG– “Keadilan bagi khususnya kedua putri saya dan mantan istri saya, serta korban-korban para Aremania lainnya,” kata Devi Atok Yulfitri, keluarga korban asal Malang, Kamis (13/10), kepada Tim Gabungan Independen Pencarai Fakta (TGIPF).
Dia adalah lelaki yang kehilangan dua anak dan mantan istrinya yang meninggal akibat tragedi itu.
Menurutnya, aparat kepolisian harus bertanggungjawab atas tragedi yang disebutnya berawal dari tembakan gas air mata.
Baca Juga : Ayah Siswa Ini Meninggal Dan Ibunya Sakit Jiwa
“Saya kepingin mereka dihukum setimpal dengan perbuatannya,” katanya. “Itu kan [tembakan gas air mata] itu disengaja.”
Devi juga meminta agar TGIPF bersikap “transparan” dan “tidak melakukan pembodohan di masyarakat”.
Perbincangan antara Devi dan TGIPF terdapat beberapa media yang mendengar keluhan Devi, seperti dkutip BBC Indonesia.COM, Kamis (13/10/2022).
132 Meninggal Dunia
TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD menyerahkan laporan hasil investigasi mereka ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti dikutip CNN Indonesia.com, Jumat (14/10).
“Yang mati dan cacat serta sekarang kritis dipastikan setelah terjadi desak-desakan setelah gas air mata yang disemprotkan,” kata Mahfud dalam jumpa pers di Kompleks
Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat siang.
“Adapun peringkat keterbahayaan racun dari gas itu sedang diperiksa oleh BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional],” tambahnya.
Tugas TGIPF terkait tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan setidaknya 132 orang itu sudah rampung pada Kamis (13/10) kemarin.
Sejumlah laporan menyebutkan, aparat kemudian menembakkan gas air mata berkali-kali, yang diantaranya diarahkan ke tribun yang disesaki penonton.
Akibatnya, penonton di tribun menjadi panik dan berlarian mencari jalan keluar. Sebagian besar mereka kemudian terjebak di pintu keluar.
Baca Juga : Waspada, Serangan Jantung Bisa Datang Kapan Saja
Tragedi Kanjuruhan, merupakan kejadian paling fatal di dunia setelah peristiwa di Kota Lima, Peru, dengan korban jiwa 328 orang pada 1964.
Tim Bekerja Maraton
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, sekaligus Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, seperti berlomba dengan waktu.
Kurang dari dua pekan, tim bentukan pemerintah ini telah bekerja maraton, dan pada Jumat (14/13) ini rencananya mereka akan menyampaikan hasilnya kepada Presiden Joko Widodo.
“Presiden menyatakan kalau bisa [selesai penyelidikannya] dua minggu, kami Insya Allah lebih cepat lagi, menjadi sepuluh hari saja,” kata Mahfud, Rabu (12/10).
Selain melibatkan para pejabat terkait, TGIPF menyertakan sejumlah akademisi, pengamat sepak bola, eks pengurus PSSI, hingga mantan pemain timnas.
“Investigasi kita lakukan di setiap tahapan, mulai dari perencanaan pertandingan, persiapan, pelaksanaan, hingga terjadinya kerusuhan dan penanganan korban pascakerusuhan.
“Sehingga kita bisa menemukan siapa yang bertanggungjawab di setiap tahapan itu,” kata Doni Monardo, anggota TGIPF, Jumat (07/10).
Baca Juga : Netizen Tak Keberatan Shin Tae Yong Out dari PSSI
Tim pencari fakta telah mencari keterangan dari berbagai pihak, mulai PSSI, kepolisian, panitia pelaksana, sampai perwakilan suporter serta korban luka.
Mereka juga mengumpulkan barang-barang bukti, seperti video.
Anggota TGIPF, Rhenald Kasali, mengatakan hasil penyelidikan mereka akan menyebut lebih dari satu pihak atau lembaga yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi itu.
“Akan banyak orang yang harus ikut bertanggung jawab. Ya, nanti akan ada rekomendasi masalah hukum, temuan-temuannya, kemudian mungkin akan ada sanksi-sanksi lain,” kata Rhenald Kasali seperti dkutip BBC News Indonesia, Kamis (13/10).
“Tidak hanya hukum pidana, tapi juga bisa sanksi moral, atau disiplin,” tambahnya, tanpa merinci pihak mana saja yang dimaksud.***
Sumber : BBC News Indonesia
CNN Indonesia