Pengosongan lahan Pulau Rempang berujung ricuh


Anggota Brimob Polda Kepri yang tergabung dalam Tim Terpadu membersihkan pemblokiran jalan yang dilakukan oleh warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/Antara Foto/wartakotalive.com)

JAKARTA, (Mas Reko)– Upaya pengosongan lahan yang terjadi di Rempang serta Galang, Batam, Kepulauan Riau berujung ricuh.

Baca Yuk:Muhammadiyah Desak PSN Rempang Eco-City Dicabut: Sangat Bermasalah

Warga Melayu dari beberapa penjuru juga berdatangan ke Pulau Rempang. Mereka meneriakkan perlawanan atas upaya pemerintah yang dinilai mau mengusir masyarakat Pulau Rempang dari tanah kelahirannya.

Konflik direspon serius

Konflik yang terjadi direspon serius Raja Kesultanan Riau-Lingga, Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Besar Sultan Hendra Syafri Riayat Syah ibni Tengku Husin Saleh.

Titah itu tertulis dalam warkah bertajuk ‘Menjunjung. Adat Menjulang Daulat’. yang di informasikan Budayawan, Profesor Dokter Dato’. Abdul Malik, M.Pd.

Dalam titah yang diterbitkan di Pulau Penyengat Indera Sakti pada Selasa, (12/9/2023), Sultan Hendra Syafri Riayat menekankan 5 perihal terpaut konflik Repang-Galang.

Baca Yuk:Korban tewas akibat gempa di Maroko capai 2.800 orang , upaya penyelamatan terus dicoba

Generasi Prajurit Kesultanan Melayu Bintan

Perihal awal merupakan status warga Rempang serta Galang.

Mereka bukan pendatang.

Warga Pulau Rempang yang saat ini mendiami kampung-kampung itu, ialah generasi prajurit dari Kesultanan Melayu Bintan yang setelah itu berubah jadi Kesultanan Riau-Lingga yang telah terdapat semenjak abad 11.

Leluhur mereka dipaparkan Profesor Abdul Malik ialah prajurit yang telah mendiami Pulau Rempang semenjak masa Kesultanan Sulaiman Badrul Alam Syah I semenjak tahun 1720.

Berikutnya mereka juga turut berperang bersama Raja Haji Fisabilillah dalam Perang Riau I pada tahun 1782 sampai 1784.

Baca Yuk: Banjir di Libya mengirimkan air bah lewat Derna serta tempat-tempat lain.

Begitu pula dalam Perang Riau II bersama Sultan Mahmud Riayat Syah (Sultan Mahmud Syah III) pada tahun 1784 sampai 1787.

“Jadi mereka bukan pendatang, warga yang tinggal di Pulau Rempang itu merupakan generasi dari prajurit Kesultanan Melayu Bintan ataupun Kesultanan Riau-Lingga dikala ini,” ungkap Profesor Abdul Malik dihubungi pada Selasa (12/9/2023).

Tanah Pemberian Sultan-sultan Melayu

Perihal kedua yang ditekankan Sultan Hendra Syafri Riayat merupakan status tanah kampung-kampung mereka.

Kampung-kampung itu dipaparkan dalam titah ialah pemberian Sultan-Sultan Melayu semenjak berabad-abad dulu sekali

Tanah itu diberikan atas jasa para prajurit melawan penjajah Belanda.

Kampung-kampung itu diungkapkan Profesor Abdul Malik ialah basis pertahanan di Selat Kesultanan Melayu Bintan.

Kala Sultan Mahmud Syah III sukses memangkan pertempuran laut melawan VOC serta Belanda pada 13 Mei 1787, para prajurit yang berasal dari Kalimantan Utara, Johor, Malaka serta Sumatera itu mencampurkan kekuatan.

Mereka menjadikan ratusan pulau-pulau di Kepulauan Riau itu selaku basis pertahanan. Bersumber pada arsip sejarah Inggris, lanjutnya, diceritakan terdapat sebanyak 8.000 prajurit yang berpatroli di lautan.

Sebaliknya 20.000 lebih prajurit berpatroli di darat, di pulau-pulau semacam Rempang serta Galang. Sebaliknya 44.000 pasuka lebih melindungi Kesultanan Melayu Bintan.

Baca Yuk:Banjir Libya menyapu bersih Kota Derna, 10.000 orang dikhawatirkan hilang

“Jadi gimana mereka ingin dipaksakan meluangkan kampungnya, misalnya orang Betawi di Jakarta, mereka diusir keluar Jakarta, setelah itu Jakarta diisi oleh orang asing sepenuhnya mana ingin mereka, tidak bisa jadi lah,” ungkap Profesor Abdul Malik.

Perjanjian dengan Pemerintah

Dalam titah berikutnya Sultan Hendra Syafri Riayat menekankan luasnya lahan di Pulau Rempang serta Galang.

Warga Rempang serta Galang juga di informasikan sangat terbuka atas pembangunan.

Dipaparkannya, warga Rempang serta Galang katanya telah terikat perjanjian dengan pemerintah kala Pulau Rempang masuk ke daerah Batam, Kepulauan Riau pada tahun 1999.

Baca Yuk: Hilary hantam California sehabis melanda Meksiko

Sejak itu, pemerintah berjanji hendak mengaitkan warga dalam pembangunan.

“Sebenarnya, Pulau Rempang ini lebih dahulu masuk ke daerah Kabupaten Bintan, namun di tahun 1999 Pulau Rempang dimasukan ke daerah Batam sebab memanglah jaraknya dekat dengan Batam,” ungkap Profesor Abdul Malik.

“Lalu dalam perjanjiannya dengan warga pada waktu itu jika terdapat pembangunan di Rempang serta Galang, masyarakatnya senantiasa di sana berintegrasi dengan pembangunan itu, bukan dipindahkan. kok saat ini tiba-tiba hendak dipindahkan?” tanyanya.

“Yang jadi persoalan kok investornya ingin pulaunya totalitas tanah yang terdapat itu 17.000 hektar lebih kurang, penduduk yang saat ini tinggal itu tidak hingga 300 hektar. Terdapat 16.000 hektar lebih itu kosong,” tegasnya.

Bebaskan Masyarakat Rempang serta Galang

Dalam poin keempat, Sultan Hendra Syafri Riayat dalam titahnya sangat menyesali peristiwa yang terjadi.

Baca Yuk:Cerita lain dari korban gempa Maroko: Tetanggaku berjatuhan dan rumahku roboh

Bentrokan antara aparat dengan warga yang terjadi pada Kamis, 7 September 2023 serta Senin, 11 September 2023 sepatutnya tidak perlu terjadi.

Karena konflik yang terjadi mencederai psikologis serta raga warga spesialnya anak-anak Rempang-Galang.

“Peristiwa ini melukai warga spesialnya anak-anak. Bukan cuma raga namun pula psikologis mereka,” jelas Profesor Abdul Malik.

Sebab senyatanya pembangunan serta investasi itu tujuan kesimpulannya merupakan kesejahteraan rakyat, bukan sebaliknya,” tambahnya.

Harapan Sultan Hendra Syafri Riayat

Atas peristiwa yang terjalin Sultan Hendra Syafri Riayat berharap peristiwa memilukan berbentuk ancaman, tekanan, penyiksaan, serta aksi negatif yang lain terhadap rakyat Kepulauan Riau tidak kembali terjadi.

Sebabnya Donasi Kesultanan Riau-Lingga ataupun Kepulauan Riau sangat besar terhadap Negeri Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak terdapat alibi yang bisa dibenarkan buat mencederai hati-sanubari kami Bangsa Melayu di Tanah Tumpah Darah kami sendiri.

Baca Yuk:Cara untuk merawat orang tua yang sudah lanjut usia.

“Mereka sadar hendak sejarah panjang, jauh saat sebelum bangsa ini merdeka ataupun sehabis bangsa ini jadi Negeri Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Profesor Abdul Malik.

“Nilai heroisme ini yang luar biasa, kenapa tidak kita hargai. Itu kan anak-anak pensiunan perang yang mepertahankan bangsa serta negeri kita sehingga terwujud Indonesia,” bebernya.

Dirinya juga mempertanyakan banyak terpaut rentetan peristiwa yang terjalin tercantum soal pengosongan Pulau Rempang.

Baca Yuk:Tips untuk Tetap Bugar dan Sehat bagi lansia

Persoalan itu timbul lantaran segala pulau dikosongkan dari pribumi buat dibentuk sepenuhnya oleh pihak asing.

“Saya dalam kapasitas selaku orang Indonesia, bukan selaku ahli budaya jadi curiga, ini terdapat apa? Seluruhnya ingin dimasukkan orang asing ini terdapat apa? kok tidak boleh terdapat orang pribumi di pulau itu? investasi semacam apa itu? Ingin dijadikan apa?” tanya Profesor Abdul Malik. (Reko Suroko)

Sumber: Wartakotalive.com

Berita Terkait

Top