Perkara Kasus Vina : Dari ‘Salah Tangkap’ hingga Misteri Identitas Orang Tua Buron
Foto masa kecil Vina di rumahnya di Cirebon.
JAKARTA, (Mas Reko)–Selama delapan tahun, polisi gagal menangkap tiga buronan, yang memicu spekulasi di media sosial. Salah satu buronan diduga merupakan anak seorang perwira polisi, namun klaim ini dibantah oleh Polda Jawa Barat.
Baca juga : Hindari Razia Terjerat Kasus Pembunuhan Vina
Selain itu, polisi perlu mempertanggungjawabkan proses penyelidikan kasus ini, terutama terkait dugaan “salah tangkap” yang baru-baru ini diungkap oleh salah satu terdakwa.
Menurut Bambang, penyelidikan polisi dalam kasus ini terlalu bergantung pada pengakuan dan kesaksian para terdakwa, yang bisa saja dihasilkan dari intimidasi.
“Jika tidak diselidiki, masyarakat akan terus meragukan kinerja kepolisian, khawatir ada rekayasa atau penutupan. Divisi Propam harus memeriksa apakah ada pelanggaran SOP dalam penyelidikan delapan tahun lalu,” kata Bambang kepada BBC News Indonesia pada Senin (20/05).
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Jules Abraham Abast, dan Direktur Kriminal Umum, Kombes Surawan, menolak memberikan komentar terkait hal ini dan hanya mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa mereka “masih bekerja”.
Baca juga :Pakar Serukan Bongkar Ulang Kasus Janggal Kematian Vina
Kasus Vina dan Eky menjadi sorotan kembali setelah rumah produksi Dee Company mengadaptasi kisah ini menjadi film horor kontroversial berjudul “Vina: Sebelum 7 Hari”.
Korban salah tangkap
Sejauh ini, delapan orang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas pembunuhan Vina dan Eky. Salah satu dari mereka, Saka Tatal, telah bebas setelah menjalani hukuman selama tiga tahun delapan bulan.
Saka mengklaim bahwa dia adalah “korban salah tangkap” dan mengaku tidak berada di lokasi saat Vina dan Eky dibunuh. Dia juga mengklaim disiksa oleh polisi agar mengaku bersalah.
Namun, klaim Saka bertentangan dengan fakta persidangan di Pengadilan Negeri Cirebon, yang menyatakan bahwa Saka turut memukul Eky bersama terdakwa lainnya.
Baca juga : Kasus pembunuhan Vina, Sederet fakta bermunculan
Pengacara Saka, Titin Prialanti, mengaku telah berusaha berbagai cara selama persidangan untuk membuktikan klaim kliennya. Titin melaporkan dugaan penghalangan bertemu keluarga dan kuasa hukum, pemaksaan pengakuan, serta penyiksaan oleh penyidik ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Barat pada 7 September 2016.
Dia juga melaporkan hal ini ke Komnas HAM pada 13 September 2016 dan ke Komisi Yudisial pada 23 November 2016. Namun, laporan tersebut tidak membuahkan hasil dan proses hukum terus berjalan.
Baru-baru ini, setelah kasus Vina kembali menjadi sorotan, Saka mengungkapkan kepada publik bahwa dia adalah “korban salah tangkap”. “Saya ingin nama saya bersih lagi seperti dulu, tidak dicap masyarakat, dipandang sebelah mata sebagai narapidana,” ujarnya kepada wartawan Abdul Pahat untuk BBC News Indonesia.
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengonfirmasi bahwa lembaganya pernah menerima laporan tersebut. Uli menyatakan bahwa Komnas HAM telah meminta klarifikasi dari Irwasda Polda Jawa Barat untuk memeriksa penyidik terkait dugaan penyiksaan dan penghalangan kunjungan keluarga, namun belum menerima jawaban.
Baca juga : Di Akhir Jabatan Terbukti Kekhawatiran Jokowi, Bankir Soroti Likuiditas
Kini, Komnas HAM kembali mengirim surat kepada Polda Jawa Barat untuk meminta keterangan mengenai perkembangan pencarian tiga buronan, tindak lanjut proses hukum, serta memastikan perlindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga korban.(RS)
Sumber : BBC News Indonesia