Proyek KCJB jauh dari janji-janji awal
Potret Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Minggu (17/9/2023).(Kompas.com/Faqih Rohman Syafei
Jakarta,(Mas Reko)- Mega proyek Kereta Kilat Jakarta Bandung (KCJB) kembali menuai kritik publik Tanah Air. Pemerintah baru-baru merilis ketentuan yang membuka kesempatan penjaminan angsuran utang ke Cina yang mencuat akibat pembengkakan bayaran (cost overrun).
Baca yuk : Pelajaran Dari Virus Tulang Belakang
Ekonom yang juga Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menyebut proyek KCJB telah terus menjadi melenceng dari janji awal Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Awalnya tak gunakan APBN
Di periode awal Jokowi berkali-kali menegaskan KCJB tidak hendak memakai dana APBN sepeser juga kemudian pemerintah pula tidak hendak membagikan jaminan bila proyek bermasalah di setelah itu hari. Tetapi kedua janji tersebut saat ini bagai angin kemudian
“Sudah melenceng jauh ya dari dini sifatnya business to business (B to B), setelah itu terdapat keterlibatan PMN serta mekanisme subsidi tiket (tidak langsung), saat ini masuk ke penjaminan. Ini jelas menimbulkan beban tidak langsung ke APBN,” ungkap Bhima pada Jumat (22/9/2023).
Dia bilang, pemerintahan Presiden Jokowi sepanjang ini dapat saja terus berdalih jika beban utang nantinya diserahkan ke BUMN selaku entitas bisnis, bukan dibebankan ke APBN.
Baca yuk :Konflik di Rempang masih membara, batas waktu penggusuran semakin dekat
Walaupun cuma mengaitkan BUMN dalam perjanjian utang, bukan negeri secara langsung, akibat dari keputusan ini pastinya bakal merugikan keuangan negeri
Ini sebab PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang jadi pemimpin konsorsium BUMN dalam pemegang saham KCIC, yang mana KAI merupakan industri strategis yang bisnisnya melayani hajat hidup orang banyak di Tanah Air.
Dengan kata lain, dikala keuangan KAI terbebani akibat menanggung pembayaran utang serta bunga proyek KCJB ke Cina ingin tidak ingin pemerintah hendak langsung turun tangan mengucurkan dorongan semacam lewat penyertaan modal negeri (PMN) dari APBN.
“Artinya secara finansial kan proyek kereta kilat jadi beban pembayar pajak yang harusnya dapat mandiri secara komersial,” cerah Bhima.
Dinilai lembek ke Cina
Menurut Bhima, PMK yang dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani serta mengizinkan negeri menjamin kelangsungan pembayaran pinjaman wajib ditinjau ulang.
Baca yuk :Banjir Bandang Libya: Pihak berwenang meminta penyelidikan soal pemicu ribuan kematian
“Aturan dalam PMK No 89 Tahun 2023 hendaknya ditinjau ulang serta dikonsultasikan ke DPR. Tidak hanya itu pemerintah wajib terbuka ke publik terhadap skenario beban APBN selaku implikasi penjaminan,” kata Bhima.
“Publik harus memohon penjelasan rinci, berapa besar anggaran yang hendak timbul dari penjaminan, resiko perinci likuiditas KAI, sampai berapa bunga dalam rupiah yang ditanggung sepanjang masa penjaminan utang,” tambahnya.
Masuk jebakan hutang China
Bhima pula tidak habis pikir dengan pemecahan yang ditawarkan pemerintah untuk menuntaskan permasalahan pembengkakan bayaran KCJB, keputusan dinilainya lebih banyak menguntungkan pihak Cina. Sementara itu donasi sangat dominan cost overrun proyek ini timbul akibat perhitungan pihak Cina yang meleset.
“Harusnya dari hasil pengecekan BPK akhirnya dicoba renegosiasi pinjaman dengan Cina Development Bank terpaut utang cost overrun,” ucap Bhima.
“Bagaimana supaya pemerintah dapat kreatif misalnya jalani debt swap, setelah itu terdapat debt cancellation serta debt moratorium. Intinya pemerintah sangat lembek kala berhadapan dengan kreditur China,” imbuhnya.
Masuk jenis jebakan utang, Bhima pula mengatakan apabila dilihat dari sebagian gejala hingga proyek KCJB telah masuk dalam jenis jebakan utang (debt trap) Cina
Baca yuk :Pasca Gema Maroko : Mengkhawatirkan perdagangan wanita muda lewat medsos
“Sudah masuk jenis jebakan utang. Awal gejala proyek yang berbiaya mahal ditanggung APBN,” beber Bhima.
Sedari dini Cina dalam proposalnya pula awal mulanya membagikan jaminan jika kereta cepat yang ditawarkannya tidak hendak membebani ABPN Indonesia.
Belum lama komitmen itu setelah itu tidak ditepati Cina ataupun pemerintah Indonesia sendiri. Tawaran Cina yang membagikan iming-iming pembangunan kereta kilat tanpa APBN itu pula yang setelah itu jadi alibi Indonesia tidak jadi menggandeng Jepang.
Ini sebab Jepang semenjak dini telah memprediksi susah merealisasikan KCJB tanpa jaminan dari negera. (Reko Suroko)
Sumber : Kompas.com (22/9/2023)