Separuh Dunia Tidak Siap Menghadapi Bencana


Rumah hanyut terbawa arus saat banjir bandang di Mamuju, Sulawesi Barat (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

Rumah hanyut terbawa arus saat banjir bandang di Mamuju, Sulawesi Barat (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

Mas Reko.com , Jakarta- Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, peristiwa cuaca ekstrem akan terjadi, tetapi tidak perlu cuaca ekstrem menjadi bencana yang mematikan. Bahkan ketika cuaca ekstrem dan bencana iklim berlipat ganda, tidak ada sistem peringatan dini.

Antonio Guterres berbicara hal itu kepada AFP, Kamis (13/10/2022). “Sistem perigatan dini yang canggih itu diperlukan untuk menyelamatkan nyawa,” tandas Guterres, selaku Sekjen PBB.

Baca Juga :  Waspada, Serangan Jantung Bisa Datang Kapan Saja

Dalam satu laporan terbaru, badan-badan PBB untuk cuaca dan pengurangan bencana menemukan negara-negara dengan sistem peringatan dini yang buruk. Mereka rata-rata mengalami kematian delapan kali lebih besar dari bencana daripada tindakan tegas.

Sistem peringatan dini, tambaha Guterres, yang tepat untuk banjir, kekeringan, gelombang panas, badai atau bencana lainnya mendukung perencanaan untuk bencana buruk.

“Peristiwa cuaca ekstrem akan terjadi. Tapi itu tidak perlu menjadi bencana yang mematikan,” ujar dia.

“Karena dampak perubahan iklim semakin terasa, dunia melihat lebih banyak bencana yang memiliki “dampak yang berlipat ganda dan berjenjang”, kata laporan itu, Kamis.

Oleh karena itu, kepemimpinan negara-negara harus dilengkapi dengan sistem peringatan dini multi-bahaya. Namun, hanya setengah dari negara-negara di dunia yang saat ini memiliki mekanisme seperti itu, menurut data laporan tersebut.

Baca Juga :  Ayah Siswa Ini Meninggal Dan Ibunya Sakit Jiwa

Daerah yang lebih buruk, yang paling rentan terhadap guncangan iklim dan bencana alam, adalah yang paling buruk dilengkapi dengan negara-negara yang menghadapi situasi dengan berbagai dampak.

‘Kesenjangan yang signifikan’

Dari separo negara kurang berkembang di dunia dan hanya seperti negara berkembang pulau kecil memiliki sistem peringatan dini multi-bahaya, tambah Guterres.

Kepala Kantor PBB, Mami Mizutori, mengataka, untuk Pengurangan Risiko Bencana, menyuarakan peringatan tentang “kesenjangan yang signifikan dalam perlindungan”.

“Ini adalah situasi yang perlu segera diubah untuk menyelamatkan nyawa, mata pencaharian, dan aset.”

Saat ancaman meningkat, lanjut dia, sistem peringatan dini telah berkontribusi secara signifikan dalam mengurangi angka kematian terkait bencana.

Laporan PBB

Laporan PBB menyatakan jumlah orang yang terkena dampak bencana hampir dua kali lipat dari rata-rata 1.147 per 100.000 per tahun antara 2005 dan 2014, menjadi 2.066 dari 2012 hingga 2021.

Baca Juga :  Menelisik Motif Pembunuhan Brigadir Josua

Tetapi, pada saat yang sama jumlah orang yang tewas atau hilang setelah bencana setiap tahun turun dari 1,77 per 100.000 orang pada periode sebelumnya menjadi 0,84 pada periode berikutnya.

Mizutori mengatakn, pada bencana banjir muson baru-baru ini di Pakistan, yang menenggelamkan sepertiga dari negara itu, dan menyebabkan hampir 1.700 orang tewas.

“Karena ini, jumlah korban tewas akan jauh lebih tinggi jika bukan sistem peringatan dini,” ujarnya.

PBB menginginkan semua negara menerapkan sistem peringatan dini dalam waktu lima tahun, dan akan mempresentasikan rencana aksi selama KTT iklim COP27 November di Mesir.

Baca Juga :  Kasus Sambo Sisakan Motif Yang Tersembunyi

“Mereka yang melakukan paling sedikit untuk menyebabkan krisis iklim membayar harga tertinggi,” ujar Guterres. ***

Sumber : AFP

Berita Terkait

Top