Manusia Mengeksploitasi Kebodohannya Demi Konten Media Sosial


ilustrasi: Kegilaan pada medsos mendorong manusia berbuat nekat.( foto: Unplash

Oleh : Reko Suroko

SOLO,(Mas Reko.com)- Dua remaja tewas gara-gara membuat konten untuk media sosial (medsos) mereka. Peristiwa itu hanya tenggang satu hari, 2 dan 3 Juni 2022. Peristiwa pertama terjadi di Soreang, Kabupaten Bandung sedangkan yang kedua di Karawaci, Kota Tangerang.

Penyebabnya sama, kedua remaja itu tewas ditabrak truk yang sengaja mereka coba hentikan untuk mengisi konten medsos. Kebodohan-kebodohan yang ditampilkan para penggila konten medsos tersebut, mengundang tanda tanya besar.

Tewas di Karawaci

Di Karawaci, remaja Y yang baru berusia 18 tahun tewas dilindas truk. Sementara di Soreang, seorang pelajar SMP juga tewas dengan penyebab yang sama. Dua peristiwa tragis tersebut melengkapi beberapa tragedi serupa, yang terjadi sejak medsos marak di Indonesia.

Baca Juga : Hari Ini Aku Kontrol ke Spesialis Jantung

Menurut Kasi Humas Polres Metro Tangerang Kota, AKP Abdul Jana, Y bersama beberapa kawannya memang berniat membuat konten media sosial.

“Y bersama rekannya menghadang truk yang tengah melintas. Namun saat menghindar, Y justru tertabrak hingga tewas di tempat kejadian perkara. Mungkin untuk konten. Korban gagal menghindar sehingga meninggal dunia karena terlindas truk kontainer,” kata Abdul Jana seperti dikutip VOI.

“Ada temannya memang, yang terluka akibat menghadang truk. Korban tersebut selamat, namun juga ikut melakukan penghadangan,” ujar Abdul Jana lagi.

Bukan hanya tahun ini peristiwa sejenis terjadi. Tahun lalu juga ada kejadian dua remaja di Bekasi tewas dilindas truk, hanya gara-gara aksi sok berani demi konten medsos.
Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah sampai harus mengeluarkan imbauan kepada warganya agar lebih ketat mengawasi anak-anak mereka, terutama dalam bermedsos.

Baca Juga : Aku Bersyukur Di Kala Senja Masih Diberi Usia

“Bapak ibu, mohon untuk terus mengawasi anaknya jangan sampai hanya demi konten media sosial, anak kita membahayakan nyawanya,” kata Arief dalam keterangan tertulis yang diterima VOI pada Rabu 8 Juni.

Bangsa Penggila Medsos

Dari catatan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), orang Indonesia termasuk golongan masyarakat di dunia yang paling aktif bermedia sosial. Sebanyak 4 dari 10 orang Indonesia aktif di media sosial. Dengan jumlah pengguna media sosial yang tinggi, penyebaran konten negatif sangat mungkin terjadi.

Laporan perusahaan media asal Inggris, We Are Social yang bekerja sama dengan Hootsuite untuk menyusun Digital 2021: The Latest Insight Into The State of Digital yang diterbitkan pada 11 Februari 2021, menyebutkan bahwa di Indonesia ada 170 juta pengguna aktif media sosial.

Baca Juga : Asam Lambung Menghajarku, Aku Opname Tiga Hari

Jumlah itu hampir melingkupi 70 persen jumlah keseluruhan Indonesia. Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa dibandingkan 2020, di Indonesia ada peningkatan 10 juta pengguna media sosial.

We Are Social juga menyebutkan bahwa level pengguna media sosial di Indonesia sudah mencapai tahap kecanduan. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 14 menit setiap hari untuk mengunjungi laman media soaial.

Ada 10 negara yang menurut We Are Social penduduknya ada dalam level kecanduan media sosial, dan Indonesia ada di dalamnya berada di peringkat ke-9. Kesepuluh negara tersebut adalah: Filipina, Brasil, Meksiko, Argentina, Uni Emirat Arab, Malaysia, Arab Saudi, Thailand, Indonesia, dan Afrika Selatan.

Pandangan Psikolog

Pada 1968 seniman kontemporer asal Amerika Serikat yang menjadi pencetus pop art atau seni modern, Andy Warhol, pernah mengatakan bahwa di masa datang ketenaran dapat diperoleh seseorang hanya dalam waktu 15 menit.

Baca Juga : Bayang-bayang Lonjakan Inflasi Dalam APBN 2023

“Di masa depan, semua orang akan menjadi terkenal di dunia hanya dalam waktu 15 menit,” kata Warhol, yang lantas ucapannya itu dikenal sebagai fenomena 15 Minutes of Fame.

Fenomena 15 Minutes of Fame saat ini sangat pantas disematkan kepada orang-orang yang menjadi terkenal lewat media sosial. Tetapi ketika lantas keterkenalan itu diperoleh lewat cara yang melampaui batas, bahkan nekat, akibat yang ditimbulkan tentu menjadi negatif.

Kenekatan Para Remaja

Tak urung kenekatan para remaja dengan cara menghadang truk yang melaju demi konten media sosial, mengundang reaksi dari para psikolog. Kasandra Putranto, psikolog dari Konsultan Psikologi Kassandra & Associates di Jakarta, melihat ada tiga fenomena besar yang melatarbelakangi kenekatan para remaja dalam membuat konten medsos.

“Ada tiga hal yang berperan dalam masalah ini. Pertama bahwa teknologi informasi memang mempengaruhi perilaku manusia. Kedua faktor remaja, yang punya karakteristik khas karena sedang dalam masa tumbuh kembang,” kata Kasansra seperti dilansir VOI.

Baca Juga : Menjadi Pendengar Cerita Orang Tak Dikenal

“Dari sisi psikologi syaraf, otak mereka sebenarnya belum sempurna. Belum dapat membedakan secara tepat hal yang boleh dilakukan dan tidak. Ketiga bisa jadi dari sisi tren atau faktor lingkungan, entah keluarga atau teman. Bisa juga lingkungan yang lebih luas, pengaruh dari warganet misalnya,” ujar Kasandra melanjutkan.

Kasandra Putranto, setuju jika pemerintah mengeluarkan aturan tentang pembatasan isi konten media sosial. (Istimewa)

Kasandra lantas mengusulkan agar pemerintah membuat kebijakan pembatasan teknologi informasi. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar para pengguna medsos dan produk teknologi informasi lain tidak kebablasan bertindak.

Pendapat Kak Seto

Seto Mulyadi atau Kak Seto, yang saat ini menjabat Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) juga menyoroti masalah lingkungan, sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap kenekatan para remaja demi konten medsos. Kak Seto berpendapat bahwa aksi-aksi nekat berakibat fatal itu disebabkan tuntutan untuk mendapatkan perhatian. Entah perhatian dari keluarga maupun lingkungan yang lebih luas.

Baca Juga : Kumulai Hariku Dengan Bismillah

“Memang sangat memprihatinkan, dalam arti bahwa komunikasi di dalam keluarga tampaknya semakin berkurang. Sehingga anak-anak ini tidak mendapat perhatian keluarga, dari temannya, lingkungannya. Akhirnya bikin konten berbahaya, karena tidak mendapatkan apresiasi dari keluarga dan juga apresiasi dari lingkungan sekolah,” ujar Kak Seto seperti dikutip VOI pada 7 Juni.

Sebagai salah satu jalan keluar, Kak Seto mengusulkan agar pihak kepolisian dan pemerintah membuat lomba konten, agar para remaja dan masyarakat mendapatkan saluran kreativitas yang positif melalui media sosial.***

 

Berita Terkait

Top