Banjir bandang Libia: 10.000 orang belum ditemukan, jenazah yang ketemu sulit dikenali
Relawan mengangkut jenazah yang mereka temukan di bawah reruntuhan bangunan setelah bencana badai dan banjir melanda di Derna, Libia. (foto : Reuter/BBC News.com)
Desna, (Mas Reko)—Seseorang dokter bermasker membungkuk buat mengecek suatu kantung mayat, serta dengan hati-hati mengendalikan posisi kaki laki-laki yang terbaring di dalamnya.
“Pertama-tama kami memastikan umur, jenis kelamin, serta postur tubuh,” ia menjelaskan.
“Dia telah membusuk saat ini, terlalu banyak air.”
Baca yuk : PBB merevisi angka kematian Libya yang besar
Di tempat parkir rumah sakit di kota Derna, Libia bagian selatan, identifikasi terakhir salah satu dari banyak korban lagi dilihat serta dicatat dengan hati-hati.
Ini sudah jadi salah satu pekerjaan sangat vital di mari pula yang sangat buat miris.
Laki-laki itu telah tidak dikenali sehabis satu minggu terombang-ambing di lautan. Badannya terdampar di tepi laut pagi itu.
Tangan para dokter yang terlatih meraba-raba badannya mencari tanda-tanda identifikasi serta mengambil DNA-nya.
Ambil Identitas
Itu berarti kalau-kalau terdapat keluarganya yang masih hidup serta mau mengklaimnya.
Lebih dari 10.000 orang masih secara formal dinyatakan lenyap bagi berdasarkan informasi dari lembaga Kantor PBB buat Koordinasi Urusan Kemanusiaan.
Palang Merah sudah merilis informasinya sendiri.
Baca yuk : Yudo Margono Memohon Maaf Soal Kata ‘Piting’ Masyarakat Rempang: Aku Orang Ndeso
PBB berkata angka kematian sepanjang ini mencapai sekitar 11.300 jiwa.
Jumlah nyatanya masih belum jelas — tetapi satu perihal yang telah tentu merupakan tingkat kehancuran bencana ini.
Kala ia mencari adik wanita beserta suaminya di rumah mereka setelah banjir, rumah tersebut sudah hanyut terbawa air.
Ia belum mendengar berita apapun
Muhammad Miftah menampilkan kepada aku suatu video yang ia ambil kala permukaan air naik, air bercorak coklat mengalir masuk ke dalam rumah lewat pintu depan.
Suatu mobil terbawa arus serta tersangkut di ruang terbuka itu, memblokirnya sama sekali.
“Saya memandang mobil-mobil hanyut serta langsung berlari,” ingatnya.
“Saya pikir telah tamat, aku hendak mati. Kami bisa memandang tetangga-tetangga kami melambai-lambaikan senter. Dalam sebagian momen, sinar itu padam, serta mereka menghilang.
“Itu yang sangat menakutkan.”
Bersamaan dorongan internasional mulai datang dalam jumlah besar, menteri kesehatan pemerintahan Libia timur mengumumkan kalau 4 petugas penyelamat dari Yunani tewas dalam musibah di tengah ekspedisi mengarah Derna.
Baca yuk : Konflik Pulau Rempang Kian Memanas, Komisi III DPR RI Hendak Undang Pengusaha
Lima belas yang lain terluka. Mereka hendak bergabung dengan regu dari Prancis serta Italia yang telah lebih dulu berada di lapangan.
Kuwait serta Arab Saudi pula sudah menerbangkan berton-ton suplai bonus
Langkah berikutnya merupakan membenarkan bantuan-bantuan tersebut digunakan dengan benar serta adil.
Kepala Misi Sokongan Internasional PBB di Libya, Abdullah Bathily, berkata kepada BBC Arabic kalau negeri tersebut saat ini butuh menghasilkan mekanisme transparan buat mengelola seluruh dorongan internasionalnya.
Koordinasi bermasalah
Kekhawatiran itu timbul dari tantangan sepanjang ini dalam koordinasi antara pemerintahan di Tripoli yang diakui secara internasional, serta pemerintahan di Libia timur, yang tidak diakui.
Kembali ke pusat kota Derna, terdapat sebagian titik cerah di tengah lumpur serta puing-puing yang sudah menyelimuti kota.
Baca yuk : Waspada, Investasi Cina Rp175 Triliun di Rempang bisa jadi melayang
Di salah satu sudut jalur ratusan baju berwarna-warni tergeletak berantakan dalam tumpukan.
Di seberang jalur suatu antrean panjang tercipta kala terdapat pembagian bahan bakar pada para penyintas.
Bersamaan bantuan berdatangan, seseorang laki-laki datang serta meletakkan sekotak syal penghangat di kaki seseorang wanita tua.
Sang laki-laki mengecup kening wanita itu dengan lembut; sang wanita setelah itu tersenyum serta mulai memilih satu.
Inilah potret masyarakat yang membutuhkan bantuan dalam salah satu momen terburuk krisis di Libia.(Reko Suroko)
Sumber : BBC News.com