Dampak kebakaran Pasar Kliwon: Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih


Tim gabungan mendinginkan lokasi pascakebakaran gudang rosok di kawasan Pasar Kliwon Solo. (R August)

Surakarta, (Mas Reko)— Pepatah itu mampu menggambarkan kisah musibah yang sedang terjadi di Pasar Kliwon, Surakarta. Tangisan ataupun bentuk limpahan kemalangan apapun menjadi obat kekuatan iman.

Suara sesenggukan terdengar dari seorang wanita yang tengah menyendiri. Ia yang mengenakan jilbab dan daster adalah salah satu terdampak kebakaran gudang rosok di Kampung Joyosudiran, Pasar Kliwon, Surakarta, Selasa (3/10).

Sedih melihat kobaran api

Ia tak sendiri saat melihat kobaran api meludeskan rumah -rumah mereka. Ia dan tetangganya hanya bisa pasrah ketika tempat tinggal miliknya menjadi abu.

Baca yuk : Pemukiman padat penduduk di Pasar Kliwon Solo terbakar, diduga ludeskan 12 rumah warga

Wanita yang menyebut dirinya Meini , 45, itu tak henti-hentinya menangis meraung-raung di gang kampung, tak jauh dari lokasi kebakaran. Para tetangga berupaya menenangkannya, Meini seolah tak mendengarnya.

“Ya Allah, Gusti, omahku, omahku. Ya Allah, paringi kekuatan ya Allah. Omahku pak, omahku, tolong dipadamke genine pak, aku turu ngendi mengko. Anakku jik cilik-cilik (Ya Allah, Tuhan, rumah saya, rumah saya. Ya Allah, berikanlah kekuatan ya Allah, Rumah saya pak, rumah saya, tolong dipadamkan apinya pak, saya nanti tidur di mana. Anak saya masih kecil-kecil),” teriak wanita yang terus menangis.

Mulai pukul 17.00

Saat Radarsolo.com berusaha mengajak wanita tersebut berbincang. Tatapan matanya masih kosong. Namun, dia masih bisa diajak berbicara. Meini ingat detik-detik kebakaran yang terjadi sekitar pukul 17.00, sore tadi.

Meini mengatakan saat kejadian, dia baru saja selesai memasak di dapur rumahnya. Persiapan untuk makam malam keluarga. Namun, tiba-tiba anak pertamanya masuk ke rumah sembari berteriak dan mengatakan jika gudang rosok yang berada di belakang rumahnya terbakar.

“Saya langsung lari ke kamar, gendong anak saya yang kecil. Kemudian keluar rumah. Lihat ke atas asapnya sudah tinggi. Tapi api masih belum sebesar sekarang,” ceritanya.

Hanya dalam hitungan menit, api sudah menjalar ke segala arah. Termasuk ke rumahnya. Tak ada harta benda miliknya yang berhasil dievakuasi karena rumahnya berada dekat dengan titik api.

“Mepet mas, istilah’e gur batas tembok,” ujarnya.

Baca yuk : Masyarakat Pulau Mubut khawatir, dampak pabrik kaca Pulau Rempang ke wilayahnnya

Saat kejadian, “Anak saya yang besar juga kemana saya tidak tahu. Anak kedua tadi dibawa sama tetangga. Dibawa agak jauh biar ngak kena asap. Saya lemes, dengkul sampai tidak ada tenaganya,” ungkapnya sembari meneteskan air mata.

Hanya bisa pasrah

Meini hanya bisa pasrah, hartanya tinggal baju daster serta hijab yang dia kenakan saat itu. Semua ludes dilalap si jago merah. Dia tak menyangka, jelang azan Magrib, rumah yang ditinggali hampir 10 tahun ludes dilalap api.

Tak hanya Meini, Sejumlah warga lain juga turut berkumpul di pinggir Jalan Kapten Mulyadi. Namun, nasib mereka masih lebih beruntung dibanding Meini. Masih bisa membawa surat-surat penting sebelum api menjalar ke rumah mereka.

Salah satunya Mirah. Dia memeluk sejumlah berkas surat berharga seperti surat tanah serta izasah. Rumahnya berada di samping kanan rumah Meini.

Baca yuk : Di toko ritel beras jenis ini dibatasi maksimal hanya @ 10 Kg

Kebetulan waktu kebakaran saya lagi di luar, ndulang (menyuapi) anak. Terus lihat ada asap. Saya kira awalnya orang bakar sampah. Lah kok soyo gede, soyo gede (semakin besar). Langsung ke kamar ambil surat penting di dalam lemari terus keluar. Perabot lain nggak sempat. Api cepat besarnya jadi tidak sempat dikeluarkan,” ungkapnya. (Reko Suroko)

 

Sumber : Radarsolo.com

 

 

Berita Terkait

Top