Demurrage Beras Bulog Dianggap Ngawur
“Beras sangat penting bagi kehidupan rakyat, menentukan inflasi yang krusial, seperti yang terjadi pada era Soekarno dan Soeharto. Soekarno jatuh karena masalah beras,” katanya.
Ilustrasi beras Bulog. (Foto: Antara).
Jakarta, (Mas Reko)—Didik J Rachbini, seorang ahli ekonomi sekaligus Rektor Universitas Paramadina, mengungkapkan keheranannya terhadap potensi denda demurrage atas impor beras oleh Bulog. Dia mempertanyakan pemberlakuan denda tersebut, dengan menekankan bahwa semua instrumen impor merupakan milik negara.
Baca juga :Mungkinkah beras singkong jadi solusi krisis pangan?
“Tidak seharusnya ada denda, hukuman, atau kebingungan seperti ini,” ujar Didik dalam wawancara dengan Inilah.com, Jakarta, pada hari Sabtu (15 Juni 2024).
Menurutnya, kebijakan ini mencerminkan ketidakaturan institusional dan dia memperingatkan agar tidak memanipulasi beras, yang menurutnya adalah komoditas penting yang mempengaruhi inflasi, mirip dengan masa pemerintahan Soekarno.
“Beras sangat penting bagi kehidupan rakyat, menentukan inflasi yang krusial, seperti yang terjadi pada era Soekarno dan Soeharto. Soekarno jatuh karena masalah beras,” katanya.
Didik berpendapat bahwa impor beras seharusnya berjalan lancar, mengingat semua instrumen impor adalah milik pemerintah, mulai dari regulasi hingga pengelola pelabuhan tempat barang impor bersandar.
Baca juga :Harga beras masih tetap tinggi, kendati harga gabah turun
“Itu adalah masalah teknis antara kontainer dan kapal besar. Mereka harus fleksibel, tidak terlibat dalam konflik yang tidak substansial seperti ini,” tambahnya.
Dia mendesak DPR untuk segera mengevaluasi kebijakan dari Bapanas, termasuk yang mempengaruhi Bulog.
“Keduanya harus dievaluasi terkait impor beras ini, yang sangat penting. Perintah dari Presiden dan di tingkat menteri seharusnya tidak melibatkan adu argumentasi yang tidak pantas seperti ini,” tegasnya.
Saat ini, sekitar 490.000 ton beras impor oleh Bulog terjebak di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak, dengan potensi biaya demurrage mencapai sekitar Rp350 miliar.
Baca juga :Stok Bulog berkurang, harga beras melambung
Potensi biaya demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mewajibkan penggunaan kontainer untuk impor, berbeda dengan praktik sebelumnya yang menggunakan kapal besar.
Upaya dari Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dilaporkan telah memfasilitasi pelepasan sebagian impor beras di Pelabuhan Tanjung Priok, yang kini disimpan di gudang Bulog.
Namun, biaya demurrage tersebut dapat mempengaruhi harga eceran beras, yang kemungkinan memerlukan subsidi tambahan dari pemerintah kepada Bulog.
Hingga Rabu (12 Juni 2024), sekitar 200 kontainer beras masih tertahan di Tanjung Priok, sementara di Pelabuhan Tanjung Perak tercatat 1.000 kontainer.
Baca juga :Di toko ritel beras jenis ini dibatasi maksimal hanya @ 10 Kg
Ketika dikonfirmasi, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengarahkan pertanyaan tersebut kepada Bulog, dengan menyatakan, “Silakan konfirmasi dengan Direksi Bulog karena kewenangannya ada di sana.”
Sementara itu, Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui aktivitas impor sebanyak 490.000 ton sejak Januari hingga Mei 2024, yang sebagian besar masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
“Dalam lima bulan pertama tahun 2024, puluhan kapal berhasil membongkar sekitar 490.000 ton beras di Pelabuhan Tanjung Priok,” kata Bayu dalam pernyataan tertulis yang diterima oleh Inilah.com, Jakarta, pada Rabu (12 Juni 2024). (RS)
sumber : Inilah.com