Di Akhir Jabatan Terbukti Kekhawatiran Jokowi, Bankir Soroti Likuiditas


Foto: Presiden Joko Widodo saat acara peresmian Tambak Budi Daya Ikan Nila Salin (BINS) di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB) di Karawang. (YouTube/Sekretariat Presiden)

Jakarta, (Mas Reko)–Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengungkapkan kekhawatirannya tentang semakin berkurangnya peredaran uang, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5%. Kekhawatiran ini disampaikan menjelang akhir masa jabatannya.

Menurut Jokowi, masalah ini disebabkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) yang menerbitkan terlalu banyak instrumen keuangan seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

Baca juga : Waspadai krisis ekonomi, ditengah klaim ekonomi baik-baik saja

“Jangan semuanya ramai membeli SBN maupun instrumen yang saya sebutkan ke BI, meskipun boleh-boleh saja, tetapi agar sektor riil bisa terlihat lebih baik dari tahun sebelumnya,” kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kekhawatiran Jokowi Terbukti

Kekhawatiran Jokowi terbukti benar. Tahun ini, likuiditas menjadi perhatian utama para bankir. Di tengah era suku bunga tinggi yang diperkirakan akan bertahan lama, persaingan untuk mendapatkan dana menjadi sangat ketat.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso, mengatakan bahwa suku bunga tinggi berdampak pada persaingan likuiditas perbankan. Seperti diketahui, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur April 2024.

“Kenaikan suku bunga kami respons sebagai keputusan logis dan rasional. Tantangan ini pasti akan mempengaruhi likuiditas,” ujarnya dalam paparan kinerja kuartal I-2024 belum lama ini.

Meskipun demikian, dia memastikan bahwa BRI masih memiliki ruang likuiditas yang cukup untuk ekspansi kredit. “Bagi BRI, dengan LDR sebesar itu, kita biasa saja, dalam artian kita akan mempertahankan LDR, tetapi bukan berarti kita menahan penyaluran kredit,” tambah Sunarso.

Baca juga : Kasus pembunuhan Vina, Sederet fakta bermunculan

Sebagai informasi, per Maret 2023, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) BRI sebesar 83,78%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka tersebut turun sebesar 148 basis poin (bps).

Dengan strategi yang fokus pada penguatan likuiditas, alokasi aset yang optimal, dan pricing pendanaan yang strategis, BNI meyakini bahwa kinerja mereka akan tetap stabil dalam menghadapi tantangan serta mampu mengoptimalkan peluang untuk memberikan nilai terbaik bagi nasabah dan stakeholder,” ujar seorang perwakilan BNI.

Per Maret 2024, loan to deposit ratio (LDR) BNI naik 358 basis poin (bps), dari 85,43% menjadi 89,01%.

Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) merevisi target pertumbuhan kredit mereka untuk tahun ini. Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, menyatakan bahwa revisi tersebut dilakukan karena likuiditas di pasar semakin ketat.

Baca juga : Warga Negara China menambang emas dengan alat berat, ini ilegal

“Alasan kami menargetkan pertumbuhan kredit yang sama seperti tahun lalu adalah karena mempertimbangkan ketatnya persaingan dalam pengumpulan dana pihak ketiga (DPK). Namun, jika posisi pendanaan kami membaik, kami akan mempertimbangkan untuk meningkatkan target kredit. Saat ini, kami belum berani menargetkan lebih dari 12%,” kata Nixon pada awal tahun ini.

Selain itu, Nixon menjelaskan bahwa laju pertumbuhan kredit tahun ini perlu ditahan untuk mengurangi risiko kenaikan suku bunga.

Likuiditas yang seret

Secara terpisah, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Novita Widya Anggraini, menyatakan bahwa likuiditas menjadi salah satu dari dua fokus utama mereka tahun ini.

Dalam menjaga likuiditas, BNI konsisten memprioritaskan peningkatan dana murah (CASA) dengan mengoptimalkan layanan digital seperti BNI Mobile Banking untuk nasabah ritel dan BNI Direct untuk nasabah korporasi.

Baca juga : Cadangan Devisa RI Menipis, Pengusaha Blak-Blakan

“Pada kuartal I 2024, pertumbuhan kredit sebesar 14,85% year-on-year (yoy). Kami akan menurunkan penyaluran kredit ke level 10% yoy untuk mengantisipasi biaya dana yang mahal karena kondisi suku bunga saat ini lebih menantang. Ibaratnya, dengan harga bahan baku yang mahal, penjualan tidak perlu terlalu digenjot,” ujarnya.

Per Maret 2024, LDR BTN yang fokus pada kredit pemilikan rumah (KPR) naik 244 bps menjadi 96,23%. Sebagai informasi, Bank Indonesia memberikan rekomendasi LDR pada rentang 84%-94%. (RS)

Sumber : CNBC Indonesia

Berita Terkait

Top