Kejagung Ancam Paksa Bos Sriwijaya Air
Gedung Kejagung di wilayah Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Ramadhan Nur Fadillah)
Jakarta, (Mas Reko)–Kejaksaan Agung mengancam akan menjemput paksa bos Sriwijaya Air, Hendry Lie, jika ia terus tidak kooperatif dalam memenuhi panggilan pemeriksaan terkait kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022.
Baca juga : Jampidsus Buka Suara Terkait Jenderal ‘B’ dalam Kasus Korupsi Timah
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kuntadi, menjelaskan bahwa tindakan ini diambil karena Hendry, sebagai tersangka, telah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
“Kita akan tunggu tersangka HL. Yang jelas, kami sudah memanggilnya dua kali,” ujarnya dalam konferensi pers pada Rabu (29/5). “Jika sudah tiga kali tidak hadir, penyidik akan melakukan pemanggilan paksa,” tambahnya.
Baca juga :Mengungkap Skandal Mega Korupsi Tata Niaga Timah, Rp 271 T
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Hendry sebagai Beneficiary Owner dari PT TIN dan adiknya, Fandy Lingga, sebagai Marketing PT TIN, sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah. Keduanya diduga terlibat dalam pengaturan pembiayaan kerjasama penyewaan alat peleburan timah, serta membentuk dua perusahaan boneka untuk mendukung aktivitas tambang tersebut.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Hendry Lie belum ditahan oleh penyidik Kejagung karena alasan kesehatan. Sriwijaya Air menegaskan bahwa perusahaan tidak terkait dengan kasus yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung.
“Kami menghargai proses hukum yang sedang berlangsung. Namun, kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan PT Sriwijaya Air sebagai entitas bisnis yang berbeda,” kata Corporate Communication Sriwijaya Air Group, Zaidan Ramli, dalam pernyataan resminya pada Selasa (30/4).
Baca juga : Dugaan Korupsi PT Timah Tbk Senilai Rp 271 Triliun
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 22 tersangka terkait dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Beberapa tersangka termasuk Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Harvey Moeis yang bertindak sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejagung mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara dalam kasus korupsi timah ini mencapai Rp300,003 triliun. Rincian kerugian tersebut meliputi kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra sebesar Rp26,649 triliun, dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun. (RS)
sumber : CNN Indonesia