Ketakutan Warga Rempang: Antara tekanan investor asing serta bujuk-rayu Pemerintah
Pengunjuk rasa melempari personel polisi saat aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 11 September 2023. Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Gatra)
Batam- (Mas Reko)- Kata Penggusuran serta relokasi, bukan sekadar kata biasa bagi penduduk Pulau Rempang, Kepulauan Riau (Kepri). Dua kata itu bermakna magis, karena menimbulkan nuansa takut. Bisa diawali mual, pening itu sebagai gejala ketakutan yang luar biasa.
Bagaimana tidak takut? Bila dua kata itu terngiang jelas di telinga. Apabila mengingat tempat tinggal yang sudah mereka huni beratus-ratus tahun. Bakal disulap menjadi pabrik cermin bermodalkan investasi asing.
28 September batas akhir
Relokasi ataupun tidak hendak ditetapkan pada 28 September 2023 nanti. Tenggat waktu dari pemerintah, baik pusat ataupun wilayah Batam dan Kepri, pasti telah ditolak oleh warga di 16 Kampung Adat Ulayat di Rempang.
Tetapi sikap pemerintah yang nyatanya ngotot tidak ingin waktu diundur lagi, memunculkan keresahan pada masyarakat.
Baca yuk: Rekomendasi Komnas HAM : Relokasi pabrik, bukan masyarakat Rempang yang direlokasi
Rasa khawatir serta risau ini nampak jelas oleh para aktivis HAM serta sebagian pihak yang menemui masyarakat Rempang dikala turun ke lapangan demi menolong mencari titik masalah.
Berdiri posko-posko
“Di titik-titik strategis di tiap persimpangan jalur akses di Pulau Rempang memanglah saat ini ini banyak ditempatkan posko regu terpadu. Tujuannya buat membagikan pelayanan untuk warga yang mau mendaftarkan serta menandatangani persetujuan relokasi,” ucap Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo usai konferensi pers terpaut keadaan Pulau Rempang di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (22/9).
Prabianto mengatakan kala meninjau langsung Rempang pada 15-17 September 2023, dia menerima laporan warga terpaut posko-posko yang sudah bergeser guna jadi markas aparat TNI serta POLRI.
“Dikeluhkan oleh masyarakat sebab ini memunculkan keterbatasan ruang gerak masyarakat. Apalagi pula sebagian yang memberi tahu kunjungan door to door ke rumah masyarakat untuk memohon masyarakat menindaklanjuti permohonan untuk menindaklanjuti relokasi,” kata Prabianto.
Bentuk intimidasi
Sosialisasi dari rumah ke rumah oleh aparat masih teratur dicoba Direktur Eksekutif WALHI Riau, Even Sembiring berkata para personil TNI serta POLRI umumnya tiba beregu ke rumah masyarakat sembari bawa formulir persetujuan relokasi.
Baca yuk: Proyek Pulau Rempang: Masyarakat Pasir Panjang Senantiasa Tolak Relokasi
“Setahu aku masyarakatnya khawatir dengan cara-cara seperti gitu. Mereka bersembunyi jika terdapat tentara ataupun polisi yang tiba nganter form,” ucap Even Sembiring dikala dihubungi Gatra.com Jakarta lewat telepon pada Kamis, (22/9).
Even menjelaskan aparat yang menghadiri rumah masyarakat tidak nampak bawa senjata. Dia berkata cuma personil yang berjaga di posko yang dilengkapi persenjataan. Dikala ini, ada 7 posko di sebagian titik strategis, semacam kantor kecamatan serta kantor desa. Sedangkan itu, terdapat kurang lebih 700 personel TNI-POLRI yang terletak di Pulau Rempang.
Ketakutan warga tidak cuma terasa pasca-tragedi kericuhan 7 September 2023 di Rempang serta ricuh 11 September di Batam. Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi menggambarkan pernah menciptakan rasa khawatir serta curiga pada warga kala grupnya melaksanakan sosialisasi. Rudi menarangkan sosialisasi door to door ke rumah masyarakat telah dicoba semenjak 9 September 2023.
Muncul kekhawatiran warga
“Namun, terdapat keengganan warga apabila wajib berkumpul dalam satu ruangan. Kami tidak ketahui tentu apa yang ditakutkan. Namun tidak apa, kami terus berupaya secara pribadi tiba ke rumah demi rumah satu per satu, sehingga sosialisasi lebih seksual serta warga juga lebih nyaman,” ucap Muhammad Rudi kepada Abdul Aziz dari Gatra Kepri.
Baca yuk: Pasca Gema Maroko : Mengkhawatirkan perdagangan wanita muda lewat medsos
Sekretaris Universal Rumpun Khazana Peninggalan Batam (RKWB), H. Raja Muhammad Amin menjelaskan lebih lanjut soal kekhawatiran warga kepada Romus Panca dari Gatra Batam.
Jika investornya lokal, kita enggak takut lantaran kita masih dapat langsung bernegosiasi. Tetapi jika investor dari luar Tiongkok yang masuk, inilah yang membikin kita pusing lantaran perantaranya pemerintah pusat,” ucap Amin.
Jangan korbankan Kampung Tua
Dia juga menegaskan, warga Rempang menunjang rencana pembangunan serta investasi lewat proyek strategis nasional. Tetapi warga tidak dapat terima bila Kampung Tua wajib dikorbankan demi investasi ini.
“Kepada aparat, kami memohon kedepankan musyawarah, jauhi cara-cara ekspresif. Itu rakyat kita yang mestinya diayomi,” ucap Amin lagi.
Amin pula memohon supaya Jadikan Lahan (PL) di Kampung Tua bisa dihentikan serta dicabut. Permohonan ini sudah digaungkan jauh saat sebelum “Rempang Eco City” ramai dibahas publik.
“Kami telah sebagian kali kami menggelar hari marwah, pada 2010 serta 2015. Tuntutan kami sama, cabut seluruh PL di Kampung Tua serta hentikan pemberian PL di Kampung Tua. Kampung-kampung tua itu kembalikan ke Pemerintah Kota Batam, perlakukan Kampung Tua itu sama dengan kampung-kampung lain di Indonesia,” tegas H. Raja Muhammad Amin lagi.
Baca yuk: Jepang menghadapi krisis pernikahan
Semacam yang dikenal pemerintah menargetkan relokasi warga Rempang dapat dicoba sangat lelet 28 September 2023. Untuk menggapai perihal ini, dibutuhkan persetujuan dari warga. Tetapi dari ribuan KK yang terdapat di kampung tua Rempang, cuma dekat 100 KK yang melaporkan bersedia buat direlokasi.
Tenggat waktu kian dekat
Menjawab tenggat waktu yang terus menjadi dekat, Komnas HAM sudah menjadwalkan pertemuan dengan Kemenko Bidang Kemaritiman serta Investasi/Kepala BKPM, Kemenko Bidang Perekonomian, KSP, Setneg, Menteri ATR/BPN, serta Kapolri pada Senin, 25 September mendatang bertempat di kantor Komnas HAM Jakarta.
Pertemuan ini pula hendak mangulas sebagian penemuan di lapangan. Komnas HAM juga hendak membagikan sebagian saran terpaut polemik yang tengah terjalin Salah satu saran yang hendak di informasikan merupakan permintaan supaya para menteri dapat meninjau kembali wacana “Rempang Eco City” selaku Proyek Strategis Nasional.
“Jadi, posisi Komnas HAM, dikala ini merupakan kita memohon pemerintah untuk tidak melaksanakan relokasi masyarakat namun sebaliknya pemerintah dapat memindahkan posisi pabrik yang hendak dibentuk oleh Xinyi [investor Tiongkok tadi,” ucap Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo. (Reko Suroko)
Sumber: Gatra.com