Kran ekspor pasir laut dibuka, siapa yang paling diuntungkan?


lustrasi. Penyemprotan pasir di pesisir pantai hasil dari penambangan pasir laut. Foto : David Martin via geograph.org.uk / Creative Commons Licence/mongabay.co.id)

JAKARTA, (Mas Re)–Indonesia kembali membuka ekspor pasir laut setelah 20 tahun, yang menuai perhatian media internasional dan menimbulkan perdebatan terkait dampak lingkungan dan ekonomi.

Baca juga:Ekspor Pasir Laut Tak Mendongkrak Pendapatan Negara

Kebijakan ini dinilai menguntungkan proyek reklamasi Singapura, namun juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan ekosistem laut.

Media Internasional Soroti Kebijakan Ekspor Pasir Laut Indonesia

Media seperti *South China Morning Post**Business Times* ramai-ramai memberitakan keputusan Indonesia untuk mencabut larangan ekspor pasir laut. *South China Morning Post* melaporkan bahwa Singapura diuntungkan dengan langkah ini karena bisa mendukung proyek reklamasi lahan. Namun, kekhawatiran lingkungan juga muncul, terutama terkait kerusakan habitat laut yang disebabkan oleh pengerukan pasir.

Baca juga:Proyek Pulau Rempang: Masyarakat Pasir Panjang Senantiasa Tolak Relokasi

Sejak 2003, Indonesia menghentikan ekspor pasir laut untuk mencegah pengiriman ilegal. Namun sebelum larangan itu berlaku, Indonesia merupakan pemasok utama pasir laut bagi Singapura, dengan rata-rata 53 juta ton pasir laut diekspor setiap tahun dari 1997 hingga 2002. Kebijakan baru yang memperbolehkan ekspor ini diprediksi akan kembali meningkatkan volume perdagangan pasir antara kedua negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023

Kebijakan ekspor pasir laut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Peraturan ini memberikan izin bagi pengusaha tambang yang telah memenuhi kebutuhan dalam negeri untuk mengekspor pasir laut.

Ilustrasi. Penambangan pasir di Pulau Tern. Foto: Calistemon melalui Wikimedia Commons (CC BY-SA 4.0/mongabay.c0.id)

Pada Pasal 9 dan 10, aturan ini memberikan kerangka hukum bagi perusahaan tambang untuk melakukan eksploitasi pasir laut, asalkan mereka memiliki izin dari Menteri ESDM atau gubernur terkait.

Baca juga:Akibat Proyek IKN, Warga Palu Terpapar Debu dan Tangkapan Ikan Nelayan Terganggu

Dampak Lingkungan dari Pengerukan Pasir Laut

Meski kebijakan ini memberikan peluang ekonomi bagi Indonesia, sejumlah pakar lingkungan dan kebumian menyuarakan kekhawatiran terkait dampak pengerukan pasir laut terhadap ekosistem.

Pakar geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, menyatakan pentingnya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dalam setiap kegiatan pengerukan pasir. Menurutnya, sedimen laut memiliki fungsi penting dalam menjaga stabilitas pantai dan mencegah erosi.

Selain itu, dosen dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Dicky Muslim, menyebutkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan larangan ekspor bahan mentah yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintah. Seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Baca juga:Selayaknya pemerintah minta maaf kepada warga Rempang, secara terbuka

Pasir laut secara alami berperan dalam menyerap energi gelombang laut dan mengurangi erosi pantai. Oleh karena itu, eksploitasi pasir laut yang tidak terkendali bisa mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir.

Singapura, sebagai negara tetangga Indonesia, akan merasakan manfaat langsung dari kebijakan ini. Business Times melaporkan bahwa Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura tengah merencanakan fase ketiga mega proyek Pelabuhan Tuas, yang diperkirakan selesai pada 2030-an. Pasir laut dari Indonesia bisa menjadi sumber penting untuk mendukung proyek ini.

Namun, keuntungan ekonomi dari ekspor pasir laut harus dipertimbangkan bersama dengan risiko lingkungan dan sosial yang muncul. Jika tidak dikelola dengan baik, pengerukan pasir laut bisa memicu kerusakan jangka panjang pada ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan lingkungan di wilayah pesisir Indonesia.

Baca juga:Masyarakat Pulau Mubut khawatir, dampak pabrik kaca Pulau Rempang ke wilayahnnya

Aktivitas penambangan pasir laut di Pulau Rupat, Bengkalis, Riau. Foto : independensi.com/mongabay.co.id)

Pembukaan kembali keran ekspor pasir laut Indonesia menawarkan peluang ekonomi yang besar, terutama bagi proyek-proyek reklamasi di Singapura. Namun, kebijakan ini juga membawa tantangan besar terkait perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Diperlukan kajian yang lebih mendalam dan pengawasan ketat untuk memastikan bahwa keuntungan ekonomi tidak mengorbankan kesehatan ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir.(Mas Re)

Berita Terkait

Top