Masyarakat Pulau Mubut khawatir, dampak pabrik kaca Pulau Rempang ke wilayahnnya


Perahu nelayan di Rempang tengah. (Foto:Muhammad Ishlahuddin/Ulasan.co)

BATAM, (Mas Reko)–Masyarakat Pulau Mubut yang sebagian besar nelayan mulai mengkhawatirkan, beredarnya kabar tentang rencana pembangunan proyek pabrik kaca di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Perairan sekitar Sembulang terganggu, apalagi profesi mereka adalah nelayan.

Salah seorang nelayan Pulau Mubut, Dorman mengungkapkan, sejak isu pengembangan Rempang Eco-City, dia baru kali pertama dilibatkan pembahasan analisis dampak lingkungan (amdal) Sabtu (30/09) lalu.

“Selama ini yang diributkan soal darat saja. Sebelumnya kami tidak ada dapat sosialisasi,” kata Dorman, Selasa (03/10).

Baca yuk : Waspada, jeratan Kereta Cepat Jakarta -Bandung bikin sengsara

Dorman mengungkapkan, undangan konsultasi amdal terkait Rempang Eco-City sampainya tiba-tiba. Dirinya mendapat undangan sosialisasi malam harinya. Lima nelayan dari wilayahnya menghadiri konsultasi tersebut. “Sosialisasi seperti mendadak gitu,” katanya.

Menurutnya, hadirnya proyek ini akan berdampak terhadap wilayah mata pencaharian mereka. Laut akan mengalami kerusakan jika benar nanti akan dibangun pelabuhan. Jika dibangun pelabuhan tentu akan ada pengerukan pasir dan reklamasi, ujarnya.

Biota laut terganggu

Ia khawatir, biota laut di kawasan itu punah karena pengerukan yang mungkin nanti terjadi di kawasan tersebut. Dorman menambahkan , perairan lokasi mereka melaut tersebut dalamnya hanya sekitar lima meter.

“Otomatis dampaknya pasti kepada kondisi laut, karang rusak, ikan hilang, udang juga akan hilang,” kata Dorman yang juga merupakan Kelompok Masyarakat Pengawas (Poksmaswas) Sumber Daya Laut Perikanan Wilayah Perairan Pulau Mubut dan sekitarnya.

Padahal karang itu menjadi tempat pemijahan biota laut. Ketika terumbu karang rusak, maka nelayan akan terancam. “Kami bukan nelayan luar, nelayan asli sini. Pakai kapalnya kecil-kecil bukan kapal besar,” tandasnya.

Baca yuk : Pemukiman padat penduduk di Pasar Kliwon Solo terbakar, diduga ludeskan 12 rumah warga

Nelayan di Pulau Mubut melaut menggunakan alat tangkap bubu, jaring dan lainnya. Pada sore hari nelayan memasang alat tersebut sepanjang perairan, setelah itu pada pagi hari jaring diambil. “Di sini hasil tangkapan udang, rajungan, ikan, yang memasok restoran seafood di Kota Batam,” katanya.

Khawatir Konservasi Laut Rusak

Dorman mengaku, di perairan Mubut masih banyak ikan duyung (dugong), penyu hingga lumba-lumba. Mereka khawatir hewan-hewan ini punah akibat pembangunan Rempang Eco-City. “Tugas kami menjaga itu semua, ini kalau dilihat dari rencana proyek akan terdampak,” kata pria 43 tahun itu.

Kawasan konservasi tersebut berada tidak jauh dari pesisir Sembulang yang menjadi lokasi utama pembangunan Rempang Eco-City.

Dorman melanjutkan, saat ini setelah sosialisasi konsultasi publik amdal beberapa hari lalu membuat nelayan risau dengan adanya proyek Rempang Eco-city. “Terutama kerusakan laut yang terjadi nanti, kami merasa risau,” katanya.

Dorman melanjutkan, apalagi daerah tangkap nelayan di Pulau Mubut sangat kecil. “Kami takut mata pencaharian kami akan hilang, sampai saat ini kami menolak rencana pembangunan ini,” katanya.

“Setelah pembahasan itu, kami terdampak, tentu kami menolak keras, lebih banyak mudarat dari manfaat,” katanya.

Khawatir jadi pelabuhan besar

Dorman juga khawatir kala pesisir Sembulang berubah menjadi pelabuhan besar. Nelayan biasanya melalui pelabuhan rakyat di Sembulang untuk mengirim hasil tangkapan ke Batam.

“Ketika Sembulang ini berubah menjadi pelabuhan, kami akan kehilangan arah, kemana kami akan mengirim barang kami, padahal kami sebagai pemasok, sebagai barang-barang hidup di restoran Kota Batam,” katanya.

Dorman berharap pemerintah mengkaji dengan seksama, menyikapi dampak yang terjadi kepada nelayan. “Jika ini terjadi tidak tertutup kemungkinan, kami akan kehilangan mata pencarian,” katanya.

Baca yuk : Dapen pekerja BUMN digasak oknum-oknum biadab Erick : Saya kecewa, saya sedih

Warga lainnya, Adi Sambrani mengatakan, pada tahun 2015 lalu, nelayan tradisional Pulau Mubut pernah terdampak aktivitas kegiatan galian tipe C yang berlangsung di Pulau Bintan.

“Aktivitas galian tipe C yang berlangsung pada saat itu yakni penambangan bauksit dan juga pasir di Pulau Bintan,” kata Andi.

Ia menjelaskan, aktivitas itu menyebabkan perairan Pulau Bintan yang merupakan lokasi tangkap udang apolo oleh masyarakat pulau-pulau sekitar menjadi rusak.

Perahu nelayan di Rempang tengah. (Foto:Muhammad Ishlahuddin/Ulasan.co)

“Perairan tersebut jadi rusak karena aktivitas pemindahan pasir dan bauksit ke kapal besar banyak menyebabkan bebatuan tajam jatuh ke perairan. Itu menyebabkan para nelayan udang apolo sudah tidak lagi bisa mendapatkan hasil tangkapan dan udang apolo sudah tidak lagi bisa kami temukan,” ujarnya.

Tolak pengembangan P Rempang

Hal tersebut menjadi salah satu alasan masyarakat Pulau Mubut menolak rencana pengembangan wilayah Pulau Rempang ini, karena dinilai dapat merusak wilayah perairan hasil tangkap mereka.

Menurut Adi, apa yang dulu pernah terjadi kini menjadi pelajaran bagi mereka untuk terus bertahan.
“Secara tegas kami turut menolak rencana pengembangan wilayah Pulau Rempang ini karena nanti kami juga akan terdampak. Jadi tolonglah pemerintah dapat mengkaji ulang masuknya investasi di Pulau Rempang Galang ini,” tutupnya. (Reko Suroko )

Sumber: Ulasan.co

 

Berita Terkait

Top