Mencari jalan keluar tanpa ada dusta di Rempang
Polisi wanita dari Mapolrestabes Batam bersama siswi SD saat acara “trauma healing” karena banyak siswi yang menolak bersekolah usai bentrok antara warga dan aparat keamanan terkait rencana pemerintah mengembangkan sekolah, 18 September 2023. (Bay ISMOYO / AFP)/ VOA)
Rempang, (Mas Reko) — Pemerintah Indonesia masih mencari jalan untuk melapangkan investasi pabrik cermin di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Sedangkan warga menunggu, sembari berharap relokasi tidak menimbulkan benturan antara pemerintah dan warga. Bagaikan mengambil ikan di kolam, tanpa mengeruhkan airnya.
Di tengah cuaca terik serta angin laut berhembus, FA beserta 10 kawannya berkumpul di depan mushola kampung. Rempang, di mana FA tinggal, merupakan pulau kecil yang jadi bagian dari gugusan pulau-pulau di Batam. Dalam 2 minggu ini, sebagaimana anak-anak Rempang lain, FA jadi bagian tidak terpisahkan dari konflik selaku akibat Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di kawasan itu. VOA cuma menyebut nama samaran demi keamanan narasumber kami ini pada dikala sensitif di Rempang.
Baca yuk : Ombudsman : Bahlil memainkan kata, masyarakat Rempang dimainkan nasibnya
“Kami tidak nak digusur. Kami nak sekolah, ka mari. Kami nak ngaji, ka mari Kami nak main ka mari. Jika digusur, lapangan ka situ tidak luas, disini ramai orang,” kata FA dengan aksen Melayu yang kental kala ngobrol dengan VOA.
Rempang memang strategis
Rempang memanglah strategis sebab terletak di segitiga emas, dekat dengan Singapura serta Malaysia. Luasnya dekat 17 ribu hektar. Pemerintah mengklaim cuma kurang dari setengah wilayah itu yang hendak dikelola selaku kawasan industri, wisata serta perdagangan serta hunian. Sisanya, hendak dibiarkan jadi hutan.
Pada sesi dini bagi berdasarkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, kawasan ini diminati industri cermin terbanyak di dunia asal Cina Xinyi Group. Mereka berencana hendak menggelontorkan investasi senilai U$11,5 miliyar AS ataupun setara Rp174 triliun hingga dengan 2080.
“Jadi areanya itu kurang lebih dekat 7.000 (hektare) yang dapat dikelola. Buat kawasan industrinya, sesi awal itu kita kurang lebih dekat 2.000-2.500 hektare,” ungkap Bahlil dalam kunjungan ke Rempang 17 September 2023 kemudian
Mungkinkah ada kesepakatan ?
Sebagai bagian dari kawasan otorita Batam, Pulau Rempang sesungguhnya masuk dalam perencanaan kawasan industri semenjak tahun 2001. Menteri Koordinator Politik, Hukum serta Keamanan, Mahfud MD dalam beberapa kesempatan menjelaskan hal yang menjadi ruwet sebab kesalahan dalam pemberian ijin oleh departemen kala itu.
Dikala ini terdapat 16 kampung adat Melayu dengan sekitar 7.500 warga yang terdampak investasi. Bentrok pada 7 September kemudian kala ribuan aparat keamanan serta masyarakat Rempang, menggambarkan perebutan atas tanah pulau itu memuncak.
Untuk meredam aksi kekerasan, pemerintah menjanjikan beberapa perihal, aparat keamanan ditarik, serta proses diskusi hendak dicoba Menteri Bahlil menyebut pemerintah tidak hendak melaksanakan relokasi, namun perpindahan. Uang pengganti, rumah serta lahan disiapkan supaya masyarakat Rempang menerima rencana ini.
“Proses penindakan rempang wajib dicoba dengan cara-cara yang soft, yang baik. Serta senantiasa kita membagikan penghargaan kepada warga yang telah secara turun-temurun berada di situ. Kita wajib berbicara dengan baik, sebagaimana seperti lah. Kita ini kan sama-sama orang kampung. Jadi kita wajib bicarakan,” kata Bahlil di Batam.
Baca yuk : Masyarakat Rempang susah dapat pasokan pangan semenjak bentrok dengan aparat
Perkaranya dikisahkan AS, seseorang wanita warga Rempang, semenjak awal pemerintah memanglah tidak melaksanakan sosialisasi kepada mereka. Berita soal rencana pendirian pabrik cuma berhembus tidak jelas.
Khawatir wawancara dengan media
AS, sebagaimana banyak masyarakat Rempang dikala ini, sangat khawatir buat berdialog kepada media. Namanya pula disamarkan dengan alibi keamanan. Kepada VOA, AS mengaku tidak sempat menerima sosialisasi maupun semata-mata pemberitahuan soal rencana investasi. jika untuk saat ini ini, warga kita masih menolak. Hanya telah kondusif, tidak seperti kemarin lagi, kita menutup pembicaraan. “Siapa sih yang ingin kampung kita, dari lahir disini, nenek moyang kita disini, terus ingin dipindahkan ke kampung yang kita enggak ketahui tambahnya.
AS mengaku heran, terdapat banyak lahan masih kosong di Rempang, namun masyarakat wajib dipindahkan untuk pembangunan pabrik. Ia tidak anti pembangunan, bahkan mempersilahkan, namun sepatutnya warga kampung-kampung Melayu tidak butuh direlokasi.
Tidak hanya soal sejarah kampung, bagi AS relokasi pula berakibat pada mata pencaharian mereka. Untuk masyarakat yang kebanyakan nelayan, keberadaan dermaga berarti serta belum ada kejelasan apakah di posisi baru ada sarana serupa. Demikian pula untuk masyarakat yang bertani, tidak terdapat kejelasan apakah kebun mereka hendak diganti.
Baca yuk : Kenapa dekade selanjutnya Indonesia tidak bisa sekadar jadi kaya
“Kita sangat keberatan dengan ini. Hanya kita tidak dapat menolak pemerintah. Harapannya, tidak ingin dipindahkan dari tanah di sini, “ tambahnya.
Jangan bohongi warga Rempang
Apakah relokasi hendak ditaati? Menurut AS, kesepakatan warga jadi kunci. Menurutnya, opsi masyarakat kampung hendak jadi keputusan bersama. jika aku sendiri, kita turut keputusan paling mayoritas saja. Jika yang lain ingin kita sendiri, tidak ingin tidak dapat pula. Tetapi jika yang lain ingin bersama, seluruh kita turut yang tidak ingin, ucapnya lirih.
Soal relokasi ini, AS serta mayoritas masyarakat Rempang telah mencermatinya. Begitu pula terkait rumah pengganti, serta tanah yang disediakan oleh pemerintah di posisi baru. Perkaranya kata AS, seluruh itu masih sebatas janji. Masyarakat masih menunggu hal belum jelas itu. Bagamana bisa, kata AS, meninggalkan rumah yang sekian lama mereka tinggali, namun rumah penggantinya apalagi belum jadi.
“Kita pula wajib tunggu gimana untung rugi kita yang disini, pula perlu kejelasan itu. Nanti kita tiba-tiba pindah, rumah kita yang disini tidak dibayar. Kita tidak ingin, itu terjadi,” paparnya.
Mengubah cara pendekatan
Di Rempang, VOA pula menemui Devianti Noor, pegiat sosial yang juga sekretaris Yayasan Bakti Melayu Bersatu. “Kami tidak membatasi investasi apa saja yang masuk. Namun dengan metode yang humanis, serta bersama memanusiakan manusia,” katanya.
Devianti belum lama ikut mendampingi masyarakat Rempang dalam kemelut yang lagi terjadi. Organiasi ini Devi bekerja memberi dukungan moral sebab baginya fenomena miris yang terdapat di depan mata itu berpotensi melanggar HAM.
“Kami memohon presiden Indonesia, Pak Joko Widodo buat memikirkan ulang lagi Rempang Eco City yang masuk dalam Peoyek Strategis Nasional ini, supaya tidak dicoba relokasi serta tidak dilaksanakan dahulu Ini terkait aksi pada 7 hingga 11 September,”tambah Devianti.
Baca yuk : Hong Kong banjir, merendam jalan-jalan serta stasiun
Timnya pula menekan Komnas HAM untuk mencari jalan di lapangan serta mengkaji kemungkinan pelanggaran HAM itu. Demikian pula , dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang didesak buat terlebih dulu membentuk Panitia khusus (Pansus) guna membicarakan perkara ini. DPR bila butuh mengundang para pakar mulai dari sejarawan, geologi sampai area buat membicarakan Rempang.
Dalam pernyataan resminya, Anggota Komisi II Guspardi Gaus memanglah mengaku masih memandang ada upaya berbau kekerasan di Rempang. Guspardi mengatakan terdapat banyak laporan terkait itu yang masuk kepada dirinya, hingga hari ini beredar WA (WhatsApp) kepadanya. Serta anggota dewan serta semua group WA ini bertebaran. Pendekatan-pendekatan anarkis, melaksanakan pemaksaan itu yang tersebar Oleh sebab itu pasti butuh disikapi oleh pemerintah wilayah , katanya.
“Jangan hingga warga dengan terdapatnya proyek strategis nasional ini, malah mereka kian mengidap kian miskin. Kalau tujuan bernegara ini merupakan dalam rangka buat tingkatkan warga adil, makmur serta sejahtera,” ucap Guspardi lagi. (Reko Suroko)
Sumber : VOA Indonesia