Permainan Lip Service Tengah Diperagakan Mendag Soal Migor Rp 14 Ribu
Permainan Lip Service Tengah Diperagakan Mendag Soal Migor Rp 14 Ribu
Oleh : Reko Suroko
Jakarta, Mas Reko.com –Lagi-lagi permainan lip service diperagakan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan . Dia mengklaim rata-rata harga minyak goreng curah sudah berada di kisaran Rp14 ribu hingga Rp14.500 per liter.
Klaim tersebut disampaikan berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 17 hingga 24 Juni 2022.
Baca Juga : Tambahan Kuota Haji 10.000 Tahun Ini Perlu Dikaji
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai data harga minyak goreng curah yang disampaikan Zulkifli sekadar ucapan di bibir saja. Istilahnya, lip service.
Memang, data itu menunjukkan harga rata-rata minyak goreng curah di Jawa, Bali, Bengkulu, Aceh, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara di kisaran Rp14 ribu hingga Rp14.500 per liter.
“Nah, kita lihat misalnya, Banten sudah Rp14 ribuan, Bali sudah Rp14 ribuan, Jawa timur sudah Rp14 ribuan, Jawa Tengah Rp14.300. Jawa rata-rata sudah Rp14 ribu, antara Rp14 ribu sampai Rp14.300,” kata Zulkifli di kantornya, Senin (27/6), seperti dikutip CNN Indnesia, Senin (27/6).
Menurut Zulkifli, penurunan harga minyak goreng curah itu terjadi karena proses distribusi yang mulai lancar. “Dengan lancarnya distribusi ini, kita lihat harga sudah membaik sekarang,” imbuh dia.
Tapi, harga minyak goreng curah yang dipaparkan oleh Zulkifli itu berbeda jika dibandingkan dengan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional di periode yang sama.
Baca Juga : Simpang Siur Soal Penambahan Kuota Haji Tahun Ini
Data PIHPS Nasional menyebut harga rata-rata nasional minyak goreng curah masih di kisaran Rp17.347 per kg.
Harga minyak goreng curah di Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Bali berada di kisaran Rp15.700 hingga Rp17.150 per kg. Harga tersebut juga masih di atas harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp15.500 per kg.
Kemudian, di wilayah Kalimantan, sebagian besar Sumatra, NTT, dan Maluku harga minyak goreng curah berada di kisaran Rp22.750 hingga Rp14.650 per kg. Kemudian, di Lampung, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua harganya di kisaran Rp16.050 hingga Rp28.150 per kg.
Dari data PIHPS tersebut, jika diasumsikan harga minyak goreng curah per liternya masih lebih tinggi dibandingkan data Zulkifli. Asumsi ini merujuk pada HET Rp14 ribu per liter dan Rp15.500 per kg di mana selisihnya adalah Rp1.500.
Baca Juga : Bayang-bayang Lonjakan Inflasi Dalam APBN 2023
Tidak hanya itu, data harga minyak goreng curah yang disampaikan Zulkifli juga berbeda dengan di lapangan. Suci (27) yang memiliki usaha warung di Parung, Kabupaten Bogor, mengaku berbelanja minyak goreng curah di Pasar Parung seharga Rp17 ribu per kg.
Rp17 ribu per kg, itu per hari ini,” terang dia seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Ia mengatakan dengan modal sebesar itu, ia menjual kembali minyak goreng curah di warungnya dengan ukuran 1/4 kg dan dihargai Rp6 ribu.
Tidak jauh berbeda, Sarifudin (30) pemilik grosir di Jalan Bangka II, Jakarta Selatan, menjual minyak goreng curah dengan harga Rp16 ribu per kg. “Sekarang jual di Rp16 ribu per kg,” ujar dia.
Sekadar Lip Service
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai data harga minyak goreng curah yang disampaikan Zulkifli sekadar ucapan di bibir saja. Istilahnya, lip service.
Walaupun, data dari Kemendag dan PIHPS mungkin benar harga minyak goreng curah memang sangat bergantung dari keberadaan barang itu sendiri.
Baca Juga : Negeriku Sedang Gaduh Mafia Minyak Goreng
Namun, perlu diketahui, di daerah yang melimpah stok minyak goreng curah, harga mungkin sudah berkisar Rp14 ribuan. Namun, di tempat lain yang masih sedikit stoknya, harga minyak goreng curah masih mahal.
Nailul menduga Ketua Umum PAN itu cuma mencomot data yang bagus saja dari daerah yang ketersediaan minyak gorengnya melimpah, sehingga harganya lebih murah. Ibarat kata, cherry picking. Artinya, Zulkifli hanya mencomot data terbaik yang digeneralisir.
“Ya lip service juga, tapi memang hanya mencuplik data yang menurut dia bagus tapi kenyataannya masih terdapat data lain yang menggambarkan sebaliknya. Istilahnya, cherry picking,” jelasnya.
Jadi, sebenarnya, kata Nailul, rata-rata harga minyak goreng masih tinggi. Tapi, karena data yang diambil adalah penurunan harga di beberapa tempat tertentu, sehingga tampak harga minyak goreng curah sudah turun.
Baca Juga : Runyam, Presiden Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng
Ia berpendapat seharusnya ada data indeks harga minyak goreng untuk setiap provinsi/kabupaten/kota. Sehingga, pemerintah dan masyarakat tahu gap (perbedaan) harga antara daerah tertentu dengan harga patokan terendah.
“Jadi bisa petakan daerah mana yang masih tinggi harganya. Kemudian, jangan berikan angin segar namun masih cherry picking seperti yang dilakukan sekarang. Transparan saja datanya,” imbuh Nailul.
Sampaikan Data Perlu Hati-hati
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengingatkan setiap pernyataan yang berkaitan dengan data perlu disampaikan secara lebih hati-hati, terutama dalam konteks menyampaikan informasi ke publik.
Menurutnya, perbedaan harga yang disampaikan Kemendag dan data yang ditampilkan dalam PIHPS, menunjukkan bahwa koordinasi dan penyelarasan data masih menjadi salah satu titik simpul masalah dalam tata niaga pangan, terutama dalam hal ini minyak goreng.
Baca Juga : Rhenald Kasali : Mafia Migor Mainkan Kelangkaan Semu Yang Diulang
Seharusnya, sambung Yusuf, dengan data yang tersinkronisasi pemerintah bisa menjalankan kebijakan tata niaga yang lebih tepat sasaran dan lebih optimal.
Karenanya, perbedaan ini perlu disikapi dengan menyelaraskan data terlebih dahulu untuk mengetahui sebenarnya mana data yang betul-betul menggambarkan kondisi permintaan dan penawaran minyak goreng di masyarakat.
Selain itu, masyarakat belum tahu apakah data harga yang disampaikan oleh Zulkifli adalah data yang betul atau tidak.
“Ini yang kemudian perlu didiskusikan, mengingat selama ini PIHPS merupakan salah satu rujukan utama yang digunakan banyak analis ekonomi maupun lembaga-lembaga jika ingin melihat perkembangan atau tren harga komoditas pangan di dalam negeri,” kata Yusuf.
Baca Juga : Berwisata Dengan Keluarga Besar
Maka dari itu, ia mengingatkan Zulkifli harus transparan dalam menyajikan data-data terkait harga pangan. Apalagi, data yang dikeluarkan PIHPS adalah data yang dikerjakan bersama oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dan juga Bank Indonesia (BI).
Dengan demikian, sesama lembaga pemerintah ini bisa saling berkoordinasi, memberikan masukan, dan terbuka terkait metodologi. Selain itu, data harga yang diklaim oleh pemerintah itu juga benar-benar menggambarkan kondisi yang ada di masyarakat.
“Dalam situasi seperti sekarang, ketepatan data harga akan menjadi krusial terutama dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah nantinya,” tandas Yusuf.***