Perpanjangan saat ini sangat terburu-buru


Melongok perpanjangan Freeport (2-bersambung)

“Saya tidak bisa berkomentar tentang aktivitas Freeport karena tidak pernah ada keterbukaan dengan masyarakat, sejauh mana mereka akan eksplorasi dan segala macamnya,” kata Nelson. “Seharusnya seluruh proses di Freeport dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat bisa menilai, apakah mereka akan setuju atau tidak,” tambahnya.

Masyarakat suku Amungme adalah salah satu yang tinggal di wilayah tambang PTFI. (foto: Getty Image/BBC News.com)

Jakarta, (Mas Reko)–Protes serupa terus bermunculan, termasuk dari Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme pada akhir Januari 2024. Berdasarkan penelitian Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), aktivitas Freeport berdampak luas, bukan hanya pada pemilik ulayat, tetapi juga pada sekitar 6.484 jiwa.

Baca juga : Tiga Provinsi di Papua Rawan Gangguan Saat Pilkada 2024, TNI-Polri Siapkan Langkah Antisipasi

“Saya tidak bisa berkomentar tentang aktivitas Freeport karena tidak pernah ada keterbukaan dengan masyarakat, sejauh mana mereka akan eksplorasi dan segala macamnya,” kata Nelson. “Seharusnya seluruh proses di Freeport dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat bisa menilai, apakah mereka akan setuju atau tidak,” tambahnya.

Masyarakat Adat Tidak Dilibatkan

Aktivis lingkungan dan tokoh adat suku Kamoro Timika, Rony Nakiaya, menyatakan bahwa masyarakat adat pemilik hak ulayat di wilayah konsesi PTFI tidak dilibatkan dalam perpanjangan kontrak hingga 2061. “Sehingga bisa dikatakan ini sepihak, banyak masalah yang masih belum selesai, sementara pemerintah mengambil kebijakan bersama perusahaan secara sepihak,” ujar Rony.

Pada tahun 2018, Indonesia menguasai 51% saham PTFI. Namun, menurut Rony, hingga kini tidak ada manfaat yang dirasakan masyarakat adat yang terdampak oleh aktivitas PTFI. Dia pesimis penguasaan saham kali ini, yang mencapai 61%, akan memberikan dampak positif. “Dampaknya untuk masyarakat adat ini apa?

Baca juga :Papua Nugini Memerintahkan Ribuan Orang Mengungsi dari Area Longsor yang ‘Aktif

Dari sisi lingkungan, Freeport masih belum membenahi masalah lingkungan yang mereka buat sendiri. Limbah tailing menumpuk di pantai, menghambat akses transportasi masyarakat adat,” kata Rony. Selain itu, penggusuran masyarakat adat di area konsesi tambang masih terus terjadi. “Yang saya lihat ini menjadi proyek bagi segelintir orang di dalam untuk menghabiskan program atau dana,” tambahnya.

Puluhan mahasiswa Papua berdemo di depan kantor Freeport di Jakarta. (foto: Getty image/BBC News.com)

Tokoh agama Katolik di Keuskupan Timika, Saulo Paulo Wanimbo, juga mempertanyakan siapa yang diuntungkan dari perpanjangan kontrak dan penambahan saham Indonesia di PTFI. “Untuk negara jelas untung, tapi bagi masyarakat Papua siapa yang menikmati hasilnya? Pengolahan emas saja tidak di Timika, tapi di Gresik,” kata Saulo.

Menurutnya, hasil dari PTFI hingga kini tidak mampu memberikan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran untuk masyarakat di Timika dan Papua. “Lalu apa artinya kalau masyarakat di Timika, Papua Tengah, tidak menikmati hasilnya? Itu tragis sekali,” tambahnya. Selain itu, aktivitas pertambangan PTFI juga menyebabkan kekerasan dan kehilangan ruang hidup bagi masyarakat, dari tanah yang terampas hingga hutan yang rusak.

Baca juga :2 ribu Orang Tertimbun, Longsor Terjang Papua Nugini

Terburu-buru dan Sangat Dipaksakan

Keputusan pemerintah memperpanjang izin IUPK PTFI disebut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, sebagai langkah yang terburu-buru. Menurutnya, secara aturan, perpanjangan kontrak dilakukan sejak lima hingga satu tahun sebelum kontrak habis pada tahun 2041.

“Pemberian perpanjangan saat ini sangat terburu-buru, dipaksa, dan bisa sangat tendensius,” katanya.

Merujuk Pasal 169 B ayat (2) UU 2/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pemegang kontrak karya seperti Freeport baru dapat mengajukan perpanjangan kontrak paling cepat lima tahun sebelum kontrak mereka berakhir. Dengan sisa waktu lebih dari 15 tahun, Bisma menilai ada peluang besar bagi Indonesia – baik dari sumber daya manusia dan teknologi – untuk mengelola tambang PTFI secara langsung.(RS)

 

Sumber : bbc.com (Senin, 3/6/24)

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c5117z293r7o

Berita Terkait

Top