Utang Indonesia Lampaui Batas Aman Standar IMF


Foto: Setelah menempuh penerbangan selama 30 menit, Presiden Jokowi tiba di Elmau dan bertemu dengan sejumlah tokoh yaitu Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Senegal Macky Sall, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, dan Presiden Bank Dunia David Malpass. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, (Mas Reko) – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto, menyatakan bahwa utang Indonesia yang mencapai Rp 8.000 triliun sudah mengkhawatirkan dan melampaui standar aman yang ditetapkan oleh International Monetary Fund (IMF).

Baca juga: Pria Asal Ciamis Mutilasi Istri karena Utang Rp 100 Juta

Eko menjelaskan bahwa pemerintah selama ini hanya mengacu pada dua aturan dalam mengelola utang: defisit anggaran yang tidak boleh melebihi 3% dan rasio utang terhadap PDB yang tidak boleh melebihi 60%. Namun, menurutnya, masih banyak indikator lain yang perlu diperhatikan untuk menilai keamanan level utang.

“Misalnya saja rasio Debt-to-Service Ratio (DSR),” ujar Eko dalam diskusi “Warisan Utang untuk Pemerintah Mendatang” di Jakarta, Kamis (4/7/2024).

Eko menjelaskan bahwa DSR adalah rasio jumlah utang terhadap total pendapatan negara, dan IMF menggunakan rasio ini untuk menilai risiko utang suatu negara. “Dengan harga komoditas yang sedang turun saat ini, angkanya semakin mengkhawatirkan,” katanya.

Baca juga: Investor Ramai-Ramai Kabur Jual Surat Utang RI

Eko menyebut bahwa utang Indonesia saat ini sekitar Rp 8.000 triliun, setara dengan 39% dari PDB. Namun, jika dihitung menggunakan DSR, rasio utang terhadap pendapatan mencapai 300%. “Pendapatan kita sekarang sekitar Rp 2.700 triliun. Jika utang kita Rp 8.000 triliun, maka rasio ini menjadi 300%,” jelasnya.

Menurut Eko, IMF menetapkan batas aman DSR sebesar 150%, artinya Indonesia sudah melampaui batas aman tersebut hingga dua kali lipat. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran investor ketika muncul isu bahwa presiden terpilih, Prabowo Subianto, akan meningkatkan rasio utang hingga 50% dari PDB. Isu tersebut sempat membuat nilai tukar rupiah menyentuh level Rp 16.400 per dolar AS.

“Jadi, siapa yang disalahkan jika defisit diperlebar dan investor kabur? Itu salah kita yang tidak rasional, seolah-olah semuanya bisa dibiayai,” ujarnya.

Baca juga: Raksasa China mau bangkrut lagi, sebut sulit bayar utang

Sebelumnya, utang pemerintah kembali bertambah pada Mei 2024 menjadi Rp 8.353,02 triliun, naik 0,17% dari bulan sebelumnya sebesar Rp 8.338,43 triliun. Posisi utang per 31 Mei 2024 tersebut membuat rasio utang terhadap PDB mencapai 38,71%, naik dari 38,64% pada 30 April 2024.

Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, mengatakan bahwa penambahan utang pemerintah disebabkan oleh desain APBN 2024 yang masih defisit sebesar 2,29%.

Baca juga: Ketika APBN dijaminkan utang kereta cepat, maka ketidakadilan sedang terjadi

“Karena defisit 2,29% harus dibiayai melalui pembiayaan anggaran, yang mencakup pembiayaan utang dan pembiayaan non-utang,” ucap Suminto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7/2024).(RS)

 

 

Sumber :CNBC Indonesia 

Berita Terkait

Top