Dampak budaya seksisme di lingkungan kita?


Melihat Budaya Seksisme? (02-Habis)

Berusahalah untuk memahami persepsi mereka yang lebih tua, merefleksikan pandangan kita dan berbagi pendapat. (Photo: iStock/ChayTee)

Jakarta, (Mas Reko)—Seiring berjalannya waktu, banyak perempuan yang menginternalisasi peran dan keyakinan gender yang mereka dapatkan sedari kecil, kata Sophia Goh, konselor utama di Sofia Wellness Clinic.

Baca juga : Cara Wanita Mengatasi Libidonya Sebelum Menopause

“Hal ini menyebabkan para perempuan kerap merasa rendah diri dan sulit mengekspresikan pendapatnya. Sikap seperti ini dapat membatasi aspirasi karier dan rasa pemberdayaan secara keseluruhan,” ujarnya.

Ketika nilai-nilai tersebut terinternalisasi, sementara semakin banyak perempuan yang memilih berkarier di luar rumah, mau tidak mau para perempuan merasakan mentalitas beban ganda: mereka harus dapat berprestasi cemerlang secara di ranah profesional namun tetap harus mampu mengerjakan tugas-tugas domestik secara baik..

“Perempuan terus-menerus merasakan tekanan untuk memenuhi tuntutan kedua peran tersebut dengan sempurna,” tambah Goh.

Hal ini terlihat dari para pasien perempuan yang berkonsultasi psikologi dengan Lakshmi.

Baca juga : Mode Rambut Yang Ngetren Di Kalangan Wanita Muda

“Sering kali, perempuan mengeluh mereka seperti tidak terlihat dan tidak terdengar, padahal telah melakukan segalanya dengan baik, berkarier dan di dalam rumah. Mereka merasa tidak mendapatkan pengakuan yang setara oleh para pria, terutama di rumah”, ujarnya.

Sementara, Goh menilai bahwa budaya seksisme bagaikan pedang bermata dua yang tidak hanya dapat membatasi potensi perempuan, namun juga laki-laki.

“Ekspektasi masyarakat terhadap maskulinitas dapat membatasi pria untuk mengekspresikan emosi secara terbuka atau terlibat dalam pengasuhan anak, terutama saat mereka bertransisi menjadi suami dan ayah,” jelas Goh.

Baca juga :Ironi Penanganan Judi “Online” di Indonesia: Masalah Lama yang Belum Teratasi

BAGAIMANA MEMBICARAKAN SEKSISME DI RUMAH

Untuk memulai membicarakan budaya seksisme dan bagaimana menyikapinya, penting untuk diingat bahwa para orang tua dan kerabat kita biasanya tidak bermaksud jahat.

“Mereka bahkan mungkin tidak menyadari bahwa mereka melanggengkan norma-norma gender yang sudah usang karena ini menjadi ekspektasi dan stereotip yang mereka hadapi saat beranjak dewasa,” ujar Goh.

“Oleh karena itu, akan sangat membantu jika kita memfokuskan percakapan dengan tujuan untuk memberi informasi kepada para orang tua kita, ketimbang melontarkan tuduhan-tuduhan emosional.”

Baca juga : Jepang melaporkan rekor lonjakan infeksi bakteri yang berpotensi mematikan

Salah satu pendekatan yang baik adalah memulai dengan mendengarkan. Berusahalah untuk memahami persepsi mereka yang lebih tua, merefleksikan pandangan kita dan berbagi pendapat.

Ia menambahkan: “Sebagai contoh, kepada anggota keluarga yang sudah lansia dan berpendapat bahwa perempuan harus tinggal di rumah untuk mengurus rumah tangga, kita bisa memulainya dengan menyatakan, ‘Aku paham dulu Bapak/Ibu harus mengikuti aturan ini, tapi rasanya sekarang semakin sulit jika aku tidak membantu menambah penghasilan keluarga’.”

Cara lain yang tidak konfrontatif untuk mendiskusikan peran gender yang adil adalah dengan berbagi cerita tentang perempuan yang mereka anggap sukses, serta aspirasi pribadi mereka, saran Lakshmi.

“Hal ini akan mendorong para anggota keluarga melihat lebih jauh potensi perempuan dan menghargai bagaimana perempuan memiliki keterampilan dan kemampuan di luar rumah,” jelasnya.

Baca juga : Raja Salman Undang 1.000 Keluarga Korban Perang Gaza

Sementara menurut Yang, budaya seksisme memang topik yang sangat sulit dibicarakan bagi banyak perempuan dan laki-laki muda. Meskipun demikian, memulai percakapan terkait hal ini tetaplah penting.

“Percakapan semacam ini membantu menyebarkan pesan. Bahkan jika [anggota keluarga] tidak setuju dengan hal itu, mereka akan menjadi sadar.”

Yang menambahkan bahwa tujuan dari memulai percakapan tentang peran gender di dalam rumah bukan untuk memulai pertikaian atau menyakiti orang yang kita cintai, tetapi untuk memperluas pemahaman kita tentang apa yang dapat dilakukan oleh para perempuan dan laki-laki. (RS)

Sumber: CNA

Berita Terkait

Top