Nico Williams dan Lamine Yamal dua bintang Spanyol yang menyala di EURO 2024
Menyaksikan jejak anak imigran Spanyol (1 -bersambung)
Jakarta, (Mas Reko)–Pada Jumat (12/07), Nico merayakan ulang tahunnya yang ke-22, sementara Lamine akan berusia 17 tahun pada Sabtu (13/07). Kedua pemain ini berasal dari keluarga migran Afrika.
Baca juga : Xavi Kritik Lamine Yamal dan Balde Selepas Kemenangan Atas Osasuna
Mereka telah membuktikan diri sebagai pemain kunci bagi kemenangan Spanyol. Dalam putaran final Euro 2024 melawan Inggris pada Minggu (14/07), mereka akan menjadi sorotan utama.
Kedua pemain ini tampil gemilang saat Spanyol menang 4-1 melawan Georgia di perempat final dan sekali lagi di semifinal, di mana Lamine mencetak gol bersejarah yang membawa kemenangan 2-1 atas Prancis. Gol tersebut menjadikannya sebagai pemain termuda yang mencetak gol di kejuaraan Eropa.
Koneksi mereka di lapangan adalah faktor utama keberhasilan Spanyol yang kini mengincar gelar kontinental keempat. Di luar lapangan, mereka adalah teman baik dan sering terlihat membuat video koreografi di TikTok.
Baca juga :Lamine Yamal, bocah ajaib milik Barca
Dua pemain muda ini adalah simbol transformasi negara Spanyol dalam beberapa dekade terakhir melalui kebijakan migrasi.
“Mereka adalah sumber kebanggaan bagi Spanyol, mereka adalah paradigma positif dari Spanyol yang baru,” ujar Profesor Moisés Ruiz, pakar Kepemimpinan dan Komunikasi di Universitas Eropa, kepada BBC Mundo.
“Mereka adalah dua pemuda Spanyol dengan latar belakang keluarga yang penuh perjuangan. Mereka adalah model kerendahan hati dan bakat,” tambah Ruiz.
Tapi bagaimana kisah perjalanan mereka hingga menjadi bintang?
Nico dan kakaknya, Iñaki Williams, yang bermain untuk Athletic Bilbao, lahir dan besar di Spanyol. Kisah hidup mereka dipenuhi dengan harapan, migrasi, penderitaan, kerja keras, tekad, dan solidaritas.
Baca juga :Spanyol Lolos ke Final Usai Kalahkan Prancis 2-1
Ibu mereka, María, sedang mengandung Iñaki ketika dia dan suaminya, Félix, meninggalkan Ghana pada 1994 untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa. Mereka menempuh sebagian besar perjalanan dengan berjalan kaki, termasuk melintasi Gurun Sahara.
Pasangan tersebut akhirnya berhasil mencapai Melilla, wilayah Spanyol di pesisir utara Afrika, dengan melompati pagar perbatasan.
Baca juga :
Mereka disarankan untuk mengaku sebagai pengungsi dari negara yang dilanda perang, dan mereka mengatakan berasal dari Liberia. Bertahun-tahun kemudian, Iñaki baru mengetahui asal usul keluarganya yang sebenarnya.
“Saat itu, saya adalah seorang mahasiswa Claretian (misionaris Katolik) dan tergabung dalam kelompok Caritas yang peduli terhadap imigran,” ujar Iñaki Mardones Aja kepada BBC Mundo.
Kini, Mardones bekerja di layanan perawatan keagamaan Katolik di rumah sakit Marqués de Valdeciila di Santander, dan mengingat bagaimana pemerintah mengatur relokasi migran dari Melilla ke berbagai wilayah di Spanyol, termasuk orang tua Nico yang datang ke Bilbao melalui Cáritas de Bilbao.(RS)
Sumber : bbc.com